Kamis, 6 November 2025

Maggot, Biogas, PLTS, dan Asa dari Desa Energi Berdikari Sobokerto

Kisah warga Dusun Jatisari, Desa Sobokerto membangun ekonomi sirkular lewat maggot, biogas, dan PLTS bersama DEB UNS dan Pertamina.

|
Penulis: Sri Juliati
Editor: Nuryanti
Tribunnews.com/Sri Juliati
BUDIDAYA MAGGOT - Dua anggota Pokdakan Tunas Muda Sejahtera menunjukkan maggot yang dibudidayakan Rumah Budidaya Maggot di Dusun Jatisari RT 1/RW 1 Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Minggu (12/10/2025). Simak kisah warga Dusun Jatisari, Desa Sobokerto dalam membangun ekonomi sirkular lewat maggot, biogas, dan PLTS bersama DEB UNS dan Pertamina. 

TRIBUNNEWS.COM - Pagi itu, aroma tanah basah masih menempel di udara Dusun Jatisari, Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali. Jarum jam hendak menuju angka sembilan, tapi kesibukan sudah tampak di sebuah kandang berukuran 3x8 meter.

Agung Budi Cahyono adalah sosok yang pertama kali datang ke kandang tersebut. Rupanya, itu adalah kandang budidaya maggot atau larva lalat Black Soldier Fly (Hermetia illucens).

Setibanya di sana, warga RT 1 RW 1 itu menuangkan sampah sisa makanan yang dibawanya sejak tadi ke dalam ember berkelir hijau. Bau asam pun menusuk pelan.

Tak lama, Sri Prihatin bersama sang suami datang menyusul. Tak perlu menunggu komando, Prihatin langsung ikut bergerak. Tangannya dengan cekatan melihat satu per satu kotak biopond yang menjadi tempat pembesaran maggot.

Ibu dua anak itu lantas menaburkan sisa sayuran, ampas kelapa, kulit buah, hingga sisa lobster. Tak butuh waktu lama, maggot-maggot itu menggeliat, bergerak cepat memenuhi permukaan sisa makanan, melahap setiap potongan sayur yang baru saja ditaburkan Prihatin.

"Mereka (maggot) itu senang sekali kalau dapat sisa-sisa makanan seperti ini, pasti cepat gemuk," ujar Prihatin sembari tertawa lepas saat ditemui Tribunnews.com, Minggu (12/10/2025).

lihat fotoBUDIDAYA MAGGOT - Anggota Pokdakan Tunas Muda Sejahtera, Sri Prihatin saat ditemui di Rumah Budidaya Maggot di Dusun Jatisari RT 1/RW 1 Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Minggu (12/10/2025).
BUDIDAYA MAGGOT - Anggota Pokdakan Tunas Muda Sejahtera, Sri Prihatin saat ditemui di Rumah Budidaya Maggot di Dusun Jatisari RT 1/RW 1 Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Minggu (12/10/2025).

Bagi sebagian orang, pemandangan di atas mungkin menjijikkan. Namun bagi Prihatin, Budi, dan 11 rekannya, di sana ada rezeki dan harapan: maggot yang dirawat menjadi sumber penghasilan baru sekaligus bagian dari upaya menjaga lingkungan.

Prihatin mengakui, masih banyak warga yang belum peduli terhadap pengelolaan sampah rumah tangga. Sisa makanan sering kali hanya ditumpuk di halaman atau dibuang ke sungai, menyisakan bau tak sedap dan mencemari aliran air.

"Sekarang dengan adanya budidaya maggot, sampah sisa makanan bisa kami olah jadi sesuatu yang bermanfaat," tuturnya.

Sudah dua tahun ini, Prihatin yang tergabung dalam Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Tunas Muda Sejahtera 1 menggeluti budidaya maggot. Ini adalah salah satu program Desa Energi Berdikari (DEB) Sobokerto yang dijalankan tim mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, penerima Beasiswa Sobat Bumi tahun 2025 serta sejumlah volunteer bersama Pertamina Foundation.

Program DEB merupakan inisiatif PT Pertamina (Persero) untuk mendukung transisi energi nasional, mengurangi emisi gas rumah kaca, serta mempercepat pencapaian agenda pembangunan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan Asta Cita nomor 6, yaitu membangun dari desa untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.

Baca juga: Prioritas , Dua Kilang Anak Usaha Pertamina Raih Penghargaan dari Kementerian ESDM

Di Dusun Jatisari, program ini menghadirkan sejumlah inovasi teknologi hijau seperti budidaya maggot. Prihatin berkisah, ketika program DEB UNS diluncurkan di dusunnya pada tahun 2023, ia menjadi salah satu warga yang diajak mengikuti pelatihan pengolahan sampah organik menggunakan larva Black Soldier Fly.

"Cuma waktu itu belum paham betul, masih mikir, 'apa, sih, ini?' Lalu kami diajak untuk belajar lagi di Delanggu, Klaten. Barulah tercerahkan dan saya bilang ke teman-teman, 'awake dhewe kudu nyoba, wong wis entuk ilmune (kita harus mencoba, karena sudah dapat ilmunya)," tutur Prihatin.

Sepulang dari pelatihan tersebut, Prihatin lantas membeli 12 gram telur maggot seharga Rp 20 ribu. Modalnya, kata dia, adalah nekat dan semangat. Karena masih dalam tahapan belajar, proses penetasan telur-telur maggot tak selamanya berjalan dengan lancar. Salah satu kendala yang dihadapi adalah media pembiakan yang mudah berjamur.

Namun, kendala itu tak membuatnya menyerah. Prihatin mencoba lagi dengan cara berbeda. Kali ini ia menetaskan 10 gram telur maggot dan berhasil. Ribuan larva kecil menggeliat di dalam wadah biopond.

Setahun kemudian, cobaan datang. Adanya serangan hama membuat siklus hidup maggot terganggu. Banyak larva gagal menjadi pupa dan tak bisa berubah menjadi lalat dewasa. Alhasil, ada sekira 4-8 biopond yang dibakar agar hama ini tak menyebar.

Prihatin sempat terpukul, tapi ia tak berhenti dan memulai semuanya dari awal. Pupa sebanyak 1 kg dan telur 10 gram, dibelinya dan dicoba lagi dengan dibantu pendampingan dari tim DEB UNS dan sejumlah pihak lain.

lihat fotoBUDIDAYA MAGGOT - Anggota Pokdakan Tunas Muda Sejahtera menunjukkan maggot yang dibudidayakan Rumah Budidaya Maggot di Dusun Jatisari RT 1/RW 1 Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Minggu (12/10/2025).
BUDIDAYA MAGGOT - Anggota Pokdakan Tunas Muda Sejahtera menunjukkan maggot yang dibudidayakan Rumah Budidaya Maggot di Dusun Jatisari RT 1/RW 1 Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Minggu (12/10/2025).

Kini, upaya itu membuahkan hasil. Prihatin bersama kelompoknya mampu memproduksi maggot hingga 3 kg setiap hari. Padahal, dulu, ia sempat merasa 'geli' dengan maggot. "Awal-awal budidaya maggot yo sempat gilo (jijik), sekarang ya sudah biasa pegang-pegang seperti ini," ujar Prihatin sembari menunjukkan satu telapak tangannya yang penuh dengan larva kecil itu.

Kendala lain yang dialami Prihatin adalah belum rutinnya pasokan pakan maggot. Dalam sehari, maggot harus diberi makan dua kali, yang mana setiap biopond membutuhkan sekira 1 kg pakan.

Saat ini, pakan maggot didapat dari sampah rumah tangga sejumlah anggota kelompok, pedagang sayur di pasar, penjual buah, warung makan, kedai es buah, hingga kedai lobster yang berada di sekitar desa. Melimpahnya pakan maggot baru didapatnya saat ada masyarakat yang menggelar acara atau hajatan.

"Kalau ada hajatan, saya senang banget. Pakan maggot melimpah," katanya. Dalam sehari, ia bisa mendapatkan hingga delapan ember sisa makanan, masing-masing berukuran 15-20 liter.

"Belum lagi ampas kelapa, kadang bisa sampai satu sak," lanjutnya. Ampas kelapa itu lalu dijemur lebih dulu sebelum dimasukkan ke biopond agar media tumbuhnya tetap ideal dan kering.

Ibu dua anak itu bahkan membuka layanan jemput bola bagi warga yang tak sempat mengantar sampah ke rumah budidaya maggot yang berada di RT 1 Dusun Jatisari. "Kemarin di program PKK itu, saya bilang ke ibu-ibu, kalau yang punya hajat, tolong sampahnya jangan dibuang. Nanti tak kasih plastik, saya ambil. Apapun bentuk sampahnya, saya ambil langsung ke rumah," ucapnya ringan.

Maggot Dijual dan Dijadikan Pakan

lihat fotoBUDIDAYA MAGGOT - Anggota Pokdakan Tunas Muda Sejahtera berada di Rumah Budidaya Maggot di Dusun Jatisari RT 1/RW 1 Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Minggu (12/10/2025).
BUDIDAYA MAGGOT - Anggota Pokdakan Tunas Muda Sejahtera berada di Rumah Budidaya Maggot di Dusun Jatisari RT 1/RW 1 Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Minggu (12/10/2025).

Prihatin juga menjelaskan, maggot yang telah dipanen biasanya dijual sebagai pakan ternak, mulai dari ikan, ayam, hingga unggas, karena kandungan nutrisinya yang tinggi. Harga jualnya sekitar Rp7.000 per kilogram. Sementara itu, kasgot atau atau bekas belatung maggot dimanfaatkan sebagai pupuk organik alami. Harganya Rp 10 ribu/kg.

Sebagian maggot juga ia pakai sendiri untuk memberi pakan ayam peliharaannya. Hasilnya pun terasa nyata. "Dulu ayam saya cuma bertelur sekitar 10–12 butir setiap hari. Sekarang setelah rutin dikasih maggot, bisa sampai 15 butir," tuturnya.

Selain menyasar peternak dan pembudidaya ikan, penjualan maggot juga menjangkau para pemancing. Justru merekalah yang paling rutin membeli karena maggot dikenal ampuh sebagai umpan hidup. 

"Saya sering bertanya pada mereka, 'piye hasile, Mas, (bagaimana hasilnya)'. Mereka jawabnya, 'gacor, Bu'," beber Prihatin sembari menunjukkan gestur jempol mantap. "Nah, dari situlah, banyak yang hubungi saya buat beli maggot. Kadang mereka beli Rp 5 ribu, sudah dapat satu cup air mineral."

Tak hanya dijual, maggot juga dipakai sendiri oleh kelompok ini sebagai pakan ikan lele dan dikombinasikan dengan pelet. Ya, selain maggot, Prihatin dkk juga membudidayakan ikan lele yang lokasinya tepat di samping kandang maggot.

Program pembudidayaan lele ini merupakan bantuan dari PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah melalui Aviation Fuel Terminal (AFT) Adi Soemarmo. Dari yang awalnya 5 ribu ekor, kini telah berkembang menjadi 15.000 ekor. Setiap tiga bulan sekali, ikan lele tersebut dipanen.

"Sekali panen, bisa sampai 15-20 kg per hari dan dijual ke Pasar Gagan, di sana sudah ada yang menampung," kata Budi, salah satu anggota Pokdakan. "Kami juga kerap memberikannya kepada warga yang selama ini ngasih sampah sebagai pakan maggot. Menurut testimoni mereka, daging lelenya enak dan lebih gurih."

Hasil penjualan produk maggot dan lele, lanjut Budi, akan dikumpulkan terlebih dahulu, lalu dibagikan saat Lebaran sebagai Tunjangan Hari Raya (THR) bagi anggota kelompok. Selain itu, sebagai dana kas yang dipakai saat pertemuan anggota, pembelian pelet pakan ikan lele, hingga pakan kucing yang ditugaskan sebagai 'penjaga' kandang.

"Paling banyak ya buat beli perlengkapan budidaya seperti kotak biopond yang berbahan kayu," ujar dia. 

Budi menegaskan, kehadiran budidaya maggot memang belum sepenuhnya menyelesaikan persoalan sampah rumah tangga di sekitar tempat tinggalnya. Dampak ekonomi yang dipetik juga belum begitu besar. Namun, setidaknya, dari tempat sederhana di RT 1 Dusun Jatisari itu, kelompoknya telah membuktikan bahwa perubahan bisa dimulai dari hal kecil, asal dilakukan dengan konsisten dan niat yang tulus.

"Jadi, Alhamdulillah, permasalahan sampah, Insyaallah bisa teratasi sedikit demi sedikit. Kami juga berharap, program ini bisa terus berlanjut di tahun depan dan ada pengembangan agar jumlah penerima manfaatnya bisa lebih banyak lagi," harapnya.

Dari Gas Alami dan Sinar Surya

PLTS - Inovasi teknologi hijau lainnya lahir dari rumah Sri Handayani, warga Dusun Jatisari, Desa Sobokerto. Di atap rumahnya, terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang dibangun oleh tim DEB UNS pada Februari 2025. Keberadaan PLTS ini menjadi menjadi penopang penting bagi sistem integrated farming.
PLTS - Inovasi teknologi hijau lainnya lahir dari rumah Sri Handayani, warga Dusun Jatisari, Desa Sobokerto. Di atap rumahnya, terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang dibangun oleh tim DEB UNS pada Februari 2025. Keberadaan PLTS ini menjadi menjadi penopang penting bagi sistem integrated farming. (Tribunnews.com/Sri Juliati)

Tak jauh dari kandang budidaya maggot, seorang warga bernama Sri Handayani turut menjadi penerima manfaat program DEB di Dusun Jatisari yang dijalankan Tim DEB UNS. Sama seperti Prihatin dan Budi, Sri juga turut melakukan budidaya maggot. Bedanya, larva-larva itu ia manfaatkan untuk mengurai kotoran ayam di peternakan miliknya.

Perempuan berusia 46 tahun ini bercerita, peternakan ayam yang ia bangun pada tahun 2015 sempat menuai keluhan warga. Bau menyengat dan serbuan lalat dari kotoran ayam yang menumpuk membuat sebagian tetangga merasa terganggu. 

"Kotoran ayamnya timbulkan bau, terus banyak lalat, jadi dianggap mencemari lingkungan," kenang Sri.

Namun, titik balik datang ketika ia mengetahui, maggot bisa membantu mengurai kotoran ayam secara alami. Sejak saat itu, ia mulai mencoba budidaya kecil-kecilan di sekitar kandang. Tak disangka, hasilnya membawa perubahan besar: bau berkurang, lalat menurun, dan kotoran ayam pun terurai lebih cepat.

Bahkan, ia masih mendapatkan manfaat lain: maggot hasil budidayanya dapat menjadi pakan alami bagi ayam-ayam di kandang. Dengan begitu, Sri tidak perlu lagi membeli pakan tambahan dalam jumlah besar. 

"Sekarang bisa lebih hemat, karena maggot ini proteinnya tinggi dan ayam pun suka," ujarnya sambil tersenyum. Nilai plusnya, ayam-ayam di kandang juga tampak lebih gemuk dan sehat. Sri juga memanfaatkan kasgot sebagai pupuk organik untuk tanaman di sekitar rumah.

Keberadaan maggot di area peternakannya memang tidak seratus persen mengurai kotoran ayam. Sebab, sebagian kotoran ayam juga dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas. Lagi-lagi, ini juga merupakan bagian dari program Desa Energi Berdikari

"Tahun lalu, digester kotoran ayamnya ada masalah sehingga tidak menghasilkan gas secara maksimal. Nah, tahun ini, ada perbaikan dari adik-adik mahasiswa UNS," ungkap warga RT 1 Dusun Jatisari itu.

Dari gas yang dihasilkan, Sri dapat menyalakan kompor untuk merebus bahan-bahan ecoprint, proses penting dalam pewarnaan kain yang ditekuninya bersama ibu-ibu Desa Sobokerto di komunitas Kemala Ecoprint. Dengan demikian, limbah di peternakan Sri tak lagi terbuang percuma, semuanya kembali dimanfaatkan menjadi energi dan manfaat baru.

Inovasi teknologi hijau lainnya juga lahir dari rumah Sri. Di atap rumahnya, terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang dibangun oleh tim DEB UNS pada Februari 2025. Keberadaan PLTS ini menjadi penopang penting bagi sistem integrated farming.

Dengan adanya PLTS, kebutuhan listrik untuk penerangan kandang ayam dan maggot kini terbantu, meski energi konvensional masih menjadi sumber utama. Sri mengaku, sejak adanya PLTS, biaya listriknya jauh lebih hemat.

"Dulu tiap bulan bisa bayar listrik sampai Rp 3 juta hingga Rp 4 juta. Sekarang bisa hemat sekitar Rp 500 ribu," ujar Sri sambil tersenyum puas.

Ciptakan Ekonomi Sirkular

lihat fotoDESA ENERGI BERDIKARI - Para anggota Pokdakan Tunas Muda Sejahtera bersama dengan tim Desa Energi Berdikari (DEB) UNS berfoto di Rumah Budidaya Maggot di Dusun Jatisari RT 1/RW 1 Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Minggu (12/10/2025).
DESA ENERGI BERDIKARI - Para anggota Pokdakan Tunas Muda Sejahtera bersama dengan tim Desa Energi Berdikari (DEB) UNS berfoto di Rumah Budidaya Maggot di Dusun Jatisari RT 1/RW 1 Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Minggu (12/10/2025).

Transformasi Dusun Jatisari menuju desa energi berdikari tak terlepas dari adanya kerja kolaboratif antara tim DEB UNS bersama local heroes Dusun Jatisari. 

Salah satu anggota tim DEB UNS, Narotama Risky menjelaskan, program DEB di Dusun Jatisari telah memasuki tahun kedua pelaksanaan. Pada tahun pertama, program difokuskan pada pengolahan limbah ayam dan sapi menjadi biogas. Sementara pada tahun kedua, ada perluasaan program, salah satunya budidaya maggot dan penerima manfaatnya.

"Tahun ini, tim DEB UNS membawa visi E4 yaitu Energy, Economy, Education, dan Environment untuk mendorong transformasi desa secara berkelanjutan melalui 12 kegiatan dengan tiga fokus yaitu PLTS, digester, dan budidaya maggot," jelas mahasiswa Program Studi Manajemen FEB UNS ini.

Program lain yang telah dijalankan adalah program analisis kasgot, yang dilakukan melalui uji laboratorium bersama mahasiswa Fakultas Peternakan UNS. Selain itu, tim juga melaksanakan program pengolahan dan pemasaran pupuk organik serta maggot sebagai upaya memperluas nilai ekonomi hasil budidaya.

"Kami memberikan edukasi tentang bagaimana cara memasarkan produk lewat media sosial, karena mayoritas anggota Pokdakan sudah sepuh (tua). Jadi kami bantu dari sisi marketing-nya," ujar Tama.

Tak berhenti di situ, tim DEB UNS juga turut membantu proses legalisasi kelompok Pokdakan, yang kini resmi bernama Perkumpulan Warga Cengklik Tunas Mandiri Sejahtera. Proses legalisasi ini, lanjut Tama, berjalan cukup panjang dan sempat mengalami beberapa kali penolakan.

Dengan adanya legalisasi tersebut, kelompok binaan seperti Prihatin dan kawan-kawan kini memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan bantuan resmi dari pemerintah dan mengembangkan usaha mereka secara berkelanjutan.

Sementara itu, Kepala Desa Sobokerto, Surahmin pun menyambut baik keberadaan program DEB UNS bersama Pertamina Foundation. Menurutnya, program ini membawa banyak manfaat bagi warganya, terutama dalam hal pemanfaatan limbah dan peningkatan pengetahuan masyarakat.

"Program ini sangat bermanfaat bagi warga. Secara ilmu juga menambah wawasan, warga jadi lebih paham bagaimana memanfaatkan limbah agar bisa lebih bermanfaat," ujar Surahmin.

Ia berharap semangat warga yang tergabung dalam kelompok penerima manfaat terus terjaga, disertai pendampingan dan inovasi yang berkelanjutan.

"Harapan saya, kelompok ini tetap semangat, selalu kompak, dan terus berinovasi. Dengan begitu, manfaatnya bisa dirasakan lebih luas, baik untuk kelompok maupun lingkungan sekitar," katanya.

Surahmin optimistis, di masa mendatang, jumlah penerima manfaat program DEB di Sobokerto akan semakin banyak sehingga dampaknya makin terasa di seluruh dusun.

Harapan senada juga disampaikan dosen mentor Tim DEB UNS, Dr Ayu Intan Sari. Melalui perluasan program DEB yang dilaksanakan pada tahun kedua ini, ia berharap, jumlah penerima manfaat semakin banyak dan konsep ekonomi sirkular dapat berjalan lebih optimal.

"Konsep kami tidak hanya mencakup energi, tapi juga pelestarian lingkungan melalui pengolahan sampah. Yang paling dekat dengan warga adalah sampah rumah tangga, makanya kami bangun rumah maggot," ujar Ayu.

Menurutnya, lokasi Dusun Jatisari yang berdekatan dengan Waduk Cengklik dan banyaknya rumah makan di sekitarnya menjadi potensi tersendiri. Sampah sisa makanan dari rumah makan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pakan maggot.

"Tahun kedua ini, kami juga menambahkan PLTS berskala kecil untuk membantu penerangan sebagian kandang ayam dan kandang maggot," jelasnya.

Dosen mentor Tim DEB UNS, Dr Ayu Intan Sari
Dosen mentor Tim DEB UNS, Dr Ayu Intan Sari (Tribunnews.com/Sri Juliati)

Lebih jauh, jika dukungan dari Pertamina berlanjut pada tahun ketiga, pihaknya berencana untuk memperbesar kapasitas PLTS serta membuat demplot pertanian organik. Tujuannya untuk memanfaatkan hasil olahan kasgot dan air dari kolam ikan sebagai pupuk serta irigasi tanaman hortikultura. Dengan demikian, program ini dapat berkontribusi pada ketahanan pangan di Dusun Jatisari.

"Harapannya, ekonomi sirkularnya jalan, edukasinya jalan, empowerment atau pemberdayaannya juga jalan, dan pengelolaan lingkungan tetap berkelanjutan," tutur Ayu.

Ayu juga menekankan pentingnya keberadaan local heroes sebagai kunci keberlanjutan program. Mengenai hal ini, lanjut Ayu, masih menjadi salah satu tantangan yang dihadapi timnya.

"Pertamina menekankan pentingnya adanya local heroes karena pihak kampus tidak selamanya bisa mendampingi. Dengan adanya local heroes, masyarakat sudah kami ajari dan bisa mulai mandiri, seperti Bu Prihatin dan kawan-kawan, sehingga program ini tetap bisa berjalan tanpa ketergantungan," jelasnya.

Namun, Ayu mengakui, mencari local heroes baru bukan hal mudah. Sebab, butuh komitmen, waktu, serta tenaga yang cukup besar bagi local heroes untuk ikut mengembangkan program ini. 

"Kami butuh local heroes yang lebih banyak, tidak hanya Bu Prihatin dan Bu Sri agar jumlah penerima manfaat bisa terus bertambah. Tapi sejauh ini, masih orang-orang itu saja yang aktif. Saat warga baru kami undang untuk bergabung, sebagian masih ragu," ungkapnya.

Menurutnya, kondisi tersebut menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi tim untuk terus melakukan pendekatan dan sosialisasi agar semakin banyak warga yang terlibat. Sebab, keberlanjutan program sangat bergantung pada partisipasi masyarakat.

"Kalau nanti Pertamina tidak lagi mendampingi, kami ingin masyarakat sudah bisa melanjutkan secara mandiri. Itulah kenapa regenerasi local heroes menjadi penting," kata Ayu.

Hal ini pun turut disadari oleh Pertamina. Menurut Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah (JBT), Taufiq Kurniawan, keberlanjutan program tidak bisa bergantung pada satu atau dua local hero.

"Oleh karena itu, kami bersama UNS melakukan pembentukan regenerasi local hero baru dengan memberikan pelatihan teknis kepada mereka seperti pengelolaan energi dan manajemen kelembagaan," kata Taufiq dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Jumat (24/10/2025).

Miliki Potensi Pengembangan Sumber Energi Terbarukan

Lebih lanjut Taufiq juga menjelaskan, Desa Sobokerto yang menjadi salah satu titik program Desa Energi Berdikari, memiliki potensi untuk pengembangan sumber energi terbarukan seperti biogas, panel surya dan limbah pertanian. 

Potensi tersebut sesuai dengan visi DEB yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, mengurangi dampak lingkungan, dan memperkuat kemandirian energi desa. Hal ini sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) nomor 7 (Energi Terjangkau dan Bersih), 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi) dan 13 serta mendukung target Net Zero Emission Indonesia tahun 2060. 

"Sekaligus karakter masyarakat Desa Sobokerto yang memiliki keterbukaan terhadap inovasi lingkungan dan semangat gotong royong turut menjadi faktor penting dalam keberhasilan program pemberdayaan masyarakat," kata dia.

Oleh karena itu, ia berharap program DEB di Sobokerto dapat mandiri sepenuhnya dalam waktu lima tahun dengan berfokus pada tingkat kesiapan dan kemandirian masyarakat berdasarkan pedoman Exit Strategy Pertamina. Adapun indikator keberhasilannya mencakup kelembagaan yang kuat, usaha ekonomi berbasis energi bersih, partisipasi warga dan local heroes baru, kemitraan aktif dengan pemerintah dan perguruan tinggi, serta munculnya inovasi yang bisa direplikasi.

"Kami juga melakukan assessment tahunan dan monitoring evaluasi untuk menilai apakah program tersebut siap untuk dikelola sepenuhnya oleh masyarakat atau belum," ujarnya.

Pertamina, lanjut Taufiq, berkomitmen untuk mewujudkan desa yang mandiri energi dan ekonomi, sehingga masyarakat desa juga dapat menjadi produsen dan pengelola energi, bukan hanya menjadi konsumen energi. "Kami ingin setiap desa binaan mampu mengembangkan ekosistem energi berkelanjutan yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat sekaligus pelestarian lingkungan," tambahnya.

Pertamina pun berkomitmen untuk terus memberikan manfaat kepada masyarakat dengan menambah jumlah DEB terutama di daerah yang memiliki potensi energi baru terbarukan. Untuk menjaga keberlanjutan, pihaknya pun telah mempersiapkannya dari sebelum exit program. Caranya dengan memberikan pelatihan, pelibatan stakeholder, penyebaran pengetahuan hingga melahirkan kelompok lain, melibatkan pihak tiga pihak yaitu pemerintah, masyarakat, dan swasta. 

"Untuk keberlanjutan tersebut, kami tetap melakukan monitoring berkala serta menjalin kemitraan dengan pemerintah dan universitas agar program tetap mendapat dukungan," kata Taufiq.

Terpisah, VP CSR & SMEPP Management Pertamina, Rudi Ariffianto mengatakan, saat ini Pertamina telah membina 252 DEB di berbagai wilayah di Indonesia per Senin (27/10/2025). Sementara jumlah penerima manfaat mencapai 282 ribu baik secara langsung maupun tidak langsung.

"Jadi, Alhamdulillah Desa Energi Berdikari ini sudah dapat dikatakan meng-energize masyarakat. Jadi Pertamina memberikan energi untuk masyarakat," katanya saat peresmian Desa Sobokerto sebagai Desa Energi Berdikari.

Dari total 252 Desa Energi Berdikari yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, program ini juga telah memberikan kontribusi ekonomi bagi masyarakat hingga Rp 5,5 miliar per tahun. Angka tersebut menjadi bukti nyata, investasi sosial yang dilakukan bukan sekadar kegiatan seremonial, tetapi benar-benar memberi dampak langsung bagi warga penerima manfaat.

"Artinya, apa yang kita ajarkan itu, social investment-nya betul-betul berasa dan dirasakan oleh masyarakat," pungkasnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved