Tribunners / Citizen Journalism
Menakar Kelayakan Implementasi RPL Profesi Apoteker
Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) dipercaya sebagai salah satu metode untuk melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi.
Editor:
Hasanudin Aco
Namun, penting untuk digarisbawahi bahwa pendidikan profesi tidak selalu harus dimaknai sebagai pendidikan menuju profesi apoteker.
Sebab, tenaga vokasi farmasi juga telah diakui sebagai bagian dari profesi kesehatan, lengkap dengan standar kompetensi dan organisasi profesinya.
Dalam kerangka ini, penggunaan RPL dalam sistem vokasi mungkin lebih relevan dan tepat sasaran dibandingkan memaksakan transisi langsung menuju profesi apoteker yang memiliki tuntutan kompetensi dan tanggung jawab profesional yang jauh lebih tinggi.
Kesimpulan
Dari paparan di atas, terlihat jelas bahwa banyak aspek yang masih harus dibenahi dalam sistem pendidikan farmasi di Indonesia.
Usulan penerapan RPL Profesi Apoteker secara cepat dari Sarjana Farmasi yang bekerja sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) tidak layak dilaksanakan dalam waktu dekat.
Hal ini disebabkan oleh lebar gap kompetensi antara tenaga vokasi dan tenaga profesional, ketiadaan kurikulum transisi yang memadai, risiko keselamatan pasien, serta ancaman terhadap profesionalisme dan integritas profesi apoteker di mata publik.
Implementasi putusan Mahkamah Konstitusi pun tidak bisa dilakukan secara serta merta, apalagi jika hanya didorong oleh semangat ikut-ikutan atau ingin cepat mengambil peluang. Banyak parameter yang perlu disiapkan terlebih dahulu.
Di sisi lain, jika tujuan utamanya adalah perpanjangan SIP vokasi bagi Sarjana Farmasi yang telah bekerja sebagai TTK, maka jalur RPL bisa saja dijajaki, namun terbatas dalam kerangka penguatan dan pengakuan profesi vokasional, bukan sebagai jalur instan menuju profesi apoteker.
Pendidikan profesi tidak bisa direduksi hanya sebagai legalitas administratif, tetapi harus tetap dijaga sebagai jenjang yang menjamin kualitas profesi apoteker dan keselamatan pasien.
Kalaupun implementasi RPL Profesi Apoteker jadi dilaksanakan, ada pertanyaan yang mengemuka.
Kampus mana yang akan menampung peserta RPL yang diperkirakan berjumlah puluhan hingga ratusan ribu orang? Bagaimana dengan nasib 33 ribu lulusan baru S1 Farmasi yang lahir tiap tahunnya?
Kalaupun akan dibuat institusi PSPA RPL khusus dan baru, siapkah regulator menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang muncul kedepan?
Salah satu contoh pertanyaan yang akan banyak muncul adalah “bagaimana kualitas profesi apoteker karbitan yang diluluskan institusi karbitan?” Peace, siapkan saja jawabannya.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Peran Guru dalam Melaksanakan Pembelajaran Relevan dengan Pendekatan Pembelajaran Terdiferensiasi |
![]() |
---|
Urutan Fase yang Perlu Dilakukan untuk Merancang Perencanaan Pembelajaran Berbasis Pendekatan UbD |
![]() |
---|
Cara Cek Hasil Kelulusan UKPPPG Calon Guru Gelombang 1 2025 |
![]() |
---|
Sebelum Mengakhiri Pembelajaran, Refleksikan Apa yang Sudah Bapak/Ibu Guru Pelajari pada Topik IV |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Latihan Pemahaman Menerapkan Pendekatan Culturally Responsive Teaching Pembelajaran |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.