Jumat, 5 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Flexing di Tengah Lapar, Jurang Sosial yang Menjadi Bensin Ledakan

Tragedi ojek online tewas picu amuk massa nasional. Ketimpangan sosial dan brutalitas aparat jadi pemantik gelombang protes.

Editor: Glery Lazuardi
Tribunnews.com/ Reynas Abdila
RUMAH UYA KUYA - Kondisi terkini kediaman Anggota DPR RI nonaktif Surya Utama alias Uya Kuya kberantakan setelah terjadi aksi penjarahan di Jalan Statistik No 1F, Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur, Minggu (31/8/2025) 

Psikologi massa bekerja dengan mekanisme sederhana namun mematikan. Ketidakadilan yang dibiarkan, gaya hidup elitis yang dipertontonkan, dan rasa lapar yang menggerogoti, perlahan menyatu menjadi bara kolektif. Dan ketika bara itu menyala, ia menjelma api besar yang tak lagi bisa dipadamkan oleh retorika kosong, jargon “harga mati” maupun slogan-slogan purba lainnya.

Émile Durkheim telah mengingatkan dalam The Division of Labour in Society: “Ketidakadilan yang dibiarkan tanpa solusi akan menciptakan keadaan anomik; dan dalam keadaan anomik, masyarakat bisa kehilangan kendali atas dirinya sendiri.”

Kita melihat betul gejala itu kini: masyarakat seakan keluar dari rel keteraturan, terjebak dalam keadaan anomik, di mana hukum dan norma tidak lagi diakui sebagai penuntun, melainkan justru dianggap sebagai belenggu yang harus dirobohkan.

Dan pada titik inilah pemikiran Karl Marx kembali terasa relevan. Ia menulis dalam The Communist Manifesto (1848): “Rakyat tidak bisa hidup selamanya dengan perut lapar sementara elit hidup berlimpah. Pada titik tertentu, kontradiksi itu akan meledak dalam bentuk perjuangan kelas.” Kontradiksi itu kini menganga lebar di hadapan kita.

Amuk massa yang terjadi hari ini bukanlah sekadar letupan spontan, melainkan gejala mendalam dari kontradiksi sosial yang lama dipelihara. Jika para penguasa terus menutup telinga, mereka sesungguhnya sedang menabur bara yang kelak membakar dirinya sendiri. Sejarah memberi peringatan, teori-teori sosial memberi penjelasan, dan realitas di jalanan hari ini memperlihatkan buktinya.

Tinggal satu pertanyaan besar: apakah para pemegang kuasa mau belajar dari tanda-tanda ini, atau tetap berjalan dalam keangkuhan hingga sejarah menjatuhkan vonisnya?

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan