Sabtu, 22 November 2025

UU MD3 Digugat Agar Rakyat Bisa Pecat Anggota DPR, Formappi Bilang Sangat Masuk Akal

Seperti diketahui proses pemecatan anggota DPR tidak bisa dilakukan secara sembarangan.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
RAPAT PARIPURNA - Sejumlah Anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna Ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Sejumlah mahasiswa menggugat UU MD3 agar Anggota DPR yang tidak kompeten bisa dipecat rakyat
  • Seperti diketahui proses pemecatan anggota DPR tidak bisa dilakukan secara sembarangan
  • Hanya partai politik melalui MKD DPR yang bisa memecat Anggota DPR
  • Lembaga Formappi mendukung sikap mahasiswa karena dianggap logis

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai gugatan uji materi Undang-Undang tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK), yang meminta agar rakyat dapat memberhentikan anggota DPR RI sangat masuk akal.

"Secara logis tuntutan agar rakyat punya peluang yang sama dengan parpol (partai politik) dalam hal mengusulkan pemberhentian anggota DPR. Itu sangat masuk akal," kata Lucius kepada Tribunnews.com, Jumat (21/11/2025).

Seperti diketahui proses pemecatan anggota DPR tidak bisa dilakukan secara sembarangan.

Hanya partai politik pengusung dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang memiliki kewenangan resmi untuk memberhentikan anggota DPR, sesuai mekanisme dalam Undang-Undang MD3.

Tuntutan Logis

Lucius mengatakan tuntutan tersebut sangat logis lantaran anggota dewan menduduki jabatan tersebut karena dipilih langsung oleh masyarakat.

"Oleh karena dipilih oleh rakyat atas dasar kepercayaan, sudah seharusnya ada ruang bagi rakyat untuk melakukan evaluasi, meninjau ulang pilihan mereka berdasarkan kinerja wakil rakyat yang mereka pilih," ujarnya. 

Ia berpandangan, masyarakat berhak untuk mengevaluasi apabila dalam masa jabatannya, anggota DPR tidak amanah. 

"Ruang evaluasi oleh rakyat sekaligus menjadi momentum untuk menentukan apakah seorang anggota DPR masih layak dipertahankan atau diberhentikan saja," ucap Lucius. 

Lucius menegaskan, ruang evaluasi tersebut juga bisa memberikan sumbangsih bagi partai politik untuk tidak merasa menjadi penguasa absolut atas anggota DPR. 

Melalui mekanisme tersebut, kata dia, partai politik dituntut untuk berbenah dalam proses kandidasi dan pengawasan terhadap anggotanya. 


"Jadi tak hanya kualitas representasi anggota yang akan jadi sasaran perubahan jika rakyat diberikan ruang untuk mengevaluasi anggota DPR, tetapi juga kualitas parpol itu sendiri," tegas Lucius. 


Dengan begitu, Lucius meyakini bahwa partai politik akan serius melakukan kaderisasi, kandidasi, pendidikan politik.


"Karena itu akan menjamin anggota DPR bisa bekerja sesuai harapan rakyat. Dalam kenyataan, parpol sekali tiga uang dengan anggota DPR. Mereka merasa punya kuasa mutlak pada anggota sehingga suara konstituen dianggap angin lalu saja," imbuhnya. 

Alasan Mahasiswa Gugat UU MD3

Untuk diketahui, dalam perkara nomor 199/PUU-XXIII/2025, lima mahasiswa, yakni Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna, menggugat Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3

Mereka mempersoalkan mekanisme pemberhentian anggota DPR yang sepenuhnya melalui Majelis Kehormatan Dewan (MKD) dan partai politik. 

Para pemohon menilai tidak adanya mekanisme pemberhentian oleh konstituen membuat kontrol publik terhadap wakilnya menjadi buntu. 

“Permohonan a quo… tidaklah berangkat dari kebencian terhadap DPR dan partai politik, melainkan sebagai bentuk kepedulian untuk berbenah,” ujar Ikhsan dalam sidang pendahuluan seperti dikutip dari Kompas.com.

Menurut para pemohon, selama ini partai politik justru kerap memberhentikan kader tanpa alasan jelas, namun mengabaikan desakan publik ketika seorang anggota DPR seharusnya diberhentikan. 

Mereka mencontohkan kasus nonaktifnya Ahmad Sahroni, Nafa Indria Urbach, Surya Utama (Uya Kuya), Eko Patrio, dan Adies Kadir yang dipicu tekanan publik tetapi tidak diproses sesuai mekanisme pemberhentian dalam UU MD3.

Menurut mereka, kondisi itu membuat suara rakyat hanya sebatas formalitas dalam pemilu. Dalam petitumnya, para mahasiswa memohon agar MK menyatakan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berlaku mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa pemberhentian anggota DPR dapat diusulkan oleh partai politik dan/atau konstituen.

Hakim Suhartoyo menutup sidang dengan menyampaikan bahwa permohonan akan dibahas dalam Rapat Permusyawaratan Hakim, untuk menentukan apakah perkara ini dapat diputus tanpa pemeriksaan lebih lanjut atau memerlukan sidang pembuktian.

 

 

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved