Kamis, 21 Agustus 2025

Tim Bentukan Mahfud MD Sarankan Bikin Pengadilan Khusus Agraria dan SDA 

Tim Percepatan Reformasi Hukum bentukan Mahfud MD telah menyerahkan Laporan Rekomendasi Agenda Percepatan Reformasi Hukum kepada Presiden Joko Widodo.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Choirul Arifin
Tribunnews/Gta
Anggota Tim Pokja 2 Prof Abrar Saleng di acara konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam RI di Jakarta, Jumat (15/9/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Percepatan Reformasi Hukum yang dibentuk Menko Polhukam Mahfud MD berdasarkan SK Nomor 63 Tahun 2023 telah menyerahkan Laporan Rekomendasi Agenda Percepatan Reformasi Hukum kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara Bogor, Kamis (15/9/2023).

Berdasarkan salinan dokumen resmi yang diunggah di laman resmi Kemenko Polhukam RI, polkam.go id, Tim Kelompok Kerja (Pokja) Reformasi Hukum Sektor Agraria dan Sumber Daya Alam (SDA) atau Pokja 2 yang merupakan bagian dari Tim Percepatan Reformasi Hukum tersebut menyarankan setidaknya delapan poin.

Pertama, tim menyarankan percepatan penyelesaian pembuatan dan prosedur penggunaan "Satu Peta" sebagai rujukan data utama untuk pencegahan dan penyelesaian konflik serta perencanaan pengelolaan SDA.

Kedua, Tim menyarankan percepatan pengakuan dan atau pemulihan hak-hak masyarakat hukum adat atas wilayahnya di dalam dan luar kawasan hutan, termasuk wilayah perairan, pesisir serta pulau-pulau kecil serta percepatan pengesahan RUU masyarakat Hukum Adat.

"Ketiga, pembentukan Satgas Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan SDA dan penyiapan pengadilan khusus Agraria dan SDA," kata Anggota Tim Pokja 2 Prof Abrar Saleng saat konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam RI Jakarta pada Jumat (15/9/2023).

Ia menjelaskan penyelesaian konflik agraria dan SDA mencakup penyelesaian lima jenis konflik.

Pertama, konflik penguasaan atau pemanfaatan tanah antara masyarakat dengan PTPN. Kedua, konflik penguasaan tanah masyarakat dalam kawasan hutan.

Ketiga, konflik penguasaan tanah atau wilayah Masyarakat Hukum Adat atau Masyarakat Adat (MHA/MA). Keempat, konflik terkait tanah yang telah diberikan kepada transmigran.

Baca juga: Panja Mafia Tanah DPR Minta Kapolri Evaluasi Penanganan Konflik Agraria di Riau

"Kelima, penyelesaian masalah penguasaan lahan tambang dan tanah ulayat di wilayah IKN. Ini juga, ada informasi bahwa akan ada pencabutan sekian jumlah IUP yang ada di sana, dalam rangka pembangunan IKN," kata dia.

"Kemudian perlu juga ada perlindungan terutama anak-anak yang mati dalam lubang tambang, terutama di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan," sambung dia.

Keempat, Tim merekomendasikan Pembentukan Satgas Pemberantasan Mafia Tanah dan Korupsi SDA yang bertanggung jawab kepada Presiden dengan fungsi melakukan kajian, identifikasi kasus dan agenda penyelesaiannya.

Baca juga: Picu Konflik Agraria, KPK Temukan 8,3 Juta Hektar Lahan HGU Belum Terpetakan

Satgas itu ditujukan untuk penyelamatan dan pengoptimalan penerimaan negara dari ekspor minerba termasuk melalui pencabutan izin pertambangan yang bertentangan dengan peraturan, dan penghentian tambang ilegal serta melakukan penegakan hukum lainnya, dan pencabutan PP 26/2023 mengenai Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut yang membahayakan ekosistem laut dan kehidupan nelayan tradisional

"Rekomendasi kelima adalah, peningkatan perlindungan pembela HAM dan Lingkungan melalui penerbitan perangkat aturan di Kepolisian dan KLHK," kata dia.

Rekomendasi keenam adalah penguatan akuntabilitas kelembagaan dan penerapan peraturan dengan memastikan tujuh hal.

Baca juga: Pemerintah Diminta Kembalikan Roh Kebijakan Satu Peta untuk Selesaikan Konflik Agraria

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan