Selasa, 11 November 2025

Gelar Pahlawan Nasional

Marsinah Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional, Sang Kakak Sampaikan Terima Kasih kepada Prabowo

Kakak mendiang aktivis buruh Marsinah, Marsini, menyampaikan terima kasih kepada Prabowo Subianto atas gelar pahlawan nasional sang adik.

Tangkap layar KompasTV
GELAR PAHLAWAN MARSINAH - Dalam foto: Kakak dari mendiang aktivis buruh Marsinah, Marsini, dalam acara Peringatan Hari Pahlawan Nasional di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). Marsini pun menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prabowo atas anugerah gelar pahlawan yang diberikan kepada adiknya, Marsinah, yang tewas 32 tahun lalu. 
Ringkasan Berita:
  • Marsinah menjadi satu dari 10 nama tokoh yang diberi gelar pahlawan nasional dalam rangka Hari Pahlawan yang jatuh pada Senin (10/11/2025).
  • Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) RI Fadli Zon mengungkapkan bahwa Marsinah dan 39 nama tokoh lainnya termasuk Soeharto dan Gus Dur memenuhi kriteria untuk dianugerahi gelar pahlawan nasional.
  • Kakak dari mendiang aktivis buruh Marsinah, Marsini, menyampaikan ucapan terima kasih kepada Presiden RI Prabowo Subianto.

TRIBUNNEWS.COM - Kakak dari mendiang aktivis buruh Marsinah, Marsini, menyampaikan ucapan terima kasih kepada Presiden RI Prabowo Subianto atas gelar pahlawan nasional yang dianugerahkan kepada sang adik.

Adapun Marsinah menjadi satu dari 10 nama tokoh yang diberi gelar pahlawan nasional dalam rangka Hari Pahlawan yang jatuh pada Senin (10/11/2025).

Selain Marsinah, dua nama yang sudah terungkap mendapat gelar jasa tersebut adalah Presiden RI ke-2 Soeharto dan Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Sebelumnya, Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) RI Fadli Zon mengungkapkan bahwa Marsinah dan 39 nama tokoh lainnya termasuk Soeharto dan Gus Dur memenuhi kriteria untuk dianugerahi gelar pahlawan nasional.

"Semua yang diusulkan dari Kementerian Sosial itu secara kriteria sudah memenuhi syarat semua, secara kriteria," ujar Fadli di Kawasan Senayan, Jakarta, Jumat (24/10/2025).

Terkini, yang sudah dipastikan mendapat gelar pahlawan tersebut ada 10 nama yang akan disampaikan langsung oleh Presiden RI Prabowo dalam peringatan Hari Pahlawan, Senin hari ini.

Berikut 10 tokoh yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional 2025:

  1. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) – Jawa Timur
  2. Jenderal Besar TNI Soeharto – Jawa Tengah
  3. Marsinah – Jawa Timur
  4. Mochtar Kusumaatmadja – Jawa Barat
  5. Hajjah Rahma El Yunusiyyah – Sumatera Barat
  6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo – Jawa Tengah
  7. Sultan Muhammad Salahuddin – Nusa Tenggara Barat
  8. Syaikhona Muhammad Kholil – Jawa Timur
  9. Tuan Rondahaim Saragih – Sumatera Utara
  10. Zainal Abisin Syah – Maluku Utara

Kakak Marsinah Sampaikan Terima Kasih kepada Prabowo

Marsini pun menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prabowo atas anugerah gelar pahlawan yang diberikan kepada adiknya, Marsinah, yang tewas 32 tahun lalu.

"Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Presiden Prabowo, Bapak Presiden RI yang sekarang. Terima kasih banget," kata Marsini kepada wartawan di Istana Negara, Senin (10/11/2025), dikutip dari tayangan Live KompasTV, Senin.

Baca juga: Profil Mochtar Kusumaatmadja Sandang Gelar Pahlawan Nasional, Kukuhkan Prinsip Negara Kepulauan

"Terima kasih sebesar-besarnya untuk anugerah yang diberikan kepada adik saya, Marsinah," tambahnya.

Marsini juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang mendukung Marsinah dan meneruskan perjuangannya dalam mensejahterakan kaum buruh.

"Dan saya terima kasih untuk semua support teman-teman Marsinah, mulai dari Bapak Bupati, Wakil Bupati, dari Dinsos, dari desa, Pak Lurah, juga Pak Kelik sebagai LSM yang mengusahakan administrasi, patung Marsinah," tutur Marsini.

Lebih lanjut, ia menuturkan terima kasih kepada Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi yang gigih berjuang dalam mengusulkan nama Marsinah menjadi pahlawan nasional.

Bahkan, Marhaen juga menetapkan nama Marsinah diabadikan menjadi nama jalan di tanah kelahirannya, Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

"Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Bupati Nganjuk terdahulu yang telah memberi nama Jalan Marsinah," tambahnya.

Marsini berterimakasih kepada pihak-pihak yang selalu memberi dukungan dan mengenang sosok Marsinah.

Termasuk para anggota Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).

"Saya juga berterima kasih kepada teman-teman Marsinah yang lain, yaitu ke-13 anak yang di-PHK ketika terjadi peristiwa demo," ujar Marsini.

"Saya terima kasih juga kepada teman-teman Marsinah yang di organisasi KSBSI yang selama ini telah setia kepada Marsinah, melalui tabur bunga ke makam setiap tanggal 1 Mei, mengadakan tahlilan di makam Marsinah," lanjutnya.

"Semua bantuan materiil sudah diberikan, sehingga tercapai apa yang menjadi cita-cita teman-teman Marsinah, bahwa Marsinah layak diangkat menjadi pahlawan," pungkasnya.

Usulan Marsinah Jadi Pahlawan Nasional Diterima Prabowo

Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto mendukung usulan pimpinan organisasi buruh untuk menetapkan Marsinah sebagai pahlawan nasional.

Hal ini disampaikan Prabowo dalam pidatonya di depan massa aksi peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day, di Lapangan Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025).

“Saudara-saudara, juga atas usul dari piminan tokoh-tokoh buruh, mereka sampaikan ke saya, ‘Pak, kenapa sih pahlawan nasional tidak ada dari kaum buruh?’ Saya tanya, kalian ada saran nggak?” kata Prabowo, sebagaimana dikutip dari Breaking News KompasTV.

Ia kemudian meminta para tokoh buruh tersebut berembug untuk mengusulkan pahlawan nasional dari kaum buruh.

“Dan mereka sampaikan, ‘Pak, bagaimana kalau Marsinah, Pak. Marsinah jadi pahlawan nasional’,” lanjut Prabowo.

“Asal seluruh pimpinan buruh mewakili kaum buruh sepakat, saya akan dukung Marsinah jadi pahlawan nasional,” tuturnya.

Sosok Marsinah

Marsinah merupakan buruh di PT Catur Putra Surya (CPS), sebuah pabrik pembuat jam yang berada di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. 

Ia lahir pada 10 April 1969 di Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur, dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan. 

Kakaknya bernama Marsini, dan adiknya adalah Wijiati.

Sementara itu, ayah Marsinah bernama Astin dan ibunya adalah Sumini.

Keluarga mereka tinggal di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk.

Ketika Marsinah berusia tiga tahun, sang ibu meninggal dunia. Setelah itu, ayahnya menikah lagi.

Kemudian, Marsinah diasuh neneknya, Paerah, yang tinggal bersama paman dan bibinya. 

Sejak kecil, Marsinah sudah terbiasa bekerja keras. Sepulang sekolah, ia selalu membantu neneknya menjual gabah dan jagung.

Para guru dan teman-teman di sekolah dasar (SD) tempat Marsinah belajar menceritakan, ia adalah seorang anak perempuan yang pintar, suka membaca, dan kritis.

Setamat SD, Marsinah melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 5 Nganjuk. 

Setelah lulus SMP pada 1982, Marsinah kemudian mengenyam pendidikan lanjutan di SMA Muhammadiyah dengan bantuan biaya dari pamannya.

Marsinah sempat bercita-cita berkuliah di fakultas hukum.

Namun, karena kendala biaya, mimpi Marsinah untuk melanjutkan pendidikan pun sirna.

Ia kemudian memilih merantau ke Surabaya pada 1989 dan menumpang hidup di rumah kakaknya, Marsini, yang sudah berkeluarga. 

Marsinah bekerja di pabrik plastik SKW di Kawasan Industri Rungkut, tetapi gajinya jauh dari cukup sehingga ia harus mencari tambahan penghasilan dengan berjualan nasi bungkus.

Marsinah juga sempat bekerja di sebuah perusahaan pengemasan barang sebelum akhirnya hijrah ke Sidoarjo dan bekerja di PT CPS pada 1990.

Selama bekerja di PT CPS, Marsinah dikenal sebagai buruh yang vokal dan selalu memperjuangkan nasib rekan-rekannya. 

Marsinah juga menjadi aktivis dalam organisasi buruh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) unit kerja PT CPS.

Kronologi pembunuhan Marsinah 

Pada awal 1993, pemerintah mengeluarkan imbauan kepada pengusaha Jawa Timur untuk menaikkan gaji pokok karyawan sebesar 20 persen.

Namun, imbauan itu tidak segera dikabulkan para pengusaha, termasuk oleh PT CPS, tempat Marsinah bekerja.

Alhasil, hal itu memicu unjuk rasa dari para buruh yang menuntut kenaikan upah. 

Pada 2 Mei 1993, Marsinah terlibat dalam rapat perencanaan unjuk rasa yang digelar di Tanggulangin, Sidoarjo.

Pada 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja untuk melakukan aksi mogok.

Namun, Komando Rayon Militer (Koramil) setempat langsung turun tangan untuk mencegah aksi para buruh PT CPS tersebut. 

Keesokan harinya, para buruh mogok total dan mengajukan 12 tuntutan kepada PT CPS.

Salah satu tuntutan buruh adalah kenaikan gaji pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250 per hari.

Selain itu, mereka juga meminta tunjangan Rp 550 per hari yang tetap bisa didapatkan ketika buruh absen. 

Marsinah pun menjadi salah satu dari 15 orang perwakilan buruh yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.

Ia masih terlibat dalam perundingan-perundingan hingga 5 Mei 1993.

Pada siang hari tanggal 5 Mei 1993, sebanyak 13 buruh yang dianggap menghasut rekan-rekannya untuk berunjuk rasa, digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. 

Mereka kemudian dipaksa mengundurkan diri dari PT CPS karena dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan lain bekerja.

Kala itu, Marsinah dikabarkan sempat mendatangani Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan 13 rekannya yang sebelumnya digiring ke sana.

Namun, sekitar pukul 10 malam tanggal 5 Mei 1993, Marsinah menghilang. 

Keberadaan Marsinah tidak diketahui lagi hingga jasadnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan di Nganjuk pada 9 Mei 1993.

Berdasarkan hasil autopsi, Marsinah diketahui telah meninggal dunia pada satu hari sebelum jenazahnya ditemukan, yakni pada 8 Mei 1993.

Adapun penyebab kematian Marsinah adalah penganiayaan berat. Selain itu, Marsinah juga diketahui telah diperkosa.

Siapa pembunuh Marsinah

Kasus pembunuhan Marsinah mendapatkan reaksi keras dari masyarakat dan para aktivis HAM.

Para aktivis kemudian membentuk Komite Solidaritas untuk Marsinah (KSUM) dan menuntut pemerintah menyelidiki dan mengadili para pelaku pembunuhan.

Seperti diberitakan Harian Kompas pada 10 November 1993, Presiden Soeharto meminta agar kasus Marsinah diusut dengan tuntas. 

Soeharto juga menekankan agar kasus pembunuhan Marsinah tidak ditutup-tutupi.

"Masyarakat jangan berprasangka dulu sebab pemerintah akan menuntaskan kasus ini. Dan, biarkan petugas berwenang menangani kasus itu hingga selesai serta memutuskannya sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku, serta menghukum mereka yang bersalah," ujar Soeharto kala itu.

Ketika itu, memang muncul kecurigaan terhadap aparat terkait kasus pembunuhan Marsinah

Sebelum pidato Soeharto, pada 30 September 1993, pemerintah telah membentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jawa Timur untuk menyelidiki kasus Marsinah.

Selanjutnya, delapan orang petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi.

Salah satu orang yang ditangkap adalah Kepala Personalia PT CPS, Mutiari, yang kala itu sedang hamil. 

Selain itu, pemilik PT CPS, Yudi Susanto, turut ditangkap dan diinterogasi.

Orang-orang yang ditanggap itu diketahui menerima siksaan berat, baik secara fisik ataupun mental, serta diminta mengakui telah merencanakan penculikan dan pembunuhan terhadap Marsinah.

Selama proses penyelidikan dan penyidikan, Tim Terpadu telah menangkap serta memeriksa 10 orang yang diduga terlibat dalam pembunuhan Marsinah

Dari hasil penyelidikan itu disebutkan bahwa Suprapto, seorang pekerja di bagian kontrol PT CPS, menjemput Marsinah dengan sepeda motornya di dekat rumah kos aktivis buruh itu.

Marsinah kemudian disebut dibawa ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya.

Setelah tiga hari disekap, Marsinah disebut dibunuh oleh Suwono, seorang satpam di PT CPS.

Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, kemudian dijatuhi vonis 17 tahun penjara.

Sementara itu, beberapa staf PT CPS dijatuhi hukuman sekitar empat tahun hingga 12 tahun penjara.

Akan tetapi, Yudi Susanto kala itu kukuh menyatakan tidak terlibat dalam pembunuhan Marsinah dan dirinya hanya menjadi kambing hitam.

Ia kemudian naik banding ke Pengadilan tinggi dan dinyakan bebas. 

Para staf PT CPS yang dijatuhi hukuman juga naik banding hingga mereka dibebaskan dari segala dakwaan atau bebas murni oleh Mahkamah Agung.

Putusan Mahkamah Agung tersebut tentu mengundang kontroversi dan ketidakpuasan masyarakat.

Para aktivis terus menyuarakan tuntutan agar kasus pembunuhan Marsinah diselidiki dengan terang dan kecurigaan terhadap keterlibatan aparat militer diungkap. 

Hingga kini, Marsinah masih dikenang sebagai pahlawan buruh.

Ia juga dianugerahi Penghargaan Yap Thiam Hien.

Kisah Marsinah juga telah diangkat ke dalam berbagai karya sastra dan seni pementasan.  

(Tribunnews.com/Rizki A.)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Marsinah, Aktivis Buruh yang Dibunuh pada Masa Orde Baru" dan Surya.co.id dengan judul Sosok Marsinah Aktivis Buruh yang Didukung Prabowo Jadi Pahlawan Nasional, Dibunuh di Era Orde Baru

Sumber: 
Menguak Kisah Marsinah. (2020). (n.p.): Tempo Publishing. Laporan pendahuluan kasus pembunuhan Marsinah. (1994). Indonesia: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Tim Pencari Fakta Pembunuhan Marsinah. Lubis, T. M. (2005). Jalan panjang hak asasi manusia: catatan Todung Mulya Lubis. Indonesia: Gramedia Pustaka Utama.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved