KPK Spill Dugaan Korupsi di BPKH: Soroti Katering, Transportasi hingga Penginapan Jemaah Haji
KPK membuka sedikit tabir (spill) terkait materi penyelidikan dugaan korupsi yang melibatkan Badan Pengelola Keuangan Haji.
Ringkasan Berita:
- KPK membuka tabir materi penyelidikan dugaan korupsi yang melibatkan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)
- Dugaan korupsi di BPKH menyangkut tiga hal yakni soal penginapan, katering, dan transportasi haji
- Dalam penyelidikannya, KPK mengajak publik untuk membandingkan biaya dan fasilitas haji Indonesia dengan negara tetangga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai membuka sedikit tabir (spill) terkait materi penyelidikan dugaan korupsi yang melibatkan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Berbeda dengan kasus jual beli kuota haji, penyelidikan ini menyoroti ketimpangan antara biaya tinggi yang dikeluarkan dengan kualitas layanan yang diterima jemaah di Arab Saudi.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa meski kasus ini masih dalam tahap penyelidikan (lidik) namun fokus utamanya adalah pada pengadaan fasilitas krusial bagi jemaah selama di Tanah Suci.
"Nah, spill sedikit lah ya. Pelaksanaan haji itu menyangkut pengadaan tempat tinggal, katering makannya di sana, hingga transportasi," kata Asep Guntur dalam keterangannya dikutip Sabtu (22/11/2025).
BPKH merupakan lembaga publik yang bertugas mengelola seluruh keuangan haji di Indonesia.
Sumber dana BPKH berasal dari setoran jemaah haji, nilai manfaat serta sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Selama ini dana haji ditempatkan BPKH dalam instrumen keuangan syariah, seperti surat berharga syariah, emas, dan investasi luar negeri.
Asep memerinci tiga sektor utama yang kini sedang ditelisik mendalam oleh tim penyelidik KPK:
1. Penginapan (Akomodasi): KPK menyoroti lokasi hotel jemaah Indonesia yang kerap kali jauh dari Masjidil Haram, padahal biaya yang dianggarkan sangat besar.
Asep menekankan istilah "penginapan" sebagai fokus layanan, bukan sekadar tempat tinggal.
2. Katering: Pengadaan konsumsi harian bagi jemaah selama musim haji.
3. Transportasi: Layanan bus untuk mobilitas jemaah, termasuk perjalanan wukuf di Arafah dan layanan antar-jemput harian dari penginapan ke Masjidil Haram.
Menurut Asep paling tidak kasus dugaan korupsi ini menyangkut tiga hal yang disebutkan di atas.
"Yakni penginapan, katering, dan transportasi selama di sana," jelas Asep.
Dugaan bidding vendor
Selain itu, KPK mencurigai adanya permainan dalam proses lelang (bidding) vendor di Arab Saudi.
Asep mencontohkan fenomena aneh di mana Indonesia bersaing dengan negara lain seperti Malaysia, Singapura, hingga Brunei Darussalam untuk mendapatkan fasilitas terbaik.
Namun, KPK menemukan indikasi bahwa uang yang dikeluarkan Indonesia sangat besar, tetapi fasilitas yang dimenangkan dalam lelang justru berkualitas rendah.
"Masing-masing negara ini kan berebut, nawar (bidding) di sana. Makin dekat ke Masjidil Haram makin mahal. Nah pertanyaannya, dengan biaya yang lebih mahal, kenapa tempat tinggalnya lebih jauh? Itu yang jadi kedalaman (penyelidikan)," ungkap Asep.
KPK menduga ada selisih yang tidak wajar dalam proses tersebut.
"Jangan sampai di sini uang yang disediakan besar, tapi ternyata di sana pada saat dilakukan bidding, nanti pemenang lelangnya justru menang yang paling jelek. Harganya malah tinggi, sebagiannya ke mana? Itu yang sedang kita dalami," tegasnya.
Kondisi transportasi jadi sorotan
Asep juga menyoroti kondisi fisik transportasi yang diterima jemaah, seperti kondisi bus dan pendingin udara (AC) yang kerap dikeluhkan, padahal anggaran yang digelontorkan semestinya menjamin kenyamanan.
Dalam penyelidikannya, KPK mengajak publik untuk membandingkan biaya dan fasilitas haji Indonesia dengan negara tetangga.
"Silakan dicek. Di Brunei Darussalam berapa puluh juta? Singapura, Malaysia berapa? Silakan rekan-rekan bandingkan. Ternyata kalau yang dibayar mereka lebih murah tapi pelayanannya lebih bagus, patut dipertanyakan. Mengapa bisa demikian?" tutur Asep.
Lebih lanjut, Asep menegaskan bahwa penegakan hukum ini bertujuan agar prinsip "ada uang, ada barang" berlaku dalam penyelenggaraan haji.
Penindakan korupsi harus berdampak langsung pada perbaikan layanan bagi jemaah.
"Kita berharap upaya penegakan hukum ini memperbaiki layanan. Uang yang dikeluarkan dengan layanan itu sebanding. Jangan sampai uangnya lebih mahal tapi layanannya tidak sepadan," sebutnya.
Perkara terpisah dari kasus kuota haji
KPK memastikan penyelidikan di BPKH ini merupakan perkara yang terpisah dari penyidikan dugaan korupsi kuota haji yang menyeret pejabat Kementerian Agama (Kemenag).
Jika kasus Kemenag berfokus pada manipulasi pembagian kuota haji reguler ke haji khusus.
Maka kasus BPKH berfokus pada pengelolaan dana kemaslahatan umat dan pengadaan fasilitas di Arab Saudi.
Sebelumnya, Kepala Badan Pelaksana BPKH, Fadlul Imansyah, telah menyatakan menghormati langkah KPK dan memastikan pengelolaan dana haji tetap aman dan profesional di tengah proses hukum yang berjalan.
Sumber: Tribunnews.com
| Kejagung Belum Limpahkan Kasus Petral ke KPK, Penyidik Masih Bergerak Lakukan Pemeriksaan |
|
|---|
| DPR Respons Langkah KPK Kembalikan Rp 883 Miliar Uang Rampasan Kasus Taspen: Ini Harus Jadi Standar |
|
|---|
| Kejagung Ungkap Fakta Baru Skandal Petral, Jejak Riza Chalid Kian Menguat |
|
|---|
| Bukan Sekadar Pamer, Ini Alasan KPK Tampilkan Gunungan Uang Rp 300 Miliar Kasus Korupsi Taspen |
|
|---|
| Pengusutan Korupsi Gedung Pemkab Lamongan Alot, KPK Akui Masih Terganjal Kerugian Negara |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.