Selasa, 23 September 2025

Tak Ada Alasan Bagi Pemerintah Terapkan PPN 12 Persen, Masyarakat dan Pengusaha Kompak Menolak

Dampak kenaikan PPN tidak hanya sebatas penambahan tarif sebesar 1 persen, melainkan akan meluas di sepanjang rantai pasok.

IST
Ilustrasi. Dampak kenaikan PPN tidak hanya sebatas penambahan tarif sebesar 1 persen, melainkan akan meluas di sepanjang rantai pasok. 

Ia menilai jika PPN dipaksakan naik lagi menjadi 12 persen pada 2025, hal ini akan semakin memperburuk daya beli konsumen.

Masyarakat berpotensi menunda atau bahkan membatalkan pembelian barang-barang yang dikenakan PPN tinggi.

Contohnya seperti barang elektronik, pakaian, dan peralatan rumah tangga.

"Dampaknya, dunia usaha dan industri pun akan terimbas, dengan penurunan penjualan yang berujung pada lesunya roda ekonomi," ujar Indah.

Lalu, ia menyebut kebijakan kenaikan PPN ini juga menimbulkan ketidakjelasan terkait kontrak-kontrak yang sudah ditandatangani sebelum 1 Januari 2025.

Sebab, kontrak-kontrak yang ditandatangani sebelum 1 Januari 2025 masih menggunakan PPN 11 persen.

"Siapa yang akan menanggung selisih harga akibat perubahan tarif PPN ini? Hal ini tentu akan menambah bingung para pelaku usaha dan konsumen," ucap Indah.

Ia memandang pemerintah seharusnya tak membebani konsumen dengan pajak yang tinggi.

Sementara itu, pengemplang pajak justru tidak mendapatkan sanksi tegas.

Alih-alih menaikkan PPN, kata Indah, pemerintah harusnya fokus pada peningkatan kepatuhan pajak di kalangan pengusaha kakap dan para pengemplang.

"Agar beban pajak tidak jatuh lagi-lagi pada rakyat kecil," tutur Indah.

Solusi

Indah menyebut YLKI mengusulkan agar pemerintah menangguhkan atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12 persen.

Langkah tersebut dianggap sebagai solusi yang lebih bijaksana dalam melindungi daya beli masyarakat dan menjaga stabilitas ekonomi Indonesia ke depan.

Dibanding menaikkan PPN, ia menyebut seharusnya pemerintah menaikkan cukai rokok dan memberlakukan cukai minuman manis.

Cukai pada dua hal tersebut dinilai bisa menjadi alternatif untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani masyarakat.

"Penerapan cukai rokok dan minuman manis juga memiliki manfaat ganda, yaitu meningkatkan pendapatan dan mengendalikan dampak kesehatan," jelas Indah.

"Oleh karena itu, kebijakan yang lebih rasional dan berimbang perlu diambil oleh pemerintah," pungkasnya.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan