Sabtu, 8 November 2025

Pakar Ingatkan Kelangkaan Energi Bisa Guncang Stabilitas Pemerintahan

Agenda swasembada energi merupakan kebutuhan strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi dan politik nasional dalam jangka panjang.

Tribunnews/Rahmat Fajar Nugraha
SPBU SWASTA - Situasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina di kawasan Serpong, Tangsel. Agenda swasembada energi merupakan kebutuhan strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi dan politik nasional dalam jangka panjang. 

Ringkasan Berita:
  • Ada kecenderungan strategi energi telah berada di arah yang benar. 
  • Agenda swasembada energi merupakan kebutuhan strategis.
  • Terjadi kenaikan lifting minyak nasional yang tembus 608 ribu barel/hari.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar kebijakan publik dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Prof. Dr. David B. W. Pandie menanggapi soal strategi bidang energi dalam pemerintah Prabowo–Gibran.

Menurunya, ada kecenderungan strategi energi telah berada di arah yang benar. 

Pasalnya, dia menyebut agenda swasembada energi merupakan kebutuhan strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi dan politik nasional dalam jangka panjang.

Baca juga: Dukung Swasembada Energi, PHE Kokohkan Peran di Hulu Migas Nasional

Hal itu disampaikannya alam diskusi Kebijakan Publik Energi dengan tema ‘Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran dari Sudut Pandang Energi’.

“Energi adalah fondasi kehidupan. Ketika terjadi kelangkaan energi, dampaknya bukan hanya ekonomi, tapi juga bisa mengguncang stabilitas pemerintahan,” kata David, Kamis (6/11/2025).

Adapun, terjadi kenaikan lifting minyak nasional yang tembus 608 ribu barel/hari melampaui target APBN 2025 sebesar 605 barel/hari.

David menyebut, peningkatan lifting yang dibarengi program transisi energi menunjukkan pendekatan berimbang pemerintah dalam menjaga pasokan energi, sambil tetap bergerak menuju target emisi rendah. 

“Dua-duanya harus jalan bersamaan. Kalau hanya mengandalkan energi fosil, tidak baik. Tapi transisi energi juga butuh waktu dan teknologi,” ujarnya.

Pakar ekonomi Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang, Dr. Frits Fanggidae juga mengatakan, capaian lifting saat ini memberikan sinyal positif untuk prospek pertumbuhan ekonomi ke depan. 

Namun peningkatan produksi harus diiringi dengan penguatan kapasitas industri energi nasional agar cadangan dalam negeri dapat dimanfaatkan secara maksimal.

“Jadi harus ada kapasitas produksi yang naik agar manfaat lifting tinggi itu bisa dirasakan,” ujar Frits.

Dia menambahkan, peningkatan itu harus berjalan paralel dengan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) agar Indonesia mencapai kemandirian energi secara menyeluruh. 

“Kalau lifting naik tapi produksi nasional tidak naik, impor tetap besar. Jadi lifting naik harus dibarengi peningkatan kapasitas produksi,” jelasnya.

Pakar energi dari Universitas Nusa Cendana, Prof. Fredrik L. Benu menyatakan bahwa tren peningkatan ini penting dalam upaya menekan ketergantungan impor minyak Indonesia yang saat ini masih cukup tinggi. 

“Kita naik dari sekitar 600 ribu jadi hampir 700 ribu barel. Itu antara lain dengan memaksimalkan sumur-sumur yang sudah ada dan juga sumur-sumur baru,” ujar Prof Fredrik.

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved