Sabtu, 23 Agustus 2025

Ibadah Haji 2025

Komite 3 DPD RI Usul Ada Kompensasi Otomatis Terhadap Jemaah Haji Telat atau Gagal Berangkat

Kompensasi keterlambatan berangkat ini diusulkan tanpa harus menunggu klaim manual dari jemaah haji.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Erik S
Media Center Haji/MCH 2025
ILUSTRASI KEBERANGKATAN HAJI - - Wakil Ketua Komite III DPD RI, Dailami Firdaus mengusulkan adanya pemberian kompensasi otomatis kepada jemaah haji jika terjadi keterlambatan atau kegagalan layanan. Kompensasi ini diusulkan tanpa harus menunggu klaim manual dari jemaah. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komite III DPD RI, Dailami Firdaus mengusulkan adanya pemberian kompensasi otomatis kepada jemaah haji jika terjadi keterlambatan atau kegagalan layanan. Kompensasi ini diusulkan tanpa harus menunggu klaim manual dari jemaah.

"Kami mengusulkan kompensasi otomatis apabila ada keterlambatan atau kegagalan layanan tanpa harus menunggu klaim manual dari jemaah," kata Dailami dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu (23/8/2025).

Rapat ini menjadi pengantar musyawarah bersama pimpinan DPD RI terkait RUU perubahan ketiga UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Baca juga: Ashuri Gandeng MCDC Tingkatkan Layanan Jemaah Haji Khusus

Sementara berkaitan dengan kuota dan transparansi, DPD RI mengusulkan pembuatan dashboard realtime yang menampilkan daftar tunggu prioritas lansia dan distribusi kuota jemaah haji per provinsi yang bisa diakses publik. 

Ini karena DPD menegaskan bahwa distribusi kuota haji adalah soal keadilan antar daerah. Sehingga dashboard realtime ini bertujuan agar publik tahu bagaimana waktu tunggu dan kuota di daerah mereka masing - masing. 

"Kami menilai distribusi kuota adalah soal keadilan antar daerah. Kami mendorong adanya dashboard realtime yang memuat daftar tunggu prioritas lansia dan juga distribusi kuota per provinsi yang bisa diakses oleh publik," katanya.

Sedangkan soal pengawasan dan sanksi, DPD RI menyarankan ada pengetatan larangan jual beli porsi, dan penyalahgunaan kuota. 

Di sisi lain, juga perlu penguatan penegakkan hukum. Diantaranya memberi perlindungan bagi whistleblower atau individu yang melaporkan dugaan pelanggaran, penyimpangan atau tindak kejahatan di organisasi tempat mereka bekerja, atau mereka yang memiliki informasi memadai terkait skandal atau dugaan korupsi.

"Kami mendorong perlindungan whistleblower, publikasi sanksi serta penguatan PPNS dengan kapasitas forensik digital untuk menindak mafia haji," katanya.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan