Tribunners / Citizen Journalism
Fenomena Gaya Kepemimpinan 'Showman': Purbaya Antara Ketegasan dan Panggung Publik
Gaya blak-blakan Menkeu Yudhi Sadewa Purbaya memicu debat publik: otentik dan tegas, atau hanya pertunjukan politik di era media sosial?
Muhammad Reza
Pengamat Sosial-Politik Universitas Ibnu Chaldun
S1: Ilmu Politik Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
S2: Pemikiran Politik Islam Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
TRIBUNNEWS.COM - Beberapa waktu terakhir publik dibuat ramai oleh gaya Menteri Keuangan, Yudhi Sadewa Purbaya, yang tampil dengan gestur dan retorika tak lazim untuk seorang teknokrat.
Ucapannya lugas, nadanya tegas, dan gerak-geriknya lebih menyerupai sosok jalanan yang spontan ketimbang pejabat birokratis.
Ia marah di depan kamera, menegur langsung bawahannya, menabrak hierarki birokrasi yang kaku.
Sebagian orang menilainya berani dan otentik, sebagian lain justru menganggap ini hanya gaya yang dikemas rapi untuk kamera.
Fenomena seperti ini bukan hal baru. Kita sudah pernah melihat gaya serupa pada Ahok, yang mempopulerkan marah di depan publik sebagai simbol ketegasan, Tri Rismaharini, yang memadukan luapan emosi dan empati di lapangan, hingga Jokowi, yang lebih dulu membuka jalan lewat politik blusukan.
Gaya kepemimpinan yang akrab dengan kamera, menampilkan pemimpin yang turun langsung dan merakyat. Kini pola itu dilanjutkan oleh figur-figur baru seperti Dedi Mulyadi (KDM) di Jawa Barat dan Purbaya di tingkat nasional.
Bedanya, gaya kepemimpinan kini makin terformat oleh kamera dan algoritma media sosial, yang bukan hanya menampilkan realitas, tetapi turut mengonstruksi figur karismatik.
Di titik inilah muncul apa yang bisa disebut showman leader, tipe pemimpin yang memadukan kerja dan pertunjukan, di mana aksi politik tak lagi sekadar memecahkan masalah, melainkan juga membentuk persona publik.
Dalam komunikasi politik, gaya seperti ini bisa disebut sebagai politik performatif, ketika tindakan pemimpin bukan hanya untuk menyelesaikan masalah, tapi juga untuk memproduksi citra.
Di era media sosial, citra adalah mata uang politik paling berharga. Masyarakat yang jenuh terhadap pejabat berjas rapi dan berbahasa normatif kini lebih menyukai figur yang tampak spontan, emosional, dan manusiawi.
Secara psikologis, publik kita memang terpesona oleh figur yang menampilkan keaslian emosional (emotional authenticity). Mereka ingin pemimpin yang mirip kita (bisa marah), kecewa, mengumpat, atau turun langsung ke lapangan.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
| Purbaya vs Hasan Nasbi, Menkeu: Saya Koboi Itu Perintah Presiden, Saya Nggak Berani Gerak Sendiri |
|
|---|
| Pengamat: Perlu Banyak Sosok 'Purbaya' di Kabinet Prabowo |
|
|---|
| Ini Strategi Menkeu Purbaya Bayar Utang Pemerintah Senilai Rp 9.138 Triliun |
|
|---|
| Pengusaha Gym Minta Menkeu Purbaya Hilangkan Pajak Usaha Kebugaran |
|
|---|
| Menkeu Purbaya Bantah Kabar Berselisih dengan Misbakhun: Kita Saling Dukung |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.