Senin, 24 November 2025

Ibu Hamil di Papua Tewas Usai Ditolak RS, Begini Respons Rumah Sakit dan Gubernur Papua

Tragedi Irene Sokoy di Papua: Ibu hamil tewas bersama bayi usai ditolak RS, Gubernur minta maaf.

Editor: Glery Lazuardi
Tribunnews.com
WANITA HAMIL - Irene Sokoy, ibu hamil asal Jayapura, Papua, meninggal bersama bayinya usai diduga ditolak empat rumah sakit. 
Ringkasan Berita:
  • Irene Sokoy, ibu hamil dari Kampung Hobong, Sentani, Jayapura.
  • Kontraksi sejak 16/11, dibawa ke RSUD Yowari dengan speedboat, lalu ditolak empat RS.
  • Irene dan bayinya meninggal dalam perjalanan menuju RSUD Dok II Jayapura.
  • Suami Neil Kabey menyesalkan tidak adanya dokter saat darurat.
  • Kasus ini menjadi alarm darurat atas lemahnya sistem kesehatan di Papua.

TRIBUNNEWS.COM - Seorang ibu hamil bernama Irene Sokoy di Jayapura, Papua, meninggal bersama bayi dalam kandungannya setelah diduga ditolak oleh beberapa rumah sakit pada Senin, 17 November 2025. 

Tragedi ini memicu duka mendalam dan kritik terhadap layanan kesehatan di Papua.

Irene Sokoy, adalah warga Kampung Hobong, Distrik Sentani, Jayapura. 

Kasus ini berawal pada saat Irene merasakan kontraksi sejak Minggu siang (16/11). Keluarga membawanya dengan speedboat ke RSUD Yowari, Kabupaten Jayapura.

Irene dan keluarganya diduga ditolak oleh empat rumah sakit di Kabupaten dan Kota Jayapura karena tidak ada dokter yang bertugas atau proses rujukan yang lambat.

Irene dan bayinya meninggal dalam perjalanan menuju RSUD Dok II Jayapura setelah bolak-balik mencari penanganan.

Kepala Kampung Hobong Abraham Kabey mengatakan kematian seorang ibu hamil Irene Sokoy dan bayinya adalah tragedi yang memilukan.

Menurut dia, Irene ditolak empat rumah sakit di Kabupaten dan Kota Jayapura.

“Empat rumah sakit diduga menolak korban," ujarnya.

Sementara itu, Suami almarhum, Neil Kabey, mengaungkapkan tidak ada dokter saat istrinya membutuhkan penanganan darurat.

"Kalau saat itu di RSUD Yowari ada dokter, saya yakin istri dan anak saya masih hidup. Kenapa tidak ada dokter pengganti jika memang dokter saat itu tidak ada," kata Neil.

Baca juga: 3 Fakta Irene Sokoy, Ibu Hamil di Papua Tewas Diduga setelah Ditolak Sejumlah RS

Penjelasan Rumah Sakit

Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari, Maryen Braweri, menegaskan bahwa penanganan terhadap pasien almarhumah Irene Sokoy telah dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku sebelum pasein dirujuk. 

Maryen mengakui bahwa pelayanan dokter spesialis kandungan di RSUD Yowari saat ini hanya ditangani oleh satu dokter.

Dari dua dokter yang dimiliki rumah sakit, seorang dokter sedang melanjutkan pendidikan dan baru akan kembali bertugas pada 2026. 

“Kami memang memiliki dua dokter spesialis kandungan, namun salah satu sedang pendidikan. Jadi saat ini hanya satu dokter yang menangani pelayanan kehamilan di RSUD Yowari,” ujarnya saat dihubungi wartawan melalui telepon, belum lama ini. 

Terkait kasus yang menimpa Irene Sokoy, Maryen menyebut bahwa pihaknya telah menjalankan prosedur sesuai mekanisme yang seharusnya. 

“Penanganan dilakukan berdasarkan koordinasi perawat dengan dokter spesialis kandungan yang bertugas saat itu. Komunikasi dilakukan melalui telepon karena dokter kami tidak berada di Papua,” jelasnya. 

Maryen mengatakan, pihak RSUD Yowari telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua terkait kasus tersebut. Dari hasil koordinasi Dinkes Papua akan menurunkan tim untuk melakukan investigasi terhadap kasus ini sebelum hasilnya dilaporkan kepada Gubernur Papua

Seiring dengan kejadian tersebut, pihak RSUD Yowari juga berupaya memperkuat layanan kesehatan dengan menambah tenaga dokter spesialis. 

Maryen mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengusulkan penambahan dokter kepada Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura, serta Bupati Jayapura, Yunus Wonda. 

“Kami sudah memiliki daftar nama dokter yang akan kami hubungi. Rencananya, Senin, (24/11) akan dilakukan penandatanganan kontrak kerja sesuai izin dari Bupati Jayapura,” katanya. 

Penambahan tenaga medis ini tidak hanya difokuskan pada dokter kandungan, tetapi juga mencakup dokter spesialis bedah dan ortopedi. 

“Langkah ini kami lakukan untuk meningkatkan pelayanan di RSUD Yowari sekaligus mencegah agar kasus serupa tidak terjadi lagi,". 

Manajemen Rumah Sakit Dian Harapan (RSDH) Jayapura menegaskan bahwa mereka tidak pernah menolak pasien rujukan dari RSUD Yowari, seperti informasi yang beredar luas di media sosial. 

Pihak rumah sakit menyampaikan bahwa sejak awal mereka telah memberikan edukasi mengenai kondisi layanan, ketersediaan dokter dan ruang perawatan kepada petugas RSUD Yowari sebelum pasien tiba. 

Hal itu disampaikan dalam keterangan resmi yang dirilis pada 20 November 202. RSDH memaparkan secara rinci kronologi permintaan rujukan terhadap pasien Iren Sokoy (30) tahun, yang mengalami kondisi inpartu kala II lama dengan gawat janin. 

Peristiwa bermula pada Senin, 17 November 2025, pukul 00.08 WIT, ketika petugas Kamar Bersalin RSUD Yowari menghubungi RSDH untuk merujuk pasien. Dokter jaga RSDH kemudian meminta konfirmasi ketersediaan dokter spesialis anastesi, ruang perawatan, serta dokumen SOAP rujukan. 

Selanjutnya 00.16 WIT: RSUD Yowari mengirimkan foto surat pengantar ambulans. Pemeriksaan internal dilakukan oleh bidan jaga RSDH, yang menemukan bahwa ruang NICU telah terisi penuh oleh delapan bayi, ruang kebidanan juga penuh, dan dokter spesialis Obgyn sedang cuti. 

Dokter spesialis anastesi mitra yang dapat dipanggil membutuhkan waktu koordinasi tambahan jika harus melakukan operasi darurat. 

Setelah penjelasan diterima, pihak keluarga memutuskan melanjutkan rujukan ke rumah sakit lain. Dokter jaga kemudian menuliskan keterangan dalam surat pengantar ambulans sebelum kembali menangani pasien darurat lain yang sudah tiba lebih dulu. 

Situasi di IGD sempat semakin padat ketika seorang ibu melahirkan di dalam mobil, sehingga bidan RSDH meminta ambulans RSUD Yowari memajukan posisi mobil agar penanganan darurat bisa dilakukan. Ketika petugas RSDH hendak kembali ke ambulans RSUD Yowari, mobil tersebut sudah meninggalkan area rumah sakit. 

Manajemen RSDH menegaskan bahwa seluruh prosedur telah dijalankan sesuai standar dan tidak ada unsur penolakan pasien. 

Kepala Rumah Sakit Bhayangkara AKBP Rommy Sebastian, lewat panggilan telepon Jumat (21/11/2025), menjelaskan pasien datang ke rumah sakit tanpa melalui sistem Aplikasi Sistem Rujukan Terintegrasi. 

Rommy menanyakan kenapa RSUD Yowari tidak memakai sistem rujukan terpadu yang sudah diwajibkan jika akan merujuk pasiennya. 

Menurutnya pasien langsung dirujuk beresiko karena rumah sakit rujukannya tidak mengetahui pasti keadaan pasien, mengonsumsi obat apa saja, diagnosanya seperti apa, sudah dapat perawatan apa, tetapi ini tidak dilakukan oleh RSUD Yowari. 

Setelah ditolak di Rumah Sakit Dian Harapan dan RSUD Abepura, langsung dibawa ke Rumah Sakit Bhyangkara. 

"Hanya kami yang memeriksa Tanda-Tanda Vital (TTV) pasien, pada saat keluarga mendaftar," ujarnya. 

Rommy menjelaskan pasien merupakan anggota Penerima Bantuan Iuaran (PBI) Kelas 3, dimana peraturan BPJS Kesehatan tertulis bahwa pasien PBI Kelas 3 tidak dapat naik kelas. Petugas kemudian melakukan edukasi peraturan, apabila pasien dirawat maka masuk dalam aturan pasien umum. 

"Apakah kalau kami mematuhi peraturan dari pemerintah kami salah?" tanya dia. 

"Sekarang siapa yang mau disalahkan, Bhyangkara kah," ujarnya. 

Rommy membatah rumah sakit meminta biaya perawatan kepada keluarga pasien. 

"Kami tidak pernah bicara ke pasien kalau mau dioperasi bayar Rp 3 juta, kalau mau dioperasi bayar Rp 4 juta, yang kami lakukan adalah mengedukasi karena PBI kamarnya penuh tidak bisa pindah kelas, karena itu peraturan pemerintah, ini bisanya pasien umum. SOP sudah kami laksanakan," jelasnya. 

Tetapi, kata Rommy, pada akhirnya suami pasien memutuskan membawa pasien ke RSUD Jayapura. Rommy menegaskan bahwa rumah sebagai rumah sakit Polri tidak pernah meminta uang kepada pasien. 

"Kenapa Dinas Kesehatan menyalahkan kami, Yowari menyalahkan kami, menolak pasien dan meminta uang sebelum melakukan tindakan. Ini perlu diluruskan kami tidak mungkin melakukan itu. Kalau memang pasien dalam kondisi darurat, kenapa pasien tidak bisa dilayani dengan cepat dari Yowari," ujarnya. 

Baca juga: Ragam Alasan 4 RS Tolak Irene Sokoy yang akan Melahirkan, Berujung Meninggal dengan Bayinya

Gubernur Papua Minta Maaf

Gubernur Papua Matius D Fakhiri menyampaikan permohonan maaf dan dukacita. Dia mengatakan peristiwa itu menjadi contoh buruknya pelayanan medis di Papua.

"Saya baru mau memulai, tetapi Tuhan sudah memberikan satu contoh kebobrokan pelayanan kesehatan di provinsi di Papua. Saya mohon maaf dan turut berduka yang mendalam atas kejadian dan kebodohan jajaran pemerintah mulai dari atas sampai ke tingkat bawah. Ini kebodohan yang luar biasa yang dilakukan oleh pemerintah," ujarnya.

Dia berjanji akan mengevaluasi dan memastikan semua direktur rumah sakit yang berada di bawah Pemprov Papua akan diganti. Dia juga menyebutkan banyak peralatan medis yang rusak karena diabaikan oleh para direktur.

"Hal ini sudah saya minta langsung ke Menteri Kesehatan untuk memperbaiki pelayanan kesehatan di rumah sakit yang ada di Provinsi Papua. Saya yakin ada sekat-sekat yang merusak pelayanan akan diperbaiki ini," ujarnya.

Artikel ini telah tayang di Tribun-Papua.com

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved