Rabu, 3 September 2025

Tunjangan DPR RI

CSIS: Rakyat Terus Diminta Pajak dan Terima Efisiensi, Tapi Pemerintah Boros, Gaji Pejabat Naik

Data Trading Economics, Indonesia menjadi negara dengan jumlah pengangguran terbanyak di Asia Tenggara atau ASEAN

Endrapta Pramudhiaz/Tribunnews.com
PEMERINTAH BOROS - Peneliti Senior Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan. Ia menyebut masyarakat terus diminta membayar pajak hingga menerima efisiensi anggaran, di sisi lain pemerintah justru terlihat melakukan pemborosan anggaran. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan melihat terjadi krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. 

Sebab, masyarakat diminta terus membayar pajak hingga menerima efisiensi anggaran, di sisi lain pemerintah justru terlihat melakukan pemborosan anggaran.

CSIS merupakan wadah pemikir (think tank) nirlaba yang berfokus pada penelitian kebijakan strategis dan analisis di bidang ekonomi, politik, dan keamanan.

Baca juga: Ferry Irwandi Soroti Tunjangan Pensiun DPR, Minta Dihapus Karena Jadi Beban Fiskal

"Pemerintah tampak boros, menambah jumlah kementerian dan lembaga, membiarkan rangkap jabatan di BUMN, serta menaikkan gaji dan tunjangan pejabat dan anggota DPR,” ujar Deni di Jakarta, Selasa (2/9/2025).

Kontradiksi itu, kata Deni, menciptakan krisis legitimasi fiskal, hingga menyebabkan pondasi kepercayaan terhadap pemerintah runtuh.

Dalam teori ekonomi politik, pajak adalah kontrak sosial antara rakyat dengan negara. Warga negara akan bersedia membayar pajak ketika mereka yakin bahwa negara akan memberikan timbal balik dalam bentuk pelayanan publik, stabilitas, dan keadilan.

“Sayangnya rasa keadilan kian memudar karena adanya kontradiksi dari kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah,” terang Deni.

Selain itu, kata Deni, terjadi ketimpangan dan beban ekonomi yang semakin berat di masyarakat. Dia mencontohkan, gini rasio atau ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat kesenjangan distribusi pendapatan atau kekayaan dalam suatu populasi terus meningkat.

“Di angka 0.39 dan itu sangat timpang,” tutur Deni.

Lalu, permasalahan tingkat pengangguran. Deni mengatakan, tingkat pengangguran secara umum memang rendah, tapi jumlahnya naik. Kemudian, tingkat pendapatan juga mengalami stagnan, sehingga tidak mampu mengimbangi biaya hidup.

“Akibat dari tekanan fakta-fakta ekonomi itu, maka kenaikan pajak yang sedikit saja itu akan terasa menyesapkan dan di tengah beban hidup yang semakin meningkat,” terang Deni.

Berdasarkan data Trading Economics, Indonesia menjadi negara dengan jumlah pengangguran terbanyak di Asia Tenggara atau ASEAN. Jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 4,76 persen di Maret 2025 atau 7,28 juta orang.

“Pada saat yang sama, jumlah pekerja meningkat 2,52 persen menjadi 145,77 juta orang, sebagian besar di sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor,” dikutip dari Trading Economics, Selasa (12/8/2025).

Sementara, kendati gini rasio tercatat turun ke angka 0,375 pada Maret 2025, distribusi pendapatan belum sepenuhnya merata. Selama 5 tahun terakhir, rasio gini Indonesia nyaris stagnan di kisaran angka 0,38-0,39.

Nilai gini ratio berkisar 0-1. Nilai mendekati 0 menunjukkan distribusi pendapatan yang sangat merata, sedangkan nilai mendekati 1 menunjukkan distribusi pendapatan yang sangat timpang atau tidak merata.

Mengacu pada data BPS yang dipublikasikan pada 25 Juli 2025 lalu, sebanyak 20 persen dari kelompok penduduk teratas berkontribusi terhadap 45,56 persen pengeluaran secara nasional per Maret 2025 lalu.

Lalu, 40 persen penduduk menengah hanya berkontribusi sebesar 35,79 persen. Sementara 40 persen penduduk terendah hanya berkontribusi di angka 18,65 persen dari total pengeluaran nasional.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan