Ijazah Jokowi
Tolak Mediasi soal Kasus Ijazah Jokowi, Kuasa Hukum Roy Suryo Cs: Tak Jawab Inti Persoalan Perkara
Kuasa hukum Roy Suryo cs Abdul Gafur Sangadji membeberkan alasan pihaknya menolak mediasi penal terkait kasus tudingan ijazah palsu Jokowi.
Ringkasan Berita:
- Kuasa hukum Roy Suryo cs, Abdul Gafur Sangadji, membeberkan alasan pihaknya menolak mediasi terkait kasus tudingan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
- Menurutnya, jika menempuh langkah mediasi, justru hal itu tak akan mengungkap kebenaran atas misteri dugaan ijazah palsu Jokowi.
- Selain itu, di dalam ranah hukum pidana tidak dikenal istilah penyelesaian melalui mediasi.
TRIBUNNEWS.COM - Kuasa hukum Roy Suryo cs, Abdul Gafur Sangadji, membeberkan alasan pihaknya menolak mediasi penal terkait kasus tudingan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurutnya, jika menempuh langkah mediasi, justru hal itu tak akan mengungkap kebenaran atas misteri dugaan ijazah palsu Jokowi.
"Kenapa kami menolak adanya mediasi atau perdamaian? Karena mediasi kalau ditempuh itu tidak akan menjawab inti persoalan dari perkara ini, gitu ya."
"Inti persoalan dari perkara ini kan adalah mengungkap kebenaran atas misteri ijazah palsu yang diduga oleh Mas Roy (Suryo) kemudian oleh Bang Rismon (Sianipar) berdasarkan hasil penelitian mereka bahwa ijazah Pak Joko Widodo disimpulkan berdasarkan hasil penelitian mereka itu adalah ijazah palsu yang selama ini digunakan oleh Pak Joko Widodo dalam mendapatkan jabatan-jabatan," ujar Abdul Gafur dalam acara Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Kamis (20/11/2025).
Ia menyebut, di dalam ranah hukum pidana tidak dikenal istilah penyelesaian melalui mediasi.
Pasalnya, mediasi biasanya diambil dalam mekanisme hukum perdata.
"Tetapi kalau kita bicara dalam konteks pidana, meskipun ada jalan untuk mediasi, tetapi mediasi itu juga tidak akan menyelesaikan pokok perkara hukum gitu," tuturnya.
Di mana Roy Suryo dan tujuh orang lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Baru-baru ini Polda Metro Jaya juga mengumumkan bahwa ada pencekalan ke luar negeri terhadap para tersangka kasus ijazah Jokowi.
"Artinya sudah ada upaya-upaya paksa berdasarkan KUHAP yang baru juga. Upaya paksa kan salah satunya adalah pencekalan ke luar negeri ya."
"Artinya karena sudah dilakukan upaya-upaya paksa, maka kemudian terhadap status perkara pidana ini langkah yang terbaik yang ingin kami tempuh juga berdasarkan Mas Roy adalah menempuh mekanisme peradilan untuk memberikan titik terang supaya ijazah ini ke depan tidak lagi dipersoalkan," ungkapnya.
Baca juga: Roy Suryo Dicekal ke Luar Negeri Terkait Kasus Ijazah Jokowi: Saya Senyum Saja
Diberitakan sebelumnya, tersangka Roy Suryo dan kuasa hukumnya memberikan sikap atas usulan kasus ijazah palsu Jokowi diselesaikan lewat jalur mediasi penal.
Mediasi penal adalah penyelesaian sengketa pidana di luar pengadilan yang mempertemukan pelaku dan korban untuk mencari kesepakatan damai melalui musyawarah, dengan tujuan untuk mencapai keadilan restoratif.
Proses ini melibatkan pihak ketiga (mediator) yang membantu kedua belah pihak berdiskusi, memahami akibat perbuatan, dan membuat rencana pertanggungjawaban, seperti ganti rugi.
Roy Suryo menyatakan sikapnya untuk menunggu arahan dan saran dari tim kuasa hukum.
Eks Menteri Pemuda dan Olahraga itu tidak ingin tergesa-gesa untuk mengakhiri perkara pidana ini dengan cara restorative justice.
Usulan mediasi penal tersebut diamini oleh Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie.
"Tunggu waktu dan tanggal mainnya yang jelas kami berterima kasih kepada Prof Jimly, berterima kasih kepada semua pihak, berterima kasih kepada rakyat, apapun itu adalah bentuk kecintaan terhadap kami," ucap Roy di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis.
Ia mengapresiasi upaya mediasi tersebut, tetapi langkah selanjutnya akan dikonsultasikan kepada tim kuasa hukum.
Sebaliknya, kuasa hukum Roy Suryo cs Ahmad Khozinudin menegaskan kasus ijazah tidak bisa diredam lewat mediasi penal.
Khozinudin memandang kasus ijazah Jokowi tidak bisa diselesaikan lewat jalur perdamaian.
"Itu keliru karena kasus ini merupakan perkara pidana, bukan perdata sekali lagi tidak ada perdamaian dengan kepalsuan, tidak ada perdamaian dengan kebohongan, tidak ada kepalsuan dengan ketidakjujuran," tutur Khozinudin.
"Tidak ada kompromi antara al-haq dan al-batil," sambungnya.
Ia kemudian menyinggung dalam perkara perdata sebelumnya, upaya mediasi justru tidak dihadiri pihak Jokowi.
"Kemarin waktu saat kasus perdata saudara Joko Widodo berulang kali dimediasi justru tidak pernah hadir. Hari ini di kasus pidana yang saudara Joko Widodo sendiri melaporkan, maka saudara Joko Widodo harus masuk ke pengadilan. Jadi, jangan kemudian membangun narasi untuk mediasi di kasus pidana," ujarnya.
Pihaknya meminta Komisi Reformasi Polri fokus pada agenda internal kepolisian, tak larut dalam mengurus kasus ijazah palsu.
Salah satu masalah yang harus dibereskan Polri adalah praktik kriminalisasi yang menurutnya membuat kliennya kini berstatus tersangka.
"Dan kepada tim reformasi Polri, khususnya Komisi Reformasi Polri, semestinya fokus ngurusin institusi Polri, baik mengawasi tentang kinerja, kebijakan, anggaran, SDM, institusional, bukan sibuk ngurusin ijazah Jokowi."
"Dan salah satu legacy institusi Polri yang perlu dikoreksi adalah gemar melakukan kriminalisasi dan karena kriminalisasi itulah hari ini klien kami, Pak Roy Suryo dan kawan-kawan menjadi statusnya menjadi tersangka begitu," paparnya.
Sebagaiman diketahui, sebanyak delapan orang ditetapkan sebagai tersangka dalam rilis terkait tudingan ijazah palsu Jokowi yang digelar di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (7/11/2025).
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Asep Edi Suheri menjelaskan penetapan tersangka dibagi dalam dua klaster.
"Berdasarkan hasil penyidikan, kami menetapkan 8 orang sebagai tersangka yang kami bagi dalam dua klaster," ungkapnya.
Ada lima tersangka dalam klaster pertama adalah Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi, dan Muhammad Rizal Fadillah.
Dalam klaster kedua ditetapkan tiga tersangka Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianpiar, dan Tifauzia Tyassuma.
(Tribunnews.com/Deni/Reynas)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.