Alasan Dinas Pendidikan Surabaya Adakan Ekstrakurikuler Mobile Legend di SD dan SMP, Beda dari Jabar
Beda dari Jawa Barat, Dinas Pendidikan Surabaya di Jawa Timur, ingin menjadikan game Mobile Legends (ML) sebagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.
Penulis:
Nina Yuniar
Editor:
Garudea Prabawati
Nantinya, mereka dapat mengimplementasikan ke dalam ML untuk belajar nilai strategis dan etika digital.
Yusuf menjelaskan bahwa semua terbuka peluang mengintegrasikan materi e-sport dan ML ke dalam berbagai bidang studi.
Baca juga: Alasan Bupati Jombang Wajibkan Calon Pengantin untuk Tanam Pohon Sebelum Nikah
Menurut Yusuf, hal ini merupakan tantangan yang akan bergantung pada pendekatan dan kreativitas guru.
Yusuf juga mengaku akan bekerja sama dengan komunitas e-sport dan pelatih profesional.
Pelatihan ML dilakukan secara bertahap, dimulai dari sekolah-sekolah percontohan di beberapa wilayah.
Rencana memasukkan game Mobile Legends ke dalam kurikulum ekstrakurikuler inipun mendapat sambutan positif Ketua Komisi D DPRD Surabaya dr Akmarawita Kadir.
"Memang tidak bisa dipungkiri hidup di era digital sekarang. Namun yang perlu mendapat perhatian selain pendamping yang mengarahkan adalah kesinambungan. Saat mereka melanjutkan ke jenjang SMA," ujar Akma.
Bagaimana pula, dengan daya konversi game ML yang masuk kurikulum ekstrakurikuler bisa menjadi pengembangan daya kreativitas dan inovasi anak, serta tidak hanya semata-mata permainan tanpa bernilai edukatif kepada siswa.
Beda Nasib
Sementara itu, di Jawa Barat (Jabar), siswa yang kecanduan bermain ML, bisa-bisa dikirim ke barak militer untuk mengikuti pendidikan berkarakter.
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi memaparkan kriteria siswa nakal yang akan menjalani pendidikan militer di markas TNI.
"Tukang tawuran, tukang mabuk, tukang main Mobile Legends. Yang kalau malam kemudian bangunnya mau sore," tutur Dedi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (29/4/2025), dilansir Kompas.com.
Selain itu, Dedi Mulyadi mengatakan bahwa anak-anak nakal yang akan masuk ke barak adalah mereka yang suka melawan orang tua dan melakukan pengancaman.
Kemudian, anak-anak tersebut juga sering membuat ribut di sekolahnya masing-masing.
"Bolos terus. Dari rumah berangkat ke sekolah. Ke sekolah enggak nyampe," sebut Dedi Mulyadi.
"Kan kita semua dulu pernah gitu ya?" imbuh pria yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) itu sambil tertawa.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.