Ledakan di Jakarta Utara
Penjelasan Apa Itu True Crime Community? Ini Hubungannya dengan Pelaku Ledakan Bom di SMA 72 Jakarta
Pelaku ledakan bom di SMAN 72 Jakarta inisial F ternyata ikut dalam sebuah grup ekstremisme bernama 'True Crime Community'.
Ringkasan Berita:
- Pelaku ledakan bom di SMAN 72 Jakarta inisial F ternyata ikut dalam sebuah grup ekstremisme bernama 'True Crime Community'.
- Lalu apa sebenarnya True Crime Community (TCC)?
- Soeprapto, Sosiolog Kriminalitas, dan Dosen Purnabakti Universitas Gadjah Mada (UGM) menjelaskan, soal apa itu TCC.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol (Purn) Eddy Hartono menyebut pelaku ledakan bom di SMAN 72 Jakarta inisial F ternyata ikut dalam sebuah grup ekstremisme bernama 'True Crime Community'.
Lalu apa sebenarnya True Crime Community (TCC)?
Komunitas Kejahatan Nyata, adalah sekelompok orang, sering kali dalam forum daring, yang memiliki minat mendalam dan terkadang obsesif terhadap kasus kejahatan nyata yang terjadi di kehidupan nyata.
Minat ini berakar pada genre "true crime" yang populer melalui berbagai media seperti film, serial, siniar (podcast), dan buku.
Soeprapto, Sosiolog Kriminalitas, dan Dosen Purnabakti Universitas Gadjah Mada (UGM) menjelaskan, keberadaan TCC pertama kali tidak diketahui pasti.
"Tapi kalau pembahasan tentang Kisah Nyata tindak kriminal (True Crime) sudah ada pada tahun 2010 atau sudah sekitar 15 tahunan. Namun saat itu belum populer dan belum banyak direspons masyarakat. Baru ketika ada peristiwa Covid-19 yang diikuti kebijakan dan peraturan WFH dan komunikasi serba daring, maka TCC mulai tersentuh masyarakat dan terutama kalangan remaja dan anak-anak. Adapun isi yang dibahas, pada murninya adalah tentang peristiwa riil tindak kejahatan," kata Soeprapto kepada Tribun, Selasa (18/11/2025).
Soeprapto menjelaskan bahwa transparansi teknologi sistem informasi dan komunikasi saat ini memiliki sifat bak pisau bermata ganda.
Di satu sisi bersifat positif memberi informasi yang berguna, namun bisa pula berdampak negatif.
"Sesuai dalil peniruannya Gabriel Tarde, bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk menirukan apa yang dilihat, dan didengar, terlebih bagi anak dan remaja, makanya dulu ada film untuk 21 tahun ke atas, 17 tahun ke atas, dan semua umur. Jadi Tayangan TCC ini berpotensi besar untuk ditiru," katanya.
Lalu apakah dengan bergabung di grup TCC dapat menjadi indikator awal ketertarikan anak pada tindak kriminal?
"Sebetulnya tidak juga, namun mengapa kemudian banyak yang meniru, karena tayangannya memang menyajikan true crime, sehingga yang terserap di benak penonton (terlebih anggota grup) adalah tindak kriminalnya. Jadi bisa saja karena kebetulan, atau sekedar minat menonton cerita kriminal," katanya.
Dirinya menjelaskan, pada murninya TCC tidak memiliki pola tertentu.
Selain bertujuan menyajikan kisah nyata tindak kriminal.
"Namun berdasar konsep Social Cognitive, seseorang memang berpotensi meniru sesuatu yang dilihatnya dan menjadikannya sebagai referensi atau sumber inspirasi, ketika seseorang mengalami hal yang sama dengan apa yang pernah ditontonnya. Selain itu dengan meniru apa yang ditontonnya seseorang bisa sekaligus menunjukan eksistensinya," katanya.
"Menurut saya faktor psikologis yang menjadi pemicu adalah rendahnya level kecerdasan emosional (EQ) seseorang, yang seharusnya mencapai level 4 mampu mengendalikan orang lain, level 3 mampu memahami orang lain, level 2 mangendalikan diri sendiri, dan level 1 mampu memahami diri sendiri, mungkin level 1 pun belum sempurna," ujarnya.
Soeprapto menjelaskan untuk mencegah dan menanggulangi nya diperlukan kerjasama secara integratif antar lima lembaga sosial dasar yang ada.
"Yaitu Lembaga Keluarga, Pendidikan, Agama, Ekonomi, dan Pemerintah/Masyarakat)," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya Eddy menjelaskan bahwa pelaku peledakan SMAN 72 Jakarta tergabung dalam TCC.
"Kalau di SMAN 72 diketahui Densus (pelaku) dia mengakses kepada grup namanya TCC, True Crime Community," kata Eddy saat konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/11/2025).
Eddy menyebut terduga pelaku atau anak berkonflik dengan hukum (ABH) itu meniru perilaku apa yang terjadi.
Di dalam kajian psikologis terdapat istilah memetic radicalization atau memetic violence.
Memetic violence merupakan kekerasan yang dihasilkan dari keinginan untuk meniru agresi atau tindakan dari sosok yang diidolakan atau konten yang dilihat secara daring.
Pelaku sering kali tidak memiliki kepentingan langsung dengan objek kekerasan tersebut, melainkan hanya meniru perilaku yang dilihatnya.
"Jadi dia lebih kepada meniru ide atau perilaku sehingga dia meniru supaya bisa dibilang hebat ya, supaya ada kebanggaan," tuturnya.
Eddy menuturkan kondisi ini perlu melibatkan ahli-ahli psikologis untuk memetakan apa yang sebetulnya terjadi, baru dilakukan upaya rehabilitasi.
"Itulah yang kami sekarang (lakukan koordinasi) dengan Kementerian PPA, dengan KPAI, kemudian Kemensos," tukasnya.
Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri AKBP Mayndra Eka Wardhana menjelaskan kejadian di SMAN 72 terduga pelaku mengonsumsi website atau komunitas-komunitas kekerasan.
"Jadi di sini ada satu irisan di mana memang ini menjadi perhatian untuk kita lebih serius lagi dalam melakukan pencegahan," ujarnya.
Untuk informasi, insiden ledakan terjadi lingkungan SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (7/11/2025) siang.
Ledakan tersebut mengakibatkan 96 orang menjadi korban mengalami luka-luka.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Asep Edi Suheri mengungkapkan bahwa terduga pelaku merupakan anak berkonflik dengan hukum (ABH) yang memiliki kepribadian tertutup.
“ABH dikenal sebagai pribadi tertutup, jarang bergaul, dan tertarik pada konten-konten kekerasan,” ujar Irjen Asep dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (11/11/2025).
Kapolda menjelaskan, berdasarkan hasil penyelidikan sementara, ABH bertindak secara mandiri dan tidak memiliki keterkaitan dengan jaringan terorisme mana pun.
“Dari hasil penyelidikan, anak tersebut merupakan siswa aktif di sekolah dan bertindak sendiri, tidak ada indikasi keterlibatan jaringan tertentu,” jelasnya.
Kondisi ABH Terduga Pelaku
Polda Metro Jaya mengungkap perkembangan terbaru insiden ledakan bom di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Pelaku anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang sebelumnya dirawat intensif kini dipindahkan dari ruang ICU ke rawat inap Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi menjelaskan ABH telah menjalani operasi dekompresi kepala sebelum akhirnya dipindahkan.
“ABH sudah pindah ke kamar rawat inap di RS Polri, di mana sebelumnya berada di ruang ICU,” ujar Kombes Budi kepada wartawan, Senin (17/11/2025).
Kondisi Korban Lain
Insiden ledakan bom di SMAN 72 Jakarta pada Jumat (7/11/2025) siang mengakibatkan 96 orang menjadi korban luka-luka, terdiri dari siswa dan guru.
Hingga Senin (17/11/2025), 10 orang masih menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit, termasuk pelaku ABH.
- 5 korban dirawat di Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ)
- 3 korban dirawat di RS Yarsi
- 1 korban dirawat di RSCM
- 1 korban dirawat di RS Polri (ABH)
- “Info terakhir masih 10 orang yang rawat inap,” kata Kombes Budi.
Universitas Gadjah Mada (UGM)
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
True Crime Community
kejahatan
Soeprapto
SMAN 72
kriminal
Ledakan di Jakarta Utara
| Kondisi Pelaku Ledakan SMAN 72 Mulai Stabil, Polisi Koordinasi dengan Dokter untuk Pemeriksaan ABH |
|---|
| Kondisi Pelaku Ledakan di SMAN 72 Jakarta Membaik, Pindah ke Kamar Rawat Inap |
|---|
| Update Ledakan SMAN 72: ABH Keluar dari ICU RS Polri, 10 Korban Masih Dirawat |
|---|
| 10 Korban Ledakan SMAN 72 Jakarta Masih Dirawat di Rumah Sakit, Termasuk ABH |
|---|
| Polisi Jelaskan soal Tiga Bom Aktif yang Tidak Meledak di SMAN 72 Jakarta |
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/ilustrasi-radikalisme.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.