Selasa, 11 November 2025

Gelar Pahlawan Nasional

Kontroversi Gelar Pahlawan Nasional Soeharto, Fadli Zon Lagi-lagi Tegaskan Tak Ada Kaitan Mei 98

Menteri Kebudayaan RI (Menbud) Fadli Zon menegaskan, Soeharto tidak memiliki keterkaitan dengan peristiwa kerusuhan Mei 1998.

kebudayaan.kemdikbud.go.id
GELAR PAHLAWAN SOEHARTO - Potret Presiden RI ke-2, Soeharto. Mendiang Soeharto merupakan satu dari 10 tokoh yang dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden RI ke-8 Prabowo Subianto dalam peringatan Hari Pahlawan yang jatuh pada Senin (10/11/2025) hari ini. 
Ringkasan Berita:
  • Presiden RI ke-2 Soeharto dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden RI ke-8 Prabowo Subianto dalam peringatan Hari Pahlawan yang jatuh pada Senin (10/11/2025) hari ini.
  • Setelah penganugerahan, Menteri Kebudayaan RI (Menbud) Fadli Zon memberikan sejumlah keterangan kepada wartawan dalam konferensi pers.
  • Salah satunya, menegaskan bahwa Soeharto tidak memiliki keterkaitan dengan peristiwa kerusuhan Mei 1998 jelang runtuhnya rezim Orde Baru.

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Kebudayaan RI (Menbud) Fadli Zon menegaskan, Presiden RI ke-2 Soeharto tidak memiliki keterkaitan dengan peristiwa kerusuhan Mei 1998 jelang runtuhnya rezim Orde Baru.

Adapun mendiang Soeharto merupakan satu dari 10 tokoh yang dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden RI ke-8 Prabowo Subianto dalam peringatan Hari Pahlawan yang jatuh pada Senin (10/11/2025) hari ini.

Pemberian gelar tersebut dilakukan di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).

Penganugerahan ini tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.

Keppres tersebut ditandatangani Prabowo pada 6 November 2025.

Berikut 10 tokoh yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional 2025:

  1. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) – Jawa Timur
  2. Jenderal Besar TNI Soeharto – Jawa Tengah
  3. Marsinah – Jawa Timur
  4. Mochtar Kusumaatmadja – Jawa Barat
  5. Hajjah Rahma El Yunusiyyah – Sumatera Barat
  6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo – Jawa Tengah
  7. Sultan Muhammad Salahuddin – Nusa Tenggara Barat
  8. Syaikhona Muhammad Kholil – Jawa Timur
  9. Tuan Rondahaim Saragih – Sumatera Utara
  10. Zainal Abidin Syah – Maluku Utara

Pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto menuai sejumlah pertentangan.

Salah satu alasannya adalah tragedi kerusuhan Mei 1998, yang menjadi bagian dari jejak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di bawah kepemimpinan Soeharto.

Berdasarkan Laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk oleh pemerintahan Presiden RI ke-3 BJ Habibie, terungkap temuan adanya pelanggaran HAM.

Di antaranya berupa 85 kasus kekerasan seksual, termasuk 52 kasus pemerkosaan, sebagaimana dikutip dari rilis ylbhi.or.id

Baca juga: Soeharto Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional, Tutut Soeharto: Kami Tidak Dendam dengan yang Kontra

Akan tetapi, Fadli Zon kembali menegaskan bahwa Soeharto tidak memiliki keterkaitan dengan peristiwa Mei 1998.

"Kerusuhan Mei 98 kan tidak ada kaitannya [dengan Soeharto], pada bagian yang mana? Nggak ada ya," kata Fadli Zon dalam konferensi pers setelah penganugerahan Pahlawan Nasional 2025 di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).

"Kalau soal itu, saya kira sudah tidak ada masalah, sebagaimana itu [usulan] dari bawah, sudah melalui satu proses, tidak ada masalah hukum, tidak ada masalah hal-hal yang lain," tambahnya.

Tolak Sebutan Pemerkosaan Massal pada Kerusuhan Mei 1998

Fadli Zon sempat meragukan terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998 dalam wawancara bersama IDN Times. 

Menurut dia, peristiwa itu hanya berdasarkan rumor yang beredar dan tidak pernah ada bukti pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 1998.

"Nah, ada perkosaan massal. Betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada," ucap Fadli Zon dalam program Real Talk with Uni Lubis, Senin (8/6/2025).

Setelah ucapannya menjadi buah bibir, Fadli Zon meluruskan bahwa ia tidak bermaksud menyangkal adanya perkosaan massal, tetapi meminta publik bersikap dewasa memaknai peristiwa tersebut.

Menurut pengakuannya, Fadli mempertanyakan diksi 'massal' dalam peristiwa pemerkosaan massal Mei 1998, dan membandingkannya dengan peristiwa pembantaian sipil di Nanjing, China, oleh tentara Jepang yang memakan 100.000 sampai 200.000 korban jiwa.

"Massal itu sangat identik dengan terstruktur dan sistematis. Di Nanjing, korbannya diperkirakan 100.000 sampai 200.000, di Bosnia itu antara 30.000 sampai 50.000. Nah, di kita, saya tidak menegasikan bahwa itu terjadi, dan saya mengutuk dengan keras," ujar Fadli dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (2/7/2025).

Fadli Zon pun mengaku siap berdiskusi soal kasus pemerkosaan yang terjadi pada kerusuhan Mei 1998.

Ia menegaskan bahwa tak ada penyangkalan terjadinya kasus tersebut, melainkan penggunaan kata 'massal' yang harus dilakukan secara hati-hati.

Dia juga menyinggung pernyataan aktivis hak asasi manusia (HAM) Sidney Jones, yang disebut kesulitan menemukan korban secara langsung dalam investigasi. 

"Ini Majalah Tempo yang baru terbit pada waktu itu, tahun '98, dibaca di sini dan bisa dikutip bagaimana mereka juga melakukan (investigasi)," ucap Fadli sambil mengangkat Majalah Tempo.

Dia juga mengaku, sudah membaca laporan TGPF Kerusuhan Mei 1998.

Namun, Fadli tetap menekankan perlunya pendalaman akurasi data agar tidak bermuara kepada kesimpulan yang menyesatkan. 

"Kita tidak ingin ini menjadi narasi adu domba dan kita kemudian mengenyampingkan ketelitian. Pendokumentasian yang kokoh itu masalahnya," pungkasnya.

GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional tahun 2025 kepada 10 tokoh. Penganugerahan tersebut dilakukan di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). Keluarga almarhum Presiden ke-2 RI Soeharto menanggapi pro-kontra atas penganugerahan gelar Pahlawan Nasional yang diberikan Presiden Prabowo.
GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional tahun 2025 kepada 10 tokoh. Penganugerahan tersebut dilakukan di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). Keluarga almarhum Presiden ke-2 RI Soeharto menanggapi pro-kontra atas penganugerahan gelar Pahlawan Nasional yang diberikan Presiden Prabowo. (Tribunnews.com/Taufik Ismail/Tangkapan Layar di YouTube Sekretariat Presiden)

Laporan TGPF Mengenai Korban dalam Kerusuhan Mei 1998

1. Korban tewas dan luka

Tak lama setelah runtuhnya rezim Orde Baru, pemerintahan Presiden RI ke-3 BJ Habibie membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk kasus Kerusuhan Mei 1998. 

TGPF memaparkan temuannya pada 23 Oktober 1998.

Dalam laporannya, TGPF merinci jumlah korban, yang terdiri atas korban tewas, korban luka, dan korban kekerasan seksual.

Menurut TGPF, dampak yang ditimbulkan dari Kerusuhan Mei 1998 telah merenggut nyawa 1.190 orang di Jakarta.

Dari jumlah tersebut, 27 di antaranya meninggal karena senjata, sementara sisanya akibat terbakar.

Mereka yang meninggal karena senjata termasuk empat korban Tragedi Trisakti yang terjadi pada 12 Mei 1998.

Selain korban tewas, terdapat korban luka mencapai 91 orang.

Selain TGPF, beberapa institusi juga menyajikan data korban tewas peristiwa Mei 1998 dengan jumlah yang berbeda. 

Polda Metro Jaya menyebut ada 451 orang meninggal, sedangkan Kodam Jaya mendata bahwa 463 meninggal, termasuk aparat keamanan dan 69 orang terluka.

Pemda DKI juga menyodorkan temuan berbeda, yakni sebanyak 288 orang meninggal dan 101 terluka dalam Kerusuhan Mei 1998.

Sementara, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut korban tewas peristiwa Kerusuhan Mei 1998 di berbagai daerah Indonesia lebih dari 1.300 orang. 

2. Korban kekerasan seksual 

TGPF menyebutkan, dalam Kerusuhan Mei 1998 terjadi beragam aksi kekerasan seksual.

Berdasarkan hasil pengumpulan dan verifikasi data, sebanyak 85 tindak kekerasan seksual diarahkan kepada perempuan Tionghoa, 52 di antaranya adalah kasus pemerkosaan.

Sedangkan 14 orang menjadi korban pemerkosaan dengan penganiayaan, sepuluh korban penyerangan seksual, dan sembilan korban pelecehan seksual.

Tim Relawan Kemanusiaan untuk Kekerasan Terhadap Perempuan (TRKP) melaporkan jumlah perempuan yang diperkosa dalam Kerusuhan Mei 1998 mencapai 53 orang.

Komisioner Komnas Perempuan Periode 1998-2006, Ita Fatia Nadia, mengatakan bahwa sebagian korban pemerkosaan adalah perempuan Tionghoa.

Dilansir komnasperempuan.go.id, Komnas Perempuan mengenali bahwa Kerusuhan Mei 1998 adalah wujud nyata keterkaitan antara rasisme dan diskriminasi berbasis gender.

Secara keseluruhan pun, memang tidak sedikit etnis Tionghoa yang menjadi korban dalam peristiwa Kerusuhan 1998.

Beberapa alasan mengapa etnis Tionghoa menjadi korban dalam peristiwa 1998, di antaranya:

Etnis Tionghoa mendominasi perekonomian

Status kewarganegaraan dan sentimen anti-Tionghoa

Implementasi kebijakan asimilasi terhadap etnis Tionghoa

Muncul desas-desus bahwa etnis Tionghoa menimbun bahan pokok pada saat krisis ekonomi

3. Korban penculikan/hilang 

Tidak hanya korban tewas dan luka, serta korban kekerasan seksual, Kerusuhan Mei 1998 mengakibatkan sejumlah orang hilang hingga kini.

Data Ikatan Keluarga Orang Hilang (Ikohi) menunjukkan sebanyak empat orang hilang dalam kerusuhan Mei 1998.

Mereka adalah Ucok Munandar Siahaan (mahasiswa Perbanas yang hilang pada 14 Mei 1998), Yadin Muhidin (alumni Sekolah Pelayaran yang hilang pada 14 Mei 1998), Hendra Hambali (siswa SMU yang hilang pada 15 Mei 1998) dan Abdun Nasser (kontraktor yang hilang pada 14 Mei 1998).

Di luar data Ikohi, ada juga orang hilang dalam kerusuhan Mei 1998. 

Salah satunya adalah Stevanus Sanu.

Dalam wawancara Kompas.com pada 2016 yang dilansir Kompas.com (12/5/2023), ibunda Stevanus, Maria Sanu, mengatakan, anaknya hilang dalam peristiwa kebakaran Yogya Plaza, Klender, Jakarta Timur, pada 14 Mei 1998.

Meski korban peristiwa kebakaran tersebut banyak yang tidak lagi bisa diidentifikasi, Maria yakin putranya menjadi salah satu korban dan mungkin telah ikut dimakamkan secara massal.

Korban Kerusuhan Mei 1998 sebagian besar dari Jakarta dan sisanya di Palembang, Medan, Solo Raya, Yogyakarta, dan Surabaya.

KontraS dalam situs resminya menyebut korban tewas Kerusuhan Mei 1998 sebenarnya lebih dari 1.300 orang dan perempuan korban pemerkosaan jumlahnya 100 orang lebih.

Akan tetapi, jumlah pasti korban Kerusuhan Mei 1998 tetap tidak diketahui karena banyaknya perbedaan data yang diungkap dari berbagai institusi.

Bahkan hingga kini, sudah 27 tahun perjalanan reformasi, penyelesaian kasus Kerusuhan Mei 1998 belum juga tuntas.

(Tribunnews.com/Rizki A./Reza Deni) (Stori Kompas.com)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved