Kamis, 13 November 2025

Nikah Beda Agama Digugat Lagi, Pemohon Soroti Ketidakkonsistenan Penerapan Pasal

MK kembali menerima permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya Pasal 2 ayat (1)

|
Tribunnews.com/Jeprima
SIDANG DI MK - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menerima permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya Pasal 2 ayat (1) yang mengatur soal sahnya perkawinan menurut hukum agama masing-masing. 
Ringkasan Berita:
  • Warga bernama Muhamad Anugrah Firmansyah mengajukan gugatan terhadap Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan ke MK melalui perkara nomor 212/PUU-XXIII/2025.
  • Ia meminta agar pasal tersebut tidak dijadikan dasar hukum untuk menolak pencatatan nikah beda agama dan kepercayaan.
  • MK sebelumnya pernah menolak permohonan serupa dalam perkara 68/PUU-XII/2014 dan 24/PUU-XX/2022.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menerima permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya Pasal 2 ayat (1) yang mengatur soal sahnya perkawinan menurut hukum agama masing-masing.

Permohonan ini diajukan oleh warga negara bernama Muhamad Anugrah Firmansyah melalui perkara nomor 212/PUU-XXIII/2025. 

Ia meminta MK agar pasal tersebut tidak dijadikan dasar hukum untuk menolak pencatatan perkawinan antarumat berbeda agama dan kepercayaan.

Poin-poin penting:

  • Permohonan Sebelumnya Ditolak MK

MK pernah menguji pasal yang sama dalam perkara 68/PUU-XII/2014 dan 24/PUU-XX/2022.

Kedua permohonan tersebut ditolak seluruhnya oleh MK.

  • Alasan Permohonan

Pasal 2 ayat (1) dinilai tidak diterapkan secara konsisten.

Anugrah menilai aturan ini merugikan hak perempuan dan anak dari pernikahan beda agama.

Ia menyebut aturan tersebut bertentangan dengan Pasal 28B ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang menjamin hak membentuk keluarga dan perlindungan anak.

Ia menyebut Indonesia sebagai pihak dalam Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan dan Konvensi Hak Anak dinilai memiliki kewajiban melindungi hak-hak tersebut.

Ia menyebut tidak dicatatnya perkawinan antaragama disebut sebagai bentuk kelalaian negara.

  • Isi Petitum

Anugrah meminta MK menyatakan Pasal 2 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat jika digunakan untuk menolak pencatatan nikah beda agama.

Jika tetap berlaku, ia meminta MK memberikan tafsir konstitusional agar pasal tersebut tidak dijadikan dasar penolakan oleh pengadilan.

Sidang perdana perkara ini dijadwalkan berlangsung pada Rabu (12/11/2025) pukul 14.30 WIB di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved