Minggu, 9 November 2025

Prada Lucky Namo Meninggal

Eks Kabais TNI Soroti Dakwaan 9 Tahun Penganiaya Prada Lucky, Singgung Hukuman Seumur Hidup

Eks Kabais TNI menilai dakwaan 9 tahun bagi terdakwa kasus kematian Prada Lucky sudah lebih tinggi dari standar KUHP

|
POS-KUPANG.COM/HO
DIDUGA DIANIAYA SENIOR - Jenazah Prada Lucky Namo (23), anggota Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan 834/Wakanga Mere (Yonif TP 834/WM), saat berada di RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo. Eks Kabais TNI Soleman B. Ponto menilai dakwaan 9 tahun bagi terdakwa kasus kematian Prada Lucky sudah lebih tinggi dari standar KUHP 
Ringkasan Berita:
  • Eks Kabais TNI menilai dakwaan 9 tahun bagi terdakwa kasus kematian Prada Lucky sudah lebih tinggi dari standar KUHP, yang hanya mengatur 7 tahun untuk penganiayaan berujung kematian
  • Hukuman seumur hidup atau mati hanya berlaku jika ada unsur perencanaan, sementara kasus ini tidak (belum) terbukti direncanakan
  • Keluarga korban anggap hukuman kurang adil dan menuntut hukuman seumur hidup, pemecatan, serta ganti rugi

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI (Kabais), Laksamana Muda (Purn) TNI Soleman B. Ponto turut menanggapi hukuman 9 tahun yang dilayangkan terhadap terdakwa kasus penganiayaan hingga menewaskan Prada Lucky Saputra Namo (23).

Prada Lucky Chepril Saputra Namo meninggal dunia pada Rabu (6/8/2025), setelah diduga dianiaya para seniornya.

Sebelum meninggal, Lucky sempat dirawat secara intensif di Unit Perawatan Intensif (ICU) RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo.

Sebanyak 22 personel TNI telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, termasuk seorang perwira.

Total 17 anggota TNI AD yang bertugas di Batalyon Teritorial Pembangunan 834/Waka Nga Mere (Yon TP 834/WM) Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi terdakwa.

Mereka didakwa dengan pasal kombinasi, dakwaan subsideritas yaitu primer yang pertama yaitu pasal 131 ayat 1 Juncto ayat 3 KUHPM juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun. Kemudian subsidernya pasal 131 ayat 1 juncto ayat 2 KUHPM juncto pasal 55 ayat 1 ke satu KUHP kemudian lebih subsider pasal 131 ayat 1 KUHPM juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.

Menurut Soleman Ponto yang merupakan purnawirawan TNI dari Akademi Angkatan Laut angkatan 1978, dakwaan 9 tahun penjara dirasa sudah lebih tinggi dari stamdar pidana umum.

"Jika merujuk pada KUHP, pasal 351 tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian seperti yang didakwakan (dalam kasus ini) hanya mengatur hukuman maksimal 7 tahun penjara. Oleh karena itu jika dakwaannya 9 tahun sebenarnya sudah lebih tinggi," jelasnya dalam tayangan Kompas TV, dikutip pada Jumat (31/10/2025).

Lantas Soleman juga menyinggung potensi hukuman seumur hidup kepada para terdakwa seperti yang diinginkan oleh ibu Prada Lucky.

Baginya pula, hukuman seumur hidup atau hukuman mati hanya dapat dijatuhkan apabila terbukti ada unsur perencanaan pembunuhan, sementara dalam kasus ini tidak atau belum ditemukan indikasi tersebut.

Diketahui, keluarga korban menilai dakwaan 9 tahun belum cukup adil.

Baca juga: Urgensi Reformasi Peradilan Militer, Al Araf Singgung Kasus Kematian Prada Lucky

Mereka menuntut agar para terdakwa dijatuhi hukuman seumur hidup, dipecat dari dinas militer, serta diberikan kewajiban ganti rugi.

Soleman kembali menekankan, tuntutan tersebut tidak bisa dipenuhi begitu saja karena hukum memiliki aturan yang jelas.

Hukuman seumur hidup hanya berlaku jika terbukti ada perencanaan, sedangkan kasus ini dikategorikan sebagai penganiayaan yang berujung kematian.

Lantas terkait tuntutan keluarga korban agar para terdakwa dipecat dari kesatuan TNI menjadi kewenangan pimpinan atau komandan satuan.

"Biasanya, anggota TNI yang terlibat kasus hingga menyebabkan kematian memang diberhentikan tidak dengan hormat. Namun, keputusan resmi mengenai pemecatan seluruh terdakwa masih menunggu kebijakan dari pimpinan militer setelah proses hukum selesai," tegas dia.

Solaiman juga menyinggung kemungkinan perubahan vonis dalam proses persidangan.

Dia menilai, hukuman tidak mungkin lebih berat dari 9 tahun. Namun, masa tahanan yang sudah dijalani terdakwa akan diperhitungkan dan mengurangi total waktu hukuman.

Dengan demikian, lanjutnya, vonis akhir bisa tetap 9 tahun atau berkurang, tetapi tidak akan lebih tinggi.

Dakwaan 9 Tahun Penjara

Oditur militer telah mendakwa para terdakwa dengan dakwaan subsideritas yaitu primer yaitu Pasal 131 ayat 1 Juncto ayat 3 KUHPM juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun.

Dakwaan disampaikan dalam persidangan di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Selasa (28/10/2025).

Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Mayor Chk Subiyatno, dengan dua Hakim Anggota yakni Kapten Chk Dennis Carol Napitupulu,S.E.,S.H.. M.M dan Kapten Chk Zainal Arifin Anang Yulianto,S.H.,M.H.I.

Baca juga: Keluarga Prada Lucky Tolak Santunan Rp220 Juta dari 22 Terdakwa Kematian Anaknya

Agenda persidangan pembacaan dakwaan pada berkas perkara nomor 41-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan 17 terdakwa. 

Dalam surat dakwaan, oditur mendakwa 17 terdakwa itu telah melakukan penganiayaan terhadap almarhum Prada Lucky Namo dan Prada Richad Boelan selama lebih dari 48 jam secara terus menerus.

Para terdakwa melakukan penganiayaan secara bergantian dengan cara mencambuk Prada Lucky dan Prada Richad menggunakan kabel, selang, kopel taktikal.

Para terdakwa juga memukul kedua korban dengan tangan dan sandal jepit.

Nama Letda Made Juni Arta Dana dan Letda Inf. Achmad Thariq Al Qindi Singajuru juga tercatut dalam surat dakwaan yang diduga iktu menyiksa korban.

Adapun para terdakwa berturut-turut yakni:

  • 1. Thomas Desambris Awi (Pasi Intel) (Sertu) 
  • 2. Andre Mahoklory (Sertu Kompi Senapan C) 
  • 3. Poncianus Allan Dadi (Pratu) 
  • 4. Abner Yeterson Nubatonis (Pratu, 
  • 5. Rivaldo De Alexando Kase (Sertu) 
  • 6. Imanuel Nimrot Laubora (Pratu) 
  • 7. Dervinti Arjuna Putra Bessie (Sertu) 
  • 8. Made Juni Arta Dana (Letnan Dua) 
  • 9. Rofinus Sale (Pratu) 
  • 10. Emanuel Joko Huki (Pratu) 
  • 11. Ariyanto Asa (Pratu) 
  • 12. Jamal Bantal (Pratu) 
  • 13. Yohanes Viani Ili (Pratu) 
  • 14. Mario Paskalis Gomang (Serda) 
  • 15. Firdaus (Pratu) 
  • 16 Achmad Thariq Al Qindi Singajuru, S.Tr. (Han) (Letnan Dua), Komandan Kompi Senapan B 
  • 17. Yulianus Rivaldy Ola Baga (Pratu)

Tolak Santunan Rp220 Juta

Keluarga Prajurit Dua (Prada) Lucky Chepril Saputra Namo menolak pemberian uang santunan dari 22 terdakwa kasus tewasnya Prada Lucky Namo.

Total uang yang diberikan oleh 22 terdakwa tersebut kepada keluarga Prada Lucky Namo yaitu sebesar Rp220 juta.

Ibunda Prada Lucky Namo, Sepriana Pauilina Mirpey, menolak uang santunan tersebut.

Hal itu ia ungkapkan dalam kesaksiannya di Pengadilan Militer Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu (29/10/2025), persidangan hari pertama perkara ini.

Sepriana menjelaskan uang Rp220 juta tersebut dikumpulkan oleh 22 prajurit yang telah ditetapkan sebagai tersangka tewasnya Prada Lucky Namo.

Masing-masing dari 22 prajurit itu menyetor Rp10 juta dan dilampirkan dalam sebuah surat pernyataan maaf berisi daftar nama lengkap dan Nomor Registrasi Prajurit (NRP) mereka.

"Saya ditunjukkan surat itu. Ada nama seluruh pelaku dan tertulis tiap orang kasih Rp 10 juta. Totalnya Rp 220 juta," kata Sepriana, dikutip dari TribunFlores.com.

Dalam sidang ini, Sepriana menjadi saksi untuk terdakwa Ahmad Faisal, Komandan Kompi Yonif Teritorial Pembangunan (Yon TP) 834 di Wakanga Mere, Kabupaten Nagekeo.

Sepriana menegaskan pihak keluarga tidak pernah menerima santunan terkait kematian anaknya.

Menurut dia, seorang prajurit datang ke rumahnya di Asrama TNI Kuanino untuk meminta dirinya menandatangani dua dokumen pernyataan.

Dalam dokumen pertama, tertera nama tiga perwira yang akan membantu adik Prada Lucky jika ingin mengikuti seleksi menjadi prajurit TNI di masa depan.

Akan tetapi, pada bagian akhir ada kolom tanda tangan dirinya dan komandan batalyon.

"Saya tidak mau tanda tangan," ujarnya.

Sepriana Paulina tegas langsung menolak santunan itu.

Bagi dia dan keluarga hal itu terkesan sebagai bentuk merendahkan harga diri dan nyawa anaknya.

"Saya bilang, nyawa anak saya tidak semurah itu. Saya perjuangkan dia masuk tentara. Satu asrama tahu itu. Tidak bisa ditukar dengan uang," tegasnya.

Ayah Prada Lucky, Serma Christian Namo, yang juga hadir di pengadilan mengaku tidak tahu menahu terkait dengan uang pemberian dari para prajurit yang dikirim melalui Letnan Infantri Made Juni Arta Dana.

"Apa pun itu, bagi saya keadilan yang utama," kata Christian.

Baca juga: Prada Richard Ingin Pindah dari Batalyon TP 834/Wakanga Mere: Saya Dipermalukan Sebagai Laki-laki

Beberapa waktu yang lalu, Christian Namo meminta para pelaku dipecat dari TNI dan dihukum mati.

"Nyawa beta taruhan, hukaman cuma dua buat anak saya, hukuman mati dan pecat tidak ada di bawah itu, nyawa saya taruhan tentara saya lepas," kata Christian.

Ia menuntut keadilan atas tewasnya Prada Lucky bahkan siap bertaruh nyawa.

Christian meminta Indonesia dibubarkan jika tidak bisa menegakkan keadilan terhadap putranya.

"Dengar baik-baik, Merah Putih bubarkan saja, saya tanggung jawab, Merah Putih bubarkan saja, negara Indonesia bubarkan saja kalau keadilan memang tidak akan terjadi dan nyawa saya taruhan," ujarnya.

"Saya tentara, tentara Merah Putih, jiwa saya Merah Putih, bukan kaleng-kaleng, Nyawa dibayar nyawa itu masih kecil, saya tunggu keadilan, kalau bisa semua dihukum mati," sambungnya.

Serma Christian Namo tidak ingin ada kejadian serupa seperti yang dialami Prada Lucky Namor.

"Satu catatan, biar tidak ada Lucky-Lucky yang lain. Ingat baik-baik, anak tentara aja dibunuh kok, bagaimana mau yang lain," jelasnya.

Setelah pernyataannya itu menjadi sorotan, Christian meminta maaf kepada Presiden Prabowo Subianto dan pimpinan TNI.

(Tribunnews.com/ Chrysnha, Rakli)(TribunFlores.com)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved