Rabu, 10 September 2025

Program CCS/CCUS Dinilai Jadi Peluang Pemerintah Percepat Target Net Zero Emission

Muncul kekhawatiran dari berbagai pihak bahwa pengembangan bisnis CCUS berisiko memperlambat pengembangan energi baru terbarukan (EBT).

Istimewa
PENCAPAIAN TARGET NZE - Webinar bertema "Menakar Potensi Bisnis CCS/ CCUS di Indonesia" yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Energi Indonesia (AJEI) di Jakarta, Selasa (22/7/2025). Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menegaskan bahwa program CCS/CCUS menjadi peluang bagi pemerintah untuk mempercepat pencapaian target NZE. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia terus memperkuat pijakan menuju transisi energi nasional, di mana teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) kini menjadi bagian integral dari strategi mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060. 

NZE adalah kondisi di mana jumlah emisi gas rumah kaca (GRK) yang dilepaskan ke atmosfer sama dengan jumlah yang diserap atau dihilangkan melalui berbagai upaya mitigasi.

Carbon Capture and Storage (CCS) adalah teknologi yang dirancang untuk menangkap emisi karbon dioksida (CO₂) dari sumber industri atau pembangkit listrik sebelum gas tersebut dilepaskan ke atmosfer, lalu menyimpannya secara aman di bawah tanah agar tidak berkontribusi pada perubahan iklim.

Baca juga: Menuju NZE 2060, Indonesia Perkuat Komitmen Iklim Lewat Kolaborasi

Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) adalah serangkaian teknologi yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dioksida (CO₂) dari sumber industri atau pembangkit listrik, dengan cara menangkap, memanfaatkan, dan menyimpan gas tersebut agar tidak masuk ke atmosfer dan memperparah perubahan iklim.

Namun, di tengah geliat investasi dan perencanaan proyek CCS/CCUS, muncul kekhawatiran dari berbagai pihak bahwa pengembangan bisnis ini berisiko memperlambat pengembangan energi baru terbarukan (EBT).

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menegaskan bahwa program CCS/CCUS menjadi peluang bagi pemerintah untuk mempercepat pencapaian target NZE. Beberapa proyek percontohan dalam pengembangan program ini telah dilakukan dan memberikan feedback yang positif meski dihadapkan dengan berbagai kendala dan tantangan seperti biaya investasi yang tinggi hingga munculnya kekhawatiran dari berbagai pihak terhadap program pengembangan EBT. 

"Memang tidak semua energi fosil dapat langsung ditinggalkan. Oleh karena itu, CCS/ CCUS ini hadir sebagai jembatan transisi. Kita tidak bisa menghindari kenyataan bahwa masih ada industri dan pembangkitan yang belum bisa sepenuhnya beralih ke EBT sehingga CCS menjawab kebutuhan itu,” kata Dadan dalam sambutannya saat membuka acara Webinar bertema "Menakar Potensi Bisnis CCS/ CCUS di Indonesia" yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Energi Indonesia (AJEI) di Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Dadan menyatakan bahwa pemerintah juga sangat serius untuk memastikan ekosistem pengembangan program CCS/ CCUS ini dapat berjalan optimal. Selain regulasi yang dinilai lebih maju dibandingkan dengan negara-negara tetangga, pemerintah juga menegaskan komitmennya untuk memastikan program ini tetap sustain tanpa harus menghilangkan program serupa seperti pengembangan EBT. 

Bahkan pemerintah telah menjalin kerjasama dengan Singapura untuk melakukan pilot project pengembangan CCS/CCUS yang ditandatangani pada Oktober 2022 terkait kerja sama CCS/CCUS lintas batas. Fokus kerjasama yang dijalin ini adalah pengembangan regulasi, studi kelayakan teknis dan ekonomi, serta kerangka kerja legal untuk transportasi dan penyimpanan karbon lintas negara.

"Ini menjadi peluang ekonomi kita, kita pastikan dari sisi risiko, keekonomian dan regulasi bisa sesuai. Melalui kerjasama ini akan membuka peluang ekonomi baru dan memberikan kesempatan baru untuk menurunkan emisi," ujar Dadan.

Koordinator Pokja Pengembangan Wilayah Kerja Migas Non-Konvensional Kementerian ESDM, Dwi Adi Nugroho menambahkan menyebutkan bahwa Indonesia telah menyiapkan regulasi yang memungkinkan CCS/ CCUS berkembang, termasuk dalam konteks kerja sama internasional. Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 2 Tahun 2023 dan Perpres No. 14 Tahun 2024 menjadi dasar utama bagaimana pemerintah serius memperhatikan program ini.

"Saat ini kami juga sedang menyiapkan dua skema utama dalam pengembangan bisnis CCS/CCUS ini sebab kami sedang menyusun Peraturan Pemerintah (lainnya) untuk memperkuat regulasi bisnis CCS secara komprehensif,” tuturnya.

Dwi menambahkan bahwa isu lintas batas atau cross-border juga menjadi perhatian dalam pengembangan CCS/CCUS. Oleh sebab itu diperlukan payung hukum bilateral agar kerja sama antarnegara tidak hanya menguntungkan pihak asing. “Kita tidak mau hanya jadi tempat buang karbon. Harus ada kaitan dengan investasi, maka kalau ini tidak dimanfaatkan, ini bisa jadi masalah di kemudian hari," tambahnya.

Dari sisi industri hulu migas, Vice President of Business Support dan Lead Carbon Management SKK Migas, Firera, menekankan bahwa CCS/CCUS perlu dilihat sebagai bagian dari ekosistem yang lebih luas. Oleh sebab itu aspek teknikal harus ditopang oleh aspek non-teknikal sehingga dapat mengoptimalkan potensi yang ada.

Menurutnya beberapa tantangan yang perlu menjadi perhatian semua pihak dalam upaya pengembangan program CCS/CCUS diantaranya adalah permasalahan biaya yang tinggi dan kelayakan ekonomi.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan