Tribunners / Citizen Journalism
Setahun Pemerintahan Prabowo dan Tantangan Kepemimpinan yang Humanistik
Satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menjadi momentum penting dalam perjalanan politik dan manajerial bangsa Indonesia.
Setahun Prabowo dan Tantangan Kepemimpinan Humanistik di Era Digital
Oleh: Odjie Samroji. mahasiswa Program Doktor Ilmu Manajemen di Universitas Negeri Surabaya.
SATU TAHUN pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menjadi momentum penting dalam perjalanan politik dan manajerial bangsa. Pemerintahan ini berlari cepat di tengah arus revolusi digital yang terus mengubah wajah birokrasi, ekonomi, dan pertahanan nasional.
Dari penerapan kecerdasan buatan dalam sistem pertahanan, optimalisasi big data dalam pengawasan kebijakan, hingga program efisiensi birokrasi berbasis teknologi, arah kepemimpinan nasional kini ditandai oleh semangat modernisasi dan percepatan.
Namun di balik laju digitalisasi itu, muncul pertanyaan mendasar: apakah kemajuan teknologi yang dikelola negara juga berorientasi pada nilai kemanusiaan?
Apakah kebijakan publik yang makin otomatis dan efisien itu tetap berpihak pada rakyat sebagai manusia, bukan sekadar data statistik?
Pertanyaan-pertanyaan ini membawa kita pada diskusi yang lebih dalam: bagaimana wujud kepemimpinan yang humanistik di era digital seperti sekarang?
Paradoks Digital dan Tantangan Kepemimpinan
Era digital membawa efisiensi luar biasa, tetapi juga menimbulkan paradoks baru. Ketika keputusan politik dan ekonomi makin ditopang oleh algoritma dan kecerdasan buatan, tanggung jawab moral pemimpin justru menghadapi ujian.
Di satu sisi, teknologi memudahkan pemimpin mengontrol, memantau, dan merencanakan kebijakan. Namun di sisi lain, terlalu bergantung pada data dapat menumpulkan empati dan mengaburkan nurani.
Inilah yang disebut para ahli sebagai dehumanisasi digital—ketika manusia dipandang bukan sebagai subjek bermartabat, melainkan sekadar objek produktif dalam sistem yang rasional dan efisien.
Dalam konteks kepemimpinan, bahaya dehumanisasi muncul ketika rakyat hanya dilihat sebagai angka dalam laporan makroekonomi, bukan sebagai manusia dengan nilai, kebutuhan, dan perasaan.
Presiden Prabowo dalam satu tahun kepemimpinannya menunjukkan gaya yang tegas, cepat, dan penuh visi nasionalisme. Namun di era digital, ketegasan saja tidak cukup.
Diperlukan kebijaksanaan etis untuk menyeimbangkan antara smart governance dan wise leadership—antara kecerdasan sistem dan kebijaksanaan moral.
Baca juga: 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, CELIOS Sebut 3 Hal Harus Jadi Evaluasi
Dalam teori manajemen modern, pendekatan yang disebut Humanistic Digital Management (HDMM) menawarkan kerangka baru bagi kepemimpinan nasional di era teknologi. Paradigma ini berpijak pada tiga pilar utama: kepemimpinan etis, etika digital, dan budaya humanistik.
Pertama, kepemimpinan etis menempatkan pemimpin sebagai agen moral. Keputusan diambil bukan semata berdasarkan rasionalitas ekonomi, tetapi juga nilai keadilan dan kemanusiaan.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
| Pimpinan Komisi X DPR Setuju Sekolah Ajarkan Bahasa Portugis, Tapi Perlu Pertimbangan Serius |
|
|---|
| Indonesia-Brasil Teken MoU, Perkuat Kerja Sama Sektor ESDM |
|
|---|
| Direktur Eksekutif IPO: Gibran Rakabuming Raka Jadi Beban Politis bagi Prabowo Subianto |
|
|---|
| Respons Cak Imin Soal Presiden Prabowo Setuju Pembentukan Ditjen Pesantren di Kemenag |
|
|---|
| 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, CELIOS Sebut 3 Hal Harus Jadi Evaluasi |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.