Gelar Pahlawan Nasional
Tolak Gelar Pahlawan Soeharto: Berikut Sejumlah Buku yang Dilarang Beredar Pada Era Orde Baru
Sejumlah buku sempat dilarang beredar di era Orde Baru atau selama masa pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto.
Ringkasan Berita:
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah buku sempat dilarang beredar di era Orde Baru atau selama masa pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai bentuk sensor kebebasan berpendapat.
“Teman-teman bisa baca juga bagaimana banyak sekali daftar buku yang kemudian disensor, kemudian pentas-pentas seni, musik-musik yang kemudian juga disensor tidak boleh ditayangkan,” kata Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Nenden Sekar Arum dalam jumpa pers di Kopi Kina, Jakarta Pusat, Jumat (7/11/2025).
Jumpa pers ini bertajuk "Soeharto Bukan Pahlawan, Bungkam Kebebasan Pers dan Ekspresi" yang diinisiasi oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Lembaga Bantuan Hukum Pers, dan SAFEnet yang juga merupakan dari bagian Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (Gemas).
Mereka menolak pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto.
Dalam rilis pers mereka, dibeberkan sejumlah judul buku yang dilarang beredar pada era Soeharto.
Baca juga: Banyak Korban Berguguran di Era Tumbangnya Presiden Soeharto, Pegiat HAM Pertanyakan Komitmen Negara
Menurut catatan Human Right Watch, total diperkirakan ada 2.000 buku yang dilarang terbit oleh pemerintahan Soeharto.
Beberapa buku penting yang dilarang beredar di antaranya:
Tan Malaka: Pergulatan Menuju Republik, Vol. 1 karya Harry A. Poeze
Di Bawah Lantera Merah karya Soe Hok Gie
Sang Pemula karya Pramoedya Ananta Toer
Cina, Jawa, Madura dalam Konteks Hari Jadi Kota Surabaya
Sebuah Mocopat Kebudayaan Indonesia karya Joebaar Ajoeb
The Devious Dalang: Sukarno and the So-Called Untung Putsch
Amerika Serikat dan Penggulingan Soekarno karya Peter Dale Scott
Primadosa: Wimanjaya dan Rakyat Indonesia Menggugat Imperium Soeharto karya Wimanjaya K Liotohe
Kehormatan Bagi yang Berhak: Bung Karno Tidak Terlibat G30S/PKI karya Manai Sophiaan
Nyanyi Sunyi Seorang Bisu karya Pramoedya Ananta Toer
Memoar Oei Tjoe Tat karya Oei Tjoe Tat (ed. Pramoedya Ananta Toer & Adi Prasetjo)
Baca juga: Istana Respons Polemik Gelar Pahlawan Untuk Soeharto: Mari Lihat Jasa Para Pendahulu
Pelarangan edar buku ini juga merembet pada pelarangan dan pembatasan pementasan seni dan musik.
Pemerintahan Soeharto mencekal sejumlah pementasan seni dan teater yang berisi kritik terhadap pemerintah serta membubarkan organisasi seni.
Salah satu fakta sejarah ini mereka ungkit sebagai bentuk pernyataan sikap penolakan terhadap wacana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto.
“Kami menolak keras usulan pemilihan gerak pahlawan nasional kepada Soeharto. Upaya ini merupakan bentuk pemutar tarikan sejarah dan penghinaan terhadap perjuangan reformasi, demokrasi, kebebasan pers, dan kebebasan berekspresi,” kata Sekretaris Jenderal AJI Indonesia Bayu Wardhana saat menutup jumpa pers.
“Mengangkat Soeharto sebagai pahlawan berarti menghapus luka atau memperparah luka bangsa dan mengkhianati hak dan sejarah berekspresi bebas,” pungkas Bayu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.