Rabu, 3 September 2025

Pakar Siber Ahmad Faizun Sarankan Indonesia Punya Aset Teknologi Berdaulat, Ini Alasannya

Prabowo Subianto diminta agar segera menempatkan investasi pada teknologi berdaulat sebagai prioritas utama kebijakan nasional

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Eko Sutriyanto
Handout/IST
TEKNOLOGI BERDAULAT - Pakar keamanan siber Ahmad Faizun 


Selain itu pembenahan sektor siber tentu tidak terlepas dari anggaran yang  disediakan pemerintah. 

 


Sebagai perbandingan, Faizun mencontohkan Amerika Serikat memiliki komunitas Intelijen dengan anggaran gabungan melebihi USD 106 miliar untuk tahun anggaran 2024.


Sementara, pemerintah Tiongkok memproyeksikan anggaran keamanan siber sebesar USD 10 miliar untuk 2025. Indonesia pada  2022 mengangarkan sekitar USD 127 juta kepada Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), sebagai entitas pertahanan siber.


"Ini bukan sekadar kesenjangan, ini adalah kerentanan asimetris . Artinya, investasi berbiaya relatif rendah oleh musuh—negara atau non-negara—dapat menimbulkan kerusakan ekonomi yang jauh lebih besar pada Indonesia," ungkapnya.


Dia menambahkan bahwa dalam kalkulasi risiko apa pun, ini adalah skenario mimpi buruk bagi stabilitas fiskal dan ekonomi nasional. 

 


"Mengira dapat menutup jurang ini hanya dengan menambah anggaran negara secara bertahap adalah salah perhitungan strategis yang fatal," ucap Faizun.


Sebelum memetakan langkah ke depan terkait pembenahan, Faizun mengatakan pemerintah perlu mempelajari doktrin para aktor global utama.


Menurut dia, AS mengelola kemampuan sibernya seperti portofolio investasi yang terdiversifikasi.


Dia menyebut NSA, CIA, CISA, dan USCYBERCOM adalah aset yang berbeda dengan spesialisasi yang berbeda-beda pula, mulai dari intelijen sinyal dan operasi rahasia hingga pertahanan infrastruktur sipil.


"Kekuatannya terletak pada Research and Development yang mendalam, meskipun birokrasi antarlembaga dapat menimbulkan gesekan," paparnya.


Sementara, lanjut dia, Tiongkok menggunakan model monolitik kapitalis-negara. Tiongkok menggunakan pendekatan yang sangat tersentralisasi, yang mana garis antara militer, negara, dan industri menjadi kabur.


Fokusnya adalah pada agresi ekonomi melalui pencurian kekayaan intelektual dan dominasi teknologi untuk keuntungan kompetitif jangka panjang.


"Model ini sangat efisien karena struktur komandonya yang terpadu, tetapi mengorbankan transparansi," ujarnya.

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan