Kamis, 25 September 2025

Mahasiswa Pecinta Alam UI Jelajahi Gunung Patah Selama 13 Hari

Gunung Patah bukan hanya barisan hutan belantara, melainkan ruang yang menyimpan ikatan dengan leluhur dan terus dijaga melalui ritual. 

Ist
KEKAYAAN ALAM RI - Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) memilih Gunung Patah sebagai sasaran eksplorasi pada program Satria Hutan Indonesia (SHI) 2025 selama 13 hari. (istimewa). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gunung Patah merupakan gunung berapi nonaktif yang menjulang setinggi 2.853 meter di atas permukaan laut (mdpl) di perbatasan Provinsi Bengkulu dan Provinsi Sumatera Selatan. 

Terletak di provinsi yang didominasi tutupan vegetasi rapat, kawasan Gunung Patah masih tertutup alami oleh rimbunnya pepohonan. 

Dengan tutupan vegetasi tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan setidaknya ada lebih dari 100 jenis tumbuhan yang tumbuh di gunung ini. 

Meski jarang terdengar namanya, Gunung Patah menyimpan kekayaan ekologis dan lanskap geologis yang memukau.

Selain ekologinya yang kaya, cerita adat yang diwariskan dan dijaga turun-temurun oleh masyarakat setempat juga menjadi daya tarik yang unik.  

Atas kekayaan alam itu, Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) memilih  Gunung Patah sebagai sasaran eksplorasi pada program Satria Hutan Indonesia (SHI) 2025 selama 13 hari.

“Perjalanan ini diikuti oleh 24 calon anggota dan 18 anggota Mapala UI,” kata Ketua Mapala UI, Aldes Alfarizi dalam keterangannya, Selasa (23/9/2025).

Dengan rute melintasi perbatasan provinsi, berangkat dari Desa Manau Sembilan II, Provinsi Bengkulu dan turun melalui jalur Kance Diwe di Kota Pagar Alam, Provinsi Sumatera Selatan.

Dengan mengangkat tema ‘Kenali Hutan, Jaga Kehidupan’, Tim Satria Hutan Indonesia mengamini bahwa perjalanan ini tidak hanya sekadar pendakian menuju puncak, tetapi juga menjadi ruang pertemuan antara manusia, alam, dan budaya. 

Bagi masyarakat Desa Manau Sembilan, Gunung Patah bukan hanya barisan hutan belantara, melainkan ruang yang menyimpan ikatan dengan leluhur dan terus dijaga melalui ritual. 

Sehari sebelum tim menjejakkan kaki di hutan, Tim Satria Hutan Indonesia diajak untuk berziarah ke makam puyang, tokoh yang dipercaya sebagai penyebar agama islam di sekitar Desa Manau Sembilan.

Menurut Pak Haji Dul Samat, tetua wilayah Desa Manau Sembilan, prosesi ini dilakukan sebagai penghormatan dan permohonan restu.

Dalam prosesi tersebut, tim diminta untuk menyiapkan segelas kopi tanpa gula, segelas teh, juga sepiring nasi lengkap dengan sambal dan telur ayam yang sudah direbus matang. 

Bagi masyarakat Desa Manau Sembilan, ritual ini adalah bentuk etika yang harus terus dijaga secara turun-temurun. 

“Biasanya kalau ada yang mau melakukan pendakian dari Desa Manau Sembilan, kami selalu minta restu dari puyang dahulu sebelum berangkat. Supaya perjalanan selamat sampai pulang,” kata Pak Haji. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan