Kamis, 13 November 2025

UU Hak Cipta

Anggota DPR Usul TikTok, YouTube, TV, dan Radio Dibebaskan Bayar Royalti Musik

DPR usul TikTok, TV, dan YouTube bebas royalti musik nonkomersial. Komposer dan industri bereaksi!

Penulis: Fersianus Waku
Tribunnews.com/Fersianus Waku
RUU HAK CIPTA - Pembahasan revisi Undang-Undang Hak Cipta di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/8/2025). 

Ringkasan Berita:
  • DPR usul platform digital tak wajib bayar royalti musik jika tak komersial.
  • Komposer dan industri rekaman beri peringatan soal hak ekonomi pencipta.
  • Sistem royalti musik dinilai rawan korupsi, revisi UU Hak Cipta digodok.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Usulan agar TikTok, YouTube, televisi, dan radio dibebaskan dari kewajiban membayar royalti musik mencuat dalam rapat harmonisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Hak Cipta yang digelar Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (11/11/2025).

Rapat dengar pendapat umum (RDPU) ini merupakan bagian dari proses penyusunan revisi atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang bertujuan menyesuaikan regulasi dengan dinamika distribusi karya di era digital.

Dalam rapat tersebut, anggota Baleg, Eric Hermawan menyampaikan pandangannya terkait perlakuan royalti bagi media penyiaran dan platform digital yang bersifat nonkomersial.

“Kalau diperkenankan lembaga-lembaga seperti YouTube, TV, TikTok dan radio, saya rasa menurut saya lebih baik dibebaskan daripada hak cipta,” ujar Eric dalam RDPU Baleg DPR RI, Selasa (11/11/2025).

Menurut Eric, platform-platform tersebut berperan penting dalam mempromosikan karya para pencipta lagu dan musisi.

“Karena mereka ini kan yang memancarkan, yang mempromosikan. Saya rasa wajar untuk tidak dikenakan oleh hak cipta, kecuali untuk komersial,” kata anggota Baleg DPR RI Fraksi Partai Golkar itu.

Pernyataan Eric disampaikan di hadapan sejumlah pemangku kepentingan industri musik, antara lain Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI), Vibrasi Suara Indonesia (VISI), dan Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI).

Baca juga: VIDEO WAWANCARA EKSKLUSIF Putri Gus Dur Tolak Gelar Pahlawan Soeharto: Luka Lama Bisa Meradang Lagi

Perwakilan VISI, Nazril Irham alias Ariel NOAH, menyampaikan bahwa distribusi royalti yang tidak berjalan selama dua bulan terakhir telah berdampak langsung pada pendapatan pencipta lagu. “Kami butuh kepastian agar royalti bisa jalan dulu, sebelum Undang-Undangnya selesai,” ujar Ariel dalam RDPU Baleg DPR RI, dikutip dari Kompas.com.

Sementara itu, Ketua AKSI Satriyo Yudi Wahono alias Piyu menyoroti sistem manajemen kolektif yang masih manual dan tidak efisien.

“Selama ini LMK dan LMKN belum digitalisasi. Semuanya masih serba manual,” kata Piyu dalam forum yang sama.

ASIRI juga menyampaikan kekhawatiran terhadap usulan pembebasan royalti. Menurut mereka, promosi tidak bisa menggantikan hak ekonomi pencipta.

“Kami mendukung distribusi karya, tapi royalti tetap harus dibayar sebagai bentuk penghargaan,” ujar perwakilan ASIRI.

RUU Hak Cipta yang sedang digodok juga menyentuh isu tata kelola royalti, termasuk sistem lisensi langsung (direct license), lisensi kolektif (blanket license), dan pengawasan lembaga manajemen kolektif.

Model lisensi kolektif atau blanket license turut menjadi sorotan dalam forum “Talkshow Hak Cipta” di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 3 November 2025.

Dalam diskusi bertema “Kedudukan Blanket License dan Direct License dalam Undang-Undang Hak Cipta”, musisi sekaligus anggota DPR RI Komisi III, Ahmad Dhani Prasetyo, menyampaikan bahwa sistem tersebut berisiko membuka celah korupsi dan penyelewengan dana royalti. Ia menilai pengawasan terhadap lembaga manajemen kolektif perlu diperketat agar tidak merugikan pencipta.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved