Kamis, 20 November 2025

4 Pernyataan Wakapolri di DPR: Polisi Brutal, Reformasi Kultural hingga Damkar Lebih Gesit

Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komjen Pol Dedi Prasetyo menghadiri rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Selasa (18/11/2025) kemarin.

Editor: Hasanudin Aco
Foto Tangkapan Layar
RAPAT DI DPR - Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komjen Pol Dedi Prasetyo (kiri) menghadiri rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Selasa (18/11/2025) kemarin. /Youtube: TV Parlemen 
Ringkasan Berita:
  • Wakapolri Komjen Pol Dedi Prasetyo menghadiri rapat kerja bersama Komisi III DPR RI kemarin
  • Wakapolri menyinggung sejumlah hal termasuk soal warga lebih memilih menghubungi damkar dibanding polisi
  • Brutalitas polisi yang mencuat sejak akhir 2024 hingga awal 2025  diakui sebagai alarm keras oleh internal Polri

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komjen Pol Dedi Prasetyo menghadiri rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Selasa (18/11/2025) kemarin.

Dalam kesempatan itu, Wakapolri membeberkan sejumlah hal yang menarik perhatian publik.

  1. Damkar lebih gesit dari polisi

Wakapolri mengakui bahwa masyarakat saat ini lebih memilih menghubungi Pemadam Kebakaran (Damkar) ketika membutuhkan respons cepat, ketimbang melapor melalui layanan kepolisian.

Menurut Dedi, hal tersebut disebabkan oleh lambatnya quick response time di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT).

Sebab, standar internasional menetapkan waktu tanggap ideal di bawah 10 menit, sementara Polri masih berada di atas angka tersebut.

“Di bidang SPKT, dalam laporan masyarakat, lambatnya quick response time. Quick response time standar PBB itu di bawah 10 menit, kami masih di atas 10 menit. Ini juga harus kami perbaiki,” kata Dedi.

Kondisi itu, lanjut Dedi, membuat sebagian warga memilih melapor ke instansi lain yang dinilai lebih sigap, termasuk pemadam kebakaran.

Dia menegaskan bahwa pembenahan sistem pelaporan kepolisian menjadi prioritas, terutama melalui optimalisasi layanan aduan 110.

“Saat ini masyarakat lebih mudah melaporkan segala sesuatu ke Damkar, karena Damkar quick response-nya cepat,” kata Dedi.

“Dengan perubahan optimalisasi 110, harapan kami setiap pengaduan masyarakat bisa direspons di bawah 10 menit,” sambung Wakapolri.

Polri akan terus memperbaiki kecepatan layanan publik agar tingkat kepercayaan masyarakat membaik, terutama pada fungsi-fungsi yang bersentuhan langsung dengan warga.

2. Polisi brutal

Brutalitas polisi (police brutality) yang mencuat sejak akhir 2024 hingga awal 2025  diakui sebagai alarm keras oleh internal Polri

Dedi menyebut fenomena kekerasan aparat, termasuk penggunaan senjata api secara berlebihan, telah memicu evaluasi besar-besaran dari Mabes Polri.

“Kami melihat terjadi fenomena police brutality yang cukup signifikan. Banyak komplain publik, banyak korban, dan ini sudah kami deteksi sejak awal Januari,” ujar Dedi dalam paparannya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).

Dedi menyebut penyalahgunaan kekuatan polisi bukan sekadar kasus insidental.

“Penggunaan senjata api secara berlebihan mengakibatkan anggota polisi meninggal dunia, masyarakat meninggal dunia. Terjadi di Solok Selatan, Bangka Belitung, Semarang, Papua Barat, Sulawesi Selatan, dan wilayah lain,” kata dia.

Dedi melanjutkan keluhan publik (public complain) juga meningkat dan terjadi di semua wilayah.

Karena itulah, Polri menggandeng sejumlah pihak, di antaranya Litbang Kompas, untuk memetakan persoalan. 

Hasilnya, tugas Kamtibmas mendapat apresiasi positif dari masyarakat, tetapi aspek penegakan hukum (gakum) dan pelayanan publik justru menjadi “wilayah merah” yang harus diperbaiki.

“Ini catatan merah kami, dan ini harus kami selesaikan segera,” kata Dedi.

Polri juga mencatat 11 masalah utama yang dilihat masyarakat, mulai dari kekerasan hingga pungli, sementara internal Polri melihat 21 persoalan yang harus dibenahi.

Dedi mengungkapkan, mayoritas persoalan bersumber dari jajaran kewilayahan.

“Sebanyak 62 persen masalah polisi ada di tingkat wilayah. Ini yang sedang kami susun untuk perbaikan dari Januari sampai Juli 2025,” tandasnya.

Baca juga: Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo Akui Banyak Kapolres, Direskrim, dan Kapolsek Under Performance

3. Polisi di daerah belum optimal

Wkapolri Komjen Dedi Prasetyo mengungkap sejumlah Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) hingga Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) belum memiliki kinerja optimal. 

 Dedi menjelaskan berdasarkan hasil evaluasi internal Polri, mayoritas Kapolsek belum memenuhi ekspektasi kinerja.

“Kami lihat dari 4.340 Kapolsek, 67 persen ini under performance. Kenapa under performance? Hampir 50 persen Kapolsek kami itu diisi oleh perwira-perwira lulusan PAG (Pendidikan Alih Golongan),” kata Dedi dalam rapat. 

Selain Kapolsek, penilaian juga dilakukan terhadap Kapolres.

Dari total 440 Kapolres yang diasesmen, 36 di antaranya dinilai berkinerja buruk.

"Kemudian Kapolres, dari 440 Kapolres yang sudah kami lakukan assessment 36 Kapolres kami under performance. Ini catatan kami, dari kami harus melakukan perbaikan," ujar Dedi.

Dedi menuturkan, kondisi serupa juga ditemukan di jajaran reserse kriminal.

Dari 47 Direktur Reserse Kriminal (Direskrim), sebanyak 15 dinyatakan tidak memenuhi standar kinerja. 

“Demikian juga di Reskrim. Dari 47 Dir Reskrim yang sudah konsen, 15 under performance,” ucapnya.

Menurut dia, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menginstruksikan berbagai langkah perbaikan berupa evaluasi menyeluruh terhadap proses rekrutmen Polri.

“Kalau misalkan direkrut dengan baik, dididik dengan baik, maka akan menghasilkan anggota-anggota kepolisian yang baik. Pola-pola ini yang sedang dilakukan oleh asisten SDM,” ujar Dedi.

4. PR Polri: Aspek Kultural

Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo mengakui pekerjaan rumah (PR) terbesar dalam reformasi Polri berada di aspek kultural.

“Reformasi yang awalnya struktural, instrumental, yang masih menjadi PR kami, yang kami rasakan hari ini dari semua saran, masukan, kritikan, dan harapan masyarakat adalah reformasi di bidang kultural," ujar Dedi di Ruang Rapat Komisi III, Kompleks Parlemen, Jakarta.

Dalam kesempatan tersebut, Dedi juga mengakui bahwa demonstrasi pada akhir Agustus dan awal September 2025 menjadi titik balik Polri untuk melakukan perbaikan.

"Namun demikian, nanti kami laporkan pada sebelumnya bahwa sebelum peristiwa Agustus kelabu dan black September, kami sebenernya sudah melakukan evaluasi sesuai dengan perintah Bapak Kapolri," ujar Dedi.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, kata Dedi, berpesan agar institusi kepolisian tidak lelah untuk terus memperbaiki diri.

"Reformasi Polri ini berjalan secara terus menerus hingga hari ini, sesuai dengan arahan dan perintah Kapolri, kita tidak boleh lelah untuk terus memperbaiki diri," ujar Dedi.

Setidaknya terdapat empat fokus transformasi Polri, yakni di bidang organisasi, operasional, pengawasan, dan pelayanan publik.

"Ini terus menjadi catatan kami untuk kami melakukan perbaikan-perbaikan juga," ujar Dedi.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved