Rabu, 27 Agustus 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Urgensi Pembaruan Hukum Acara Pidana

Agenda reformasi Hukum Acara Pidana melalui Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (RUU HAP)

Editor: Glery Lazuardi
KOMPAS IMAGES/KURNIASARI AZIZA
I WAYAN SUDIRTA : Dr I Wayan Sudirta, SH, MH mengatakan perhatian para insan hukum salah satunya tertuju pada agenda reformasi Hukum Acara Pidana melalui Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (RUU HAP) atau yang sering disebut sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Dalam RUU KUHAP terdapat beberapa hal krusial yang menjadi perubahan dan akan menjadi bahan untuk dikaji lebih jauh antara lain:

1.    Penyesuaian dengan perkembangan hukum di masyarakat. Berlakunya UU KUHP (berlaku di tahun 2026) dan peraturan perundang-undangan lain terkait seperti UU Perlindungan Saksi dan Korban, UU KPK, atau undang-undang terkait lainnya melahirkan berbagai perkembangan dalam asas dan filosofi.

Penyesuaian ini juga dilakukan terhadap konvensi internasional, seperti Konvensi Anti Kekerasan, Hak Politik dan Sosial (ICCPR), Anti Korupsi (UNCAC), atau berbagai prinsip hukum umum yang telah diakui dan menjadi bagian dari sistem hukum nasional.

2.    Modernisasi Acara Pidana. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi perkembangan dalam membuat sistem yang lebih cepat, mudah, dan terukur. Modernisasi juga dilakukan terhadap filosofi hukum modern yang lebih mengutamakamn pelindungan HAM dan kepatuhan terhadap prosedur atau peraturan perundang-undangan dan hukum (Due process of law).

3.    Penyesuaian terhadap sistem pemidanaan (sesuai dengan KUHP). KUHAP perlu untuk menyesuikan dengan perkembangan sistem pemidanaan dalam KUHP seperti Pidana Mati Bersyarat, Pidana Kerja Sosial, Pidana Pengawasan, Pidana Adat maupun segala Tindakan yang telah diatur dalam KUHP.

4.    Penerapan mekanisme Keadilan Restoratif atau penyelesaian di luar pengadian. 
Keadilan restoratif telah diamanatkan dalam UU KUHP, namun hingga saat ini belum memiliki aturan pendukung dan pelaksanaanya.

Berbagai kajian akademis dan ilmiah mendukung pernyataan bahwa RJ membutuhkan instrumen kebijakan pelaksana untuk menjamin implementasi, transparansi, dan akuntabilitasnya.

Dalam KUHAP, RJ dapat diatur lebih lanjut terkait prinsip, mekanisme, tahapan, dan batasannya yang disesuaikan dengan KUHP atau aturan pidana lainnya. Selama ini RJ dipahami sebagai alternatif penyelesaian perkara di luar persidangan. Namun lebih dari itu, RJ lebih merupakan filosofi.

Oleh sebab itu, dalam KUHAP ini RJ harus menjadi prinsip utama bersama Keadilan Rehabilitatif dan Restitutif atau prinsip keadilan yang tidak hanya mengutamakan retributif atau pengendalian kejahatan. RJ harus dijadikan salah satu prinsip utama untuk penanggulangan kejahatan.

KUHAP dapat dijadikan salah satu cara untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh sistem penegakan hukum dan peradilan pidana selama ini. Permasalahan seperti penggunaan pidana penjara daripada mediasi atau rehabilitasi (misalnya dalam kasus pengguna TP Narkotika) sebagai pengarusutamaan pemidanaan dapat diselesaikan melalui KUHAP.

KUHAP diharapkan memberikan jalan bagi seluruh tahapan di sistem peradilan pidana untuk melakukan mekanisme RJ. Hal ini untuk mengurangi beban perkara dan proses persidangan yang berpotensi terlalu berbelit dan memakan waktu lama. Namun begitu, RJ tentu tidak menghilangkan pidananya.

Oleh sebab itu, KUHAP nantinya dapat menentukan penyelesaian di luar peradilan, namun tentu tetap tercatat sebagai tindak pidana (Criminal Record) bersamaan dengan mekanisme penetapannya.

5.    Keseimbangan dalam sistem acara pidana (Inquisitorial menuju Adversarial). Penguatan hak dan pelindungan terhadap tersangka, saksi, dan korban. Asas Praduga tak Bersalah diperluas lebih jauh dengan memberikan kesempatan bagi seseorang untuk membela kepentingan hukumnya.

Dalam RUU KUHAP ini juga terdapat penguatan hak perempuan, penyandang disabilitas, lanjut usia, atau kaum rentan yang berhadapan dengan hukum.

6.    Penguatan peran advokat. KUHAP diharapkan dapat menguatkan peran advokat dalam memberikan pendampingan hukum terhadap seseorang di seluruh tahapan pidana. Advokat maupun bantuan hukum seyogyanya harus diberikan pada setiap tahap peradilan pidana dan secara fundamental menjadi hak dari seorang warga negara, sesuai dengan hak konstitusionalnya.

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan