Minggu, 16 November 2025

Tanggapan Sejumlah Pakar terkait Pencabutan 4 IUP di Raja Ampat

Pakar menilai tidak tepat jika kritik atas penerbitan IUP Raja Ampat diarahkan kepada Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina
Istimewa
PERTAMBANGAN DI PULAU GAG - Penampakan Pulau Gag, di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Kisruh penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat beberapa waktu lalu kembali disinggung oleh Komisi XII DPR RI saat rapat kerja dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, Selasa (11/11/2025). 
Ringkasan Berita:


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kisruh penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat beberapa waktu lalu kembali disinggung oleh Komisi XII DPR RI saat rapat kerja dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, Selasa (11/11/2025).

Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah izin resmi yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan atau perseorangan untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan di suatu wilayah tertentu. 

Baca juga: Selain Raja Ampat, Ada Temuan 55 IUP Tambang Nikel di 29 Pulau Kecil, Total Luasnya 65 Ribu Hektare

IUP merupakan dasar hukum bagi siapa pun yang ingin melakukan eksplorasi, pengolahan, atau produksi sumber daya mineral dan batubara di Indonesia.

Bahlil menjelaskan bahwa izin itu sudah ada sejak lama, yakni sejak tahun 1970-an--jauh sebelum dirinya menjabat menteri. 

Ia bahkan berkelakar saat izin itu terbit, kedua orang tuanya belum bertemu dan dirinya belum lahir ke dunia. 

 

 

Menanggapi kisruh IUP di Raja Ampat ini, pakar energi dari Universitas Islam Riau, Ira Herawati izin itu memang sudah lama terbit. 

"Apa yang dikatakan Pak Bahlil itu benar, kalau misalkan IUP itu memang sudah lama. Dan dia hanya menjalankan sesuai dengan peraturan pemerintah yang saat ini sedang dia lakukan," kata Ira dalam diskusi Satu Tahun Kabinet Prabowo-Gibran dari Sudut Pandang Energi di Pekanbaru, Riau, dikutip Sabtu (15/11/2025). 

Sehingga menurutnya tidak tepat jika kritik atas penerbitan IUP Raja Ampat diarahkan ke Menteri ESDM saat ini. 

Baca juga: Tambang Nikel di Raja Ampat Kembali Beroperasi, Susi Pudjiastuti ke Prabowo: Mohon Dihentikan, Pak

Di sisi lain Ira menilai pemerintah juga telah menunjukkan keseriusannya dalam pengelolaan tata kelola tambang di Indonesia. 

Salah satunya lewat penertiban dengan pencabutan izin 4 dari 5 IUP di kawasan Raja Ampat

Menurut Ira, langkah pencabutan ini menunjukkan keseriusan perbaikan tata kelola, dan bukti pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat. 

"Dengan melakukan itu berarti kan menunjukkan keseriusan pemerintah untuk mengapresiasi permintaan warganya. Dan ya itu juga tentu dengan tata kelola tambangnya juga berarti ada perbaikan," ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, ekonom Universitas Persada Bunda Indonesia, Riyadi Mustofa mengatakan sebelum adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kewenangan penerbitan IUP dimiliki pemerintah daerah, provinsi, dan pusat. 

Riyadi menyebut jika semua aturan ditaati, maka secara hukum tidak akan ada masalah. Persoalan bisa timbul karena adanya dokumen amdal yang tidak sesuai.

"Kalau semua peraturan ditaati, secara hukum tidak ada masalah. Permasalahan timbul ketika tidak sesuai dengan dokumen amdal, karena dokumen itu konsekuensi hukum," katanya.

Sementara itu, pakar komunikasi publik dari Universitas Riau, Chelsy Yesicha, menerangkan keputusan pemerintah menertibkan IUP di Raja Ampat berdampak positif terhadap kepercayaan publik. 

Menurutnya masyarakat saat ini perlu bukti konsisten pemerintah dalam menjaga lingkungan. 

Apalagi, kepercayaan masyarakat terhadap tata kelola tambang sempat goyah usai framing negatif terhadap pertambangan di Raja Ampat

Namun, kata dia, keputusan Menteri ESDM menertibkan IUP mulai menumbuhkan kepercayaan publik atas tata kelola pertambangan di Indonesia. 

"Kita perlu waktu untuk mengembalikan kepercayaan. Masyarakat sudah tahu dengan budaya-budaya pemerintah, retorika dan janji pemerintah. Untuk mengembalikan itu memang perlu waktu dan kehati-hatian," pungkasnya.

4 IUP Dicabut

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan kisruh penerbitan IUP di Raja Ampat tidak ada kaitannya dengan dirinya. 

Ia menjelaskan bahwa ada sejumlah pihak yang mengaitkan soal penerbitan izin tambang di Raja Ampat dengan kepemimpinannya saat ini. 

Padahal, dari lima IUP di Raja Ampat satu di antaranya dikelola oleh badan usaha milik negara (BUMN) yang telah mengantongi kontrak karya sejak era 1970-an. 

"Ibu saya sama ayah saya belum ketemu, Pak. Barang ini sudah ada. Saya belum ada di muka bumi. Tapi dikaitkan seolah-olah itu saya yang urus," ujar Bahlil dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI, di Jakarta, Selasa (11/11/2025).

Menurut Bahlil, empat IUP lainnya bahkan dicabut oleh pemerintah karena ditemukan berbagai pelanggaran administratif dan lingkungan. 

Pencabutan itu dilakukan setelah kunjungan langsung ke lapangan. 

"Empat perusahaan yang saya cabut itu IUP-nya dikeluarkan tahun 2004 oleh bupati lama. Karena undang-undang rezim lama dikeluarkan oleh kepala daerah dan sebagian oleh gubernur. Itu pun kami cabut," ucap dia.

Bahlil Lahadalia menyebutkan, empat perusahaan yang izin tambangnya dicabut adalah:

  1. PT Kawei Sejahtera Mining yang berlokasi di Pulau Kawe
  2. PT Mulia Raymond Perkasa yang berlokasi di Pulau Batang Pele dan Pulau Manyaifun
  3. PT Anugerah Surya Pertama yang berlokasi di Pulau Manuran
  4. PT Nurham yang berlokasi di Pulau Yesner Waigeo Timur

"Yang kita cabut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, dan PT Mulia Raymond Perkasa, PT KWS sejak pertama ini. Ini yang kita cabut," kata Bahlil. 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved