Mahasiswa Pecinta Alam UI Jelajahi Gunung Patah Selama 13 Hari
Gunung Patah bukan hanya barisan hutan belantara, melainkan ruang yang menyimpan ikatan dengan leluhur dan terus dijaga melalui ritual.
Penulis:
Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor:
Malvyandie Haryadi
Doa-doa yang dilantunkan, kemenyan yang dibakar, serta suasana hening saat itu menjadi pengantar langkah perjalanan. Bagi tim Satria Hutan Indonesia, prosesi ini menjadi pengingat bahwa hutan menyimpan keyakinan dan nilai-nilai yang harus dihormati.
Menembus Jalur Sunyi Manau Sembilan
Langkah demi langkah diawali pada tanggal 5 Agustus 2025, ketika tim mulai memasuki jalur di dalam rimbunnya hutan.
Jalur dengan panjang kurang lebih 45 kilometer menuju puncak ini dikenal sebagai salah satu jalur terpanjang di Sumatra, dengan estimasi normal memakan waktu 8 - 10 hari perjalanan.
Memasuki rimbunnya hutan, medan menghadirkan tantangan: tanah basah, akar-akar menjalar, pohon tumbang yang menutup jalan, hingga pacet dan lebah yang menemani langkah. Selain medan, cuaca juga menghadirkan serangkaian “hadiah” untuk kami.
Hujan deras turun siang-malam selama hampir setiap hari perjalanan dan menambah berat langkah tim pendakian.
Namun, dibalik itu semua, hutan yang vegetasinya masih tertutup rapat ini juga menghadirkan kejutan yang sangat berharga.
Tim Satria Hutan Indonesia beruntung karena bisa menyaksikan secara langsung keindahan Burung Rangkong, burung ikonik dengan paruh besar yang populasinya semakin menurun.
Pemandangan langka ini menjadi hadiah tak ternilai bagi Tim Satria Hutan Indonesia dan menegaskan bahwa kawasan Hutan Lindung Raja Mendara, Bengkulu, adalah habitat yang terjaga bagi burung eksotis yang keberadaannya semakin langka.
Setelah dikejutkan dengan pemandangan Burung Rangkong, kejutan lain turut datang menghampiri Tim Satria Hutan Indonesia.
Pada ketinggian sekitar 1.987 - 2.000 mdpl, tim menemukan susunan tulang hewan yang cukup besar dan tersusun rapi.
Berdasarkan observasi awal yang kami lakukan di lokasi ditemukannya tulang belulang tersebut-struktur, ukuran, serta rupa bentuknya mengindikasikan bahwa tulang ini merupakan tulang gajah.
Meskipun demikian, berdasarkan data yang ditemukan, populasi gajah di bengkulu saat ini hanya berpusat di wilayah Seblat, Bengkulu Utara. Juga mengingat preferensi habitat gajah yang cenderung terletak di dataran rendah yang luas, membuat kemungkinan perjumpaan tulang gajah di ketinggian tersebut menjadi relatif kecil.
Oleh karena itu, dugaan tersebut perlu diverifikasi lebih lanjut oleh para ahli. Terlepas dari itu semua, penemuan tulang ini meninggalkan pertanyaan besar bagi Tim SHI.
Tulang apa ini sebetulnya? Bagaimana bisa tulang sebesar tubuh manusia tersebut bisa sampai ke ketinggian 2.000 mdpl?
Kemendiktisaintek Salurkan Hibah Pengabdian Masyarakat untuk Perguruan Tinggi Latih IoT ke Guru SMK |
![]() |
---|
Mahasiswa dari 27 Kampus Adu Inovasi Logistik, ITB Raih Juara Pertama |
![]() |
---|
Rocky Gerung Tempa Mahasiswa 50 Kampus di Riau, Cari Solusi Hadapi Krisis Lingkungan |
![]() |
---|
3 Jalur Seleksi Masuk PTN 2026, Cek Kuota, Syarat, dan Jadwalnya |
![]() |
---|
Ini Dia Daftar Pemenang Energy Debate Championship Pertamina Goes to Campus 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.