Sabtu, 15 November 2025

Banjir Baja Impor, Pemerintah Diminta Lahirkan Pengusaha Baru Bukan Buka Investasi Asing

Pemerintah diminta tidak hanya fokus pada menarik investor asing untuk mengatasi tekanan impor produk baja di pasar Indonesia.

dok. KS
ANTISIPASI BANJIR BAJA IMPOR - Baja jenis hot rolled plate (HRP) produksi Krakatau Steel. Pemerintah diminta menciptakan pengusaha-pengusaha baru yang fokus pada industri manufaktur untuk menekan produk impor dan meningkatkan ekonomi nasional. 

 

Ringkasan Berita:
  • Pada semester I 2024, impor baja dari China meningkat 34 persen menjadi 2,98 juta ton.
  • Pemerintah harus menciptakan pengusaha-pengusaha baru yang fokus pada industri manufaktur.
  • Bank BUMN seharusnya kembali kepada visi awal sebagai agen pembanguna

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diminta tidak hanya fokus pada menarik investor asing untuk mengatasi tekanan impor produk baja di pasar Indonesia.

Tetapi, pemerintah seharusnya lebih mengutamakan menciptakan pengusaha-pengusaha baru yang fokus pada industri manufaktur.

Hal tersebut disampaikan CEO PT Inerco Global International, Hendrik Kawilarang Luntungan, menyikapi langkah pemerintah membuka keran investasi asing yang berminat membangun pabrik di dalam negeri.

"Harusnya pemerintah menciptakan pengusaha-pengusaha baru dengan bimbingan pemerintah, seperti yang tercipta di China, Jepang, dan Korea. Mereka maju industri manufakturnya karena pemerintah terjun langsung membimbing agar menyesuaikan dengan target pemerintah menjadikan Indonesia negara industri dalam 10 tahun ke depan," ujar Hendrik dikutip Kamis (13/11/2025).

Sebelumnya Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengaku telah kedatangan sejumlah investor dari Eropa, China, dan Vietnam yang berminat merelokasi pabrik bajanya ke Indonesia. 

"Kami minta supaya mereka berinvestasi di Indonesia, bangun pabrik di Indonesia, sehingga mereka juga punya akses ke pasar domestik," kata Faisol usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR RI, Jakarta, awal pekan ini.

Hendrik menyampaikan, akar masalahnya juga terletak pada sistem penyaluran kredit perbankan. 

"Permasalahan kita saat ini dikarenakan penyaluran kredit dari bank-bank besar hanya diberikan kepada pengusaha besar ataupun titipan-titipan politisi. Akibatnya tidak ada pemerataan, tidak lahir para pengusaha baru. Kebijakan ini membuat orang kaya makin kaya dan orang miskin dan menengah akan mustahil masuk ke dalam kategori orang kaya," tegasnya.

Hendrik bilang, untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang stagnan di angka 5 persen, Indonesia membutuhkan konglomerasi-konglomerasi baru di luar yang sudah ada. 

Baca juga: Baja Impor dari China Banjiri Indonesia, Kuasai 55 Persen Pasar Lokal

"Capek saja kita lihat ada mall baru atau hotel baru atau real estate baru, kalau kita tanya punya siapa, selalu jawabannya dia lagi, dia lagi. Ini fakta," sindirnya.

Hendrik mendesak perbankan, khususnya bank BUMN, untuk merevolusi kebijakan kreditnya. 

"Sekarang pinjam uang ke bank yang dilihat nomor satu bukan proyeknya, melainkan kolateralnya. Yang punya aset kolateral ya pasti orang usahanya sudah mapan. Sementara orang menengah mau naik kelas mustahil dengan kebijakan seperti ini. Bank harus mengubah kebijakannya. Sebelum krisis 1998, bank acting like a real bank. Sekarang bank acting seperti pegadaian," paparnya.

Baca juga: Pemerintah Didesak Setop Impor Baja Konstruksi dari China dan Vietnam

Meski memahami trauma krisis finansial Asia, Hendrik menegaskan, bank BUMN seharusnya kembali kepada visi awal sebagai agen pembangunan, tidak melulu berorientasi pada profit.

Menyoroti investasi asing, Hendrik mengusulkan regulasi yang lebih ketat, karena regulasi yang sudah ada sekarang masih memberi celah untuk bisa diakalin.

"Cara mereka ngakalinnya  semua pakai nominee orang lokal, terus dibuat perjanjian di bawah tangan sehingga mereka tetap menguasai 100 persen. Ini fakta. Sama kayak orang-orang asing beli aset di Bali, kan banyak notaris atur-atur pakai nominee," tutur Hendrik.
Data Impor Baja

Tercatat, impor baja dari China mengalami lonjakan signifikan dalam satu tahun terakhir.

Pada semester I 2024 saja, impor baja China meningkat 34 persen menjadi 2,98 juta ton dari sebelumnya 2,23 juta ton. Sepanjang 2023, volume impor baja dari China mencapai sekitar 4,16 juta ton.

Angka itu melonjak 35,4 persen dibanding tahun sebelumnya dan menjadikan China sebagai penyumbang terbesar terhadap total impor baja nasional, yaitu sekitar 28 persen.

Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat China menjadi negara asal impor terbesar Indonesia pada awal 2025.

Pada Januari saja, nilai impor non-migas dari China mencapai 6,34 miliar dolar AS, setara 40,86 persen dari total impor nonmigas nasional.

Besi dan baja menjadi salah satu kontributor utama dalam struktur impor tersebut.

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved