Sabtu, 22 November 2025

Sidang Kasus Pengadaan Lahan Pertamina, Saksi Ungkap Tanah 4,8 Hektare Dibeli Tanpa Sertifikat

Guntara mengaku dirinya tidak pernah dilibatkan dalam proses perencanaan, penetapan lokasi, hingga penentuan harga tanah di Pertamina.

Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
KORUPSI LAHAN PERTAMINA - Terdakwa Direktur Umum PT Pertamina periode 2012-2024 Luhur Budi Djatmiko di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (21/11/2025). Saksi sebut tanah 4,8 hektare dibeli tanpa sertifikat. 

Luhur Budi Djatmiko baru mengusulkan Kajian Investasi kepada Direksi PT Pertamina pada pada 27 November 2012.

Luhur Budi Djatmiko bersama-sama Gathot Harsono dan Hermawan mengarahkan PT Prodeva Dubels Synergy (PT PDS) melalui Firman Sagaf dan Nasirudin Mahmud untuk melakukan pengkajian lokasi lahan Rasuna Epicentrum secara Proforma, dengan memberikan bobot penilaian tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

Selain itu, terdakwa pun mengarahkan agar Laporan Akhir (Final Report) yang disusun Agus Mulyana pada 15 Juli 2013 dibuat backdate menjadi tanggal 29 November 2012. 

Tujuannya, agar seolah-olah pembelian lahan di Rasuna Epicentrum pada 12 Februari didasarkan pada laporan penilaian PT PDS.

Terdakwa Luhur Budi Djatmiko disebut juga bersama-sama Gathot Harsono dan Hermawan, menentukan sendiri lokasi Rasuna Epicentrum sebagai lokasi pembangunan kantor baru PT Pertamina tanpa kajian.

Terdakwa bersama Gathot dan Hermawan mengarahkan Kantor Jasa Penilai Publik Firman Suryantoro Sugeng Suzy Hartono & Rekan (KJPP Fast) melalui Firman Sagaf untuk menyusun laporan Penilaian Lahan Rasuna Epicentrum, dengan kondisi seolah-olah free and clear dengan merekomendasikan harga Rp 35.566.797,39 per meter persegi.

Kemudian rekomendasi tersebut disetujui Direksi PT Pertamina dengan harga Rp 35.000.000,00 per meter persegi. 

Selain itu, mereka mengarahkan agar Laporan Akhir KJPP Fast dibuat seolah-olah tertanggal 7 Maret 2013 padahal Laporan Akhir KJPP Fast sebenarnya diterima tanggal 26 September 2013.

Selanjutnya terdakwa menandatangani Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB) untuk lahan Lot 11A dan 19 dengan Agus Jayadi Alwie dan Agustinus Wawan Dwi Guratno (Alm) pihak PT Superwish Perkasa, meskipun lahan Lot 11A dan 19 tidak dalam kondisi free and clear.

Lalu terdakwa menandatangani PPJB untuk lahan Lot 9 dan 10 dengan Agus Jayadi Alwie dan Agustinus Wawan Dwi Guratno (Alm) pihak PT Bakrie Swasakti Utama, meskipun lahan Lot 9 dan 10 tidak dalam kondisi free and clear.

Terdakwa Luhur Budi Djatmiko pun disebut menyetujui tagihan pembayaran lahan di luar jalan MHT yang melebihi nilai wajar tanah ke PT Bakrie Swasakti Utama dan PT Superwish Perkasa sebesar Rp 1.682.035.000.000,00 untuk tanah yang tidak dalam kondisi free and clear.

Atas perbuatannya terdakwa dianggap memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu Korporasi PT Bakrie Swastika Utama dan PT Superwish Perkasa sebesar Rp 348.691.016.976.

Akibat dari praktik lancung tersebut negara mengalami kerugian Rp 348.691.016.976 sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Perhitungan Kerugian Negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).

Atas perbuatannya jaksa mendakwa Luhur Budi Djatmiko melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved