Senin, 10 November 2025

Beri Wejangan untuk Rektor Muhammadiyah, Prof Muhadjir: Pimpinan Tidak Boleh Lari dari Risiko

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, memberikan pesan penting kepada para rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah.

Editor: Wahyu Aji
Istimewa
PEMIMPIN KOMPETITIF - Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Dr. Muhadjir Effendy dalam kegiatan Darul Arqom Pimpinan Utama PTMA di Cirebon, Jawa Barat, Jumat (7/11/2025) malam. Muhadjir menekankan pentingnya keberanian mengambil risiko dalam memimpin institusi. 

Ringkasan Berita:
  • Prof. Dr. Muhadjir Effendy memberikan pesan kepada para rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah.
  • Sebagai pimpinan itu tidak boleh lari dari risiko.
  • Menjadi seorang pemimpin berarti berhadapan langsung dengan tantangan dan ketidakpastian.

 

TRIBUNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, memberikan pesan penting kepada para rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA) di Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten.

Muhammadiyah adalah organisasi Islam modern yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada 18 November 1912 di Kauman, Yogyakarta.

Dalam kegiatan Darul Arqom Pimpinan Utama PTMA di Cirebon, Jawa Barat, Jumat (7/11/2025) malam, Muhadjir menekankan pentingnya keberanian mengambil risiko dalam memimpin institusi.

"Kita tadi ngobrol saja tentang bagaimana perbandingan Muhammadiyah dan Aisyiyah ke depan. Kemudian apa yang harus dimiliki oleh pimpinan terutama dalam suasana Muhammadiyah yang semakin kompetitif," ujar Prof. Muhadjir dalam suasana santai namun sarat makna tersebut.

Pimpinan Tidak Boleh Lari dari Risiko

Wejangan paling tegas dari Muhadjir adalah mengenai kepemimpinan. Menurutnya, menjadi seorang pemimpin berarti berhadapan langsung dengan tantangan dan ketidakpastian.

"Sebagai pimpinan itu tidak boleh lari dari risiko, karena kemajuan sebuah institusi itu bila kita dihadapkan dengan risiko ke risiko dan kita harus bisa mengatasi risiko tersebut," katanya.

Keberanian mengelola risiko inilah yang ia anggap sebagai kunci untuk memajukan institusi di era kompetisi yang semakin ketat.

Meneladani Politik Kiai Dahlan: Kooperatif dan Pembaharu

Di hadapan para rektor yang hadir, Muhadjir juga menyinggung sejarah unik pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan. Ia menyebut Kiai Dahlan sebagai sosok yang sangat politis, namun memilih jalur dakwah dan pendidikan alih-alih mendirikan partai politik.

"Jadi Kiai Dahlan itu politisi tapi tidak membuat organisasi politik. Tetapi membawa Muhammadiyah cara politik," tutur Muhadjir.

Muhadjir menjelaskan bahwa Kiai Dahlan adalah contoh politisi yang menolak bergabung dalam partai politik resmi, namun aktif di berbagai organisasi seperti Budi Utomo dan Serikat Islam (sebagai penasihat), serta Taman Siswa.

Uniknya lagi, Muhadjir menyoroti ciri khas gerakan Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan. 

Ia bahkan menyebut bahwa proses reformasi pemikiran di tubuh Muhammadiyah telah berjalan sangat jauh.

"Muhammadiyah sekarang itu perjalanannya sudah sangat jauh dalam proses reformasi. Pembaharuan-pembaharuan pemikiran Muhammadiyah itu sudah cukup jauh karena Muhammadiyah itu pergerakan pembaharuan," ujarnya.

Sejarah Kooperatif Kiai Dahlan dengan Pemerintah Kolonial

Muhadjir menutup wejangannya dengan membongkar sejarah politik Kiai Ahmad Dahlan yang seringkali terlupakan: sikap kooperatifnya dengan pemerintahan kolonial Belanda. Ia mencatat bahwa Kiai Dahlan tidak tercatat melawan penjajah Belanda, baik secara fisik maupun diplomatik.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved