Ijazah Jokowi
Dua Kuasa Hukum Roy Suryo Singgung Arsul Sani, Kompak Desak Jokowi Tunjukkan Ijazah
Dua kuasa hukum Roy Suryo, Ahmad Khozinudin dan Denny Indrayana, kompak singgung nama Arsul Sani dan desak Jokowi untuk menunjukkan ijazah.
Ringkasan Berita:
- Kasus tudingan ijazah palsu Jokowi membuat nama Roy Suryo beserta tujuh orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya, Jumat (7/11/2025) lalu.
- Di tengah bergulirnya kasus ijazah Jokowi, muncul sikap Hakim MK Arsul Sani yang bersedia menunjukkan ijazah S3-nya ketika dituding menggunakan ijazah doktor palsu.
- Dua kuasa hukum Roy Suryo, Ahmad Khozinudin dan Denny Indrayana, kompak singgung nama Arsul Sani dan mendesak Jokowi untuk memperlihatkan ijazah.
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Menteri Hukum dan HAM RI (Wamenkumham) periode 2014-2019 Denny Indrayana menyinggung nama Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani kala menanggapi polemik keabsahan ijazah Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang tak berkesudahan.
Adapun kasus tudingan ijazah palsu Jokowi membuat nama pakar telematika Roy Suryo beserta tujuh orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya pada Jumat (7/11/2025) lalu.
Sementara, Denny Indrayana telah menyatakan dirinya bergabung ke tim kuasa hukum Roy Suryo cs setelah eks Menteri Pemuda dan Olahraga RI itu menjalani pemeriksaan pertama sebagai tersangka pada Kamis (13/11/2025) bersama ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar dan Dokter Tifauzia Tyassuma.
Pernyataan tersebut disampaikan Denny lewat unggahan video di akun media sosial X (dulu Twitter), @dennyindrayana, Jumat (14/11/2025).
Terkait polemik ijazah Jokowi, Denny pun meminta Jokowi untuk menunjukkan ijazahnya, sebagaimana yang dilakukan Arsul Sani saat menghadapi tudingan ijazah palsu.
Apalagi, Arsul Sani terbilang gercep alias cepat tanggap dan tidak membiarkan tudingan ijazah palsu itu berlarut-larut.
Menurut Denny, perkara ini seharusnya diselesaikan melalui pendekatan di luar ruang sidang/pengadilan alias non-litigasi, bukan lewat hukum pidana.
Lebih lanjut, kata dia, cara yang paling tepat dalam pendekatan tersebut adalah dengan menunjukkan ijazah.
Denny menilai, meski ranah pidana dapat menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan suatu perkara, tetapi jangan dengan mudah dipakai untuk kasus yang seharusnya bisa dirampungkan lewat mekanisme non-pidana, seperti kasus ijazah ayah Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka ini.
"Kalau pendekatannya sebenarnya lebih ke arah non-litigasi, menyelesaikan dengan menunjukkan ijazah aslinya," tutur Denny Indrayana, saat menjadi narasumber dalam program Apa Kabar Indonesia Malam yang tayang di kanal YouTube tvOneNews, Jumat (21/11/2025).
"Salah satu yang paling baik penting dari perkara ini adalah bagaimana sebenarnya Pak Jokowi menunjukkan ijazah aslinya, diverifikasi, ada mediator yang menilai itu dan kemudian kita sama-sama bisa menuntaskan persoalan yang sudah terlalu lama menarik energi bangsa ini," tambahnya.
Baca juga: Tudingan Ijazah Palsu: jika Roy Suryo cs Bersedia Mediasi, Jokowi yang Terkesan Akan Jadi Protagonis
"Pak Arsul Sani misalnya dengan mudah menunjukkan ijazah S3-nya dan tidak mengambil langkah hukum pidana," lanjutnya.
Denny pun memuji Arsul Sani sebagai sosok negarawan yang bijak karena memilih untuk menunjukkan ijazahnya.
Denny menilai, dengan membawa perkara ijazah ini ke ranah pidana, publik justru semakin mempertanyakan alasan Jokowi yang enggan memperlihatkan dokumen pendidikannya itu.
"Saya merasa itu langkah yang lebih bijak, langkah yang lebih negarawan ketimbang membawa kasus ini ke ranah pidana yang sama sekali tidak menyelesaikan masalah juga dan justru membuat orang makin bertanya-tanya kenapa Pak Jokowi menyembunyikan keaslian ijazahnya," tutur Denny.
Kuasa Hukum Roy Suryo Kedua yang Singgung Arsul Sani
Denny Indrayana menjadi anggota kuasa hukum Roy Suryo kedua yang menyinggung nama Arsul Sani terkait perkara keabsahan ijazah Jokowi.
Sebelumnya, ada Ahmad Khozinudin yang menilai Arsul Sani sebagai contoh yang baik sebagai seorang negarawan ketika publik mempertanyakan keabsahan riwayat pendidikannya.
Apalagi, menurut Ahmad, Arsul Sani bersikap legawa untuk menunjukkan ijazah meski tidak memiliki kewajiban hukum.
"Padahal, pada saat yang bersamaan seorang hakim Mahkamah Konstitusi, Pak Arsul Sani, itu telah memberikan contoh teladan yang sangat apik sekali ya," kata Ahmad, dalam program Kompas Petang yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Rabu (19/11/2025).
"Sikap seorang negarawan, yang terlepas tidak ada kewajiban hukum bagi Pak Arsul Sani untuk menunjukkan itu [ijazah] dan mungkin publik tidak ada hak juga menuntut untuk ditunjukkan [ijazahnya]," tambahnya.
"Tetapi hakim Mahkamah Konstitusi dengan legowo memberikan teladan yang baik, sehingga persoalan itu tidak perlu menguras energi anak bangsa dan tidak perlu melibatkan PSI untuk nimbrung di kasusnya Pak Arsul Sani begitu," lanjut Ahmad sembari menyentil PSI.
Ahmad lalu menyebut cara Jokowi meyakinkan publik bahwa ijazahnya asli itu salah.
Sebab, Jokowi justru memilih untuk menyeret warga yang vokal dan kritis meneliti keabsahan ijazahnya ke ranah hukum pidana.
"Sehingga, cara yang ditempuh saudara Joko Widodo inilah yang keliru begitu," tutur Ahmad.
"Ingin meyakinkan publik ijazah Saudara Joko Widodo asli, tapi caranya dengan memenjarakan rakyatnya, memenjarakan anak bangsa yang berusaha menggunakan nalar kritis untuk meneliti," tandasnya.
Sama-sama Kena Tudingan Ijazah Palsu, Arsul Sani Punya Sikap Berbeda Dibandingkan Jokowi
Jokowi dan Arsul Sani sama-sama terkena tudingan ijazah palsu.
Polemik tudingan ijazah palsu terhadap Jokowi sudah bergulir sejak 2022 ketika Bambang Tri Mulyono mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan nomor perkara 592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Dalam gugatannya, Bambang meminta PN Jakarta Pusat untuk menyatakan Presiden Joko Widodo melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) dengan membuat keterangan tidak benar dan/atau menyerahkan dokumen palsu berupa ijazah SD, SMP, dan SMA atas namanya.
Akan tetapi, di tengah jalan Bambang terpaksa mencabut gugatannya pada 27 Oktober 2022 lantaran kesulitan dalam proses pembuktian, setelah ditahan oleh Bareskrim Polri sejak 14 Oktober 2022 atas dugaan ujaran kebencian.
Lalu, ada sidang sengketa informasi tentang ijazah Jokowi yang bergulir di level Komisi Informasi Pusat (KIP), dengan sidang terbarunya yang digelar pada Senin (17/11/2025).
Dalam sidang sengketa KIP tersebut, justru terungkap sejumlah kontroversi, misalnya:
- Arsip pencalonan Jokowi saat maju sebagai Wali Kota Solo telah dimusnahkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surakarta hanya dalam waktu satu tahun.
- Pernyataan bahwa Universitas Gadjah Mada (UGM) tidak memiliki dokumen kartu rencana studi (KRS) maupun laporan kuliah kerja nyata (KKN) atas nama Jokowi.
Hingga kini berbagai kasus hukum terkait ijazah Jokowi merebak.
Dengan perkara terbarunya adalah penetapan Roy Suryo bersama tujuh orang lainnya sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya pada Jumat (7/11/2025) atas laporan Jokowi terkait pencemaran nama baik/fitnah dan sejumlah relawan lain terkait penghasutan.
Meski kasus sudah bergulir lebih dari tiga tahun, Jokowi sama sekali belum pernah menunjukkan bukti ijazahnya, khususnya ijazah kuliah S1 Fakultas Kehutanan UGM, kepada publik.
Sementara itu, Arsul Sani hendak dilaporkan kepada Bareskrim Polri oleh Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi karena dugaan penggunaan ijazah doktor palsu pada Jumat (14/11/2025).
Namun, tak perlu menunggu sampai berlarut-larut, Arsul menunjukkan ijazah asli hingga foto wisuda pencapaian gelar doktoralnya untuk menjawab tuduhan ijazah palsu.
Arsul juga bercerita disertasi yang ia tulis untuk memperoleh gelar doktoralnya.
“Saya menulis disertasi yang berjudul ‘Reexamining The Considerations of National Security Interest and Human Rights Protection in Counterterrorism Legal Policy: A Case Study on Indonesia with Focus on Post-Bali Bombings Development. Disertasinya ada ini,” ujar Arsul dalam konferensi pers di Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin (17/11/2025), dikutip dari Kompas.com.
Arsul menjelaskan gelar doktor ini ia dapatkan dari Collegium Humanum atau Warsawa Management University, sebuah universitas swasta di Polandia pada 2020.
Saat itu Arsul tidak bisa mengikuti perkuliahan di kampus karena sedang terjadi pandemi global Covid-19.
Sementara itu, sebagian kredit perkuliahan sudah didapatkan oleh Arsul dari proses pendidikannya yang sebelumnya.
Arsul mengatakan sebenarnya, sejak tahun 2011 ia sudah berupaya untuk mengambil dan menyelesaikan pendidikan jenjang doktoral dengan berkuliah di Glasgow Caledonian University (GCU).
Namun, karena sejumlah kesibukan, pembelajaran di universitas di Skotlandia ini tidak selesai hingga batas maksimalnya di tahun 2017/2018.
Meski tidak berhasil mendapatkan gelar doktor, Arsul tetap menerima gelar magister karena telah menyelesaikan sejumlah studi dan mendapatkan kredit yang dibutuhkan.
Pada tahun 2020, Arsul melanjutkan studinya secara online dan akhirnya mengikuti wisuda secara offline pada tahun 2023.
“Baru pada Maret 2023, kira-kira bulan Februari-nya, saya diberitahu bahwa akan ada wisuda doktoral di Warsawa sana, di gedung yang jaraknya tidak jauh dari kampus,” lanjut Arsul.
Dalam konferensi pers tersebut, Arsul juga menunjukkan sejumlah foto wisudanya yang dihadiri oleh sang istri serta Duta Besar Indonesia untuk Polandia saat itu, Anita Lidya Luhulima.
Arsul mengatakan saat itu ia juga langsung meminta legalisasi ijazah karena harus segera pulang ke Indonesia.
“Di sana diberikan ijazah asli itu. Kemudian, setelah selesai wisuda karena saya dalam 2-3 hari itu mau balik ke Indonesia, maka ijazah itu saya copy, malah dibantu copy oleh KBRI dan kemudian saya legalisasi. Ini asli dari KBRI, dari Warsawa,” kata Arsul.
(Tribunnews.com/Rizki A.) (Kompas.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.