Senin, 29 September 2025

Pilkada Serentak 2024

PSU Pilkada 24 Daerah Jadi Pukulan Telak, KPU Dinilai Tidak Berkaca Pada Pileg

Pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah menjadi pukulan telak bagi penyelenggara pemilu baik di tingkat pusat maupun daerah.

TribunJatim.com/Bobby Koloway
PSU ULANG - Ilustrasi petugas melakukan rekapitulasi perhitungan di Pemilu 2024. Putusan MK mengharuskan 24 daerah melakukan pemungutan suara ulang PSU. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah menjadi pukulan telak bagi penyelenggara pemilu baik di tingkat pusat maupun daerah.

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nurhayati menyoroti banyaknya PSU disebabkan oleh ketidakpastian hukum di penyelenggara pemilu serta pengabaian terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

PSU di 24 daerah memang menjadi pukulan telak bagi penyelenggara pemilu baik di tingkat pusat ataupun daerah.

"Sebab, tidak sedikit penyebab PSU juga diakibatkan karena ketidakpastian hukum di penyelenggara pemilu dan pengabaian terhadap putusan MK," ujar Neni kepada wartawan Sabtu (13/2/2025).

Neni pun mempertanyakan kenapa Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara tidak berkaca pada pemilu legislatif (pileg) lalu.

Diketahui saat Pileg 2024, PSU di Dapil 6 Gorontalo harus dilakukan karena penyelenggara pemilu tidak menindaklanjuti serius putusan MK.

Sementara itu, PSU di Sumatera Barat terjadi karena penyelenggara mengabaikan putusan PTUN.

"Tetapi, mengapa penyelenggara pemilu tidak banyak belajar dari pengalaman sehingga berimplikasi pada kerugian yang harus dibayar oleh negara sebanyak Rp1 triliun," katanya.

Neni menegaskan kondisi ini menjadi alarm serius, terutama ketika muncul anggapan bahwa penyelenggara pemilu tidak independen.

Menurutnya, salah satu akar permasalahan dari PSU yang mengakibatkan kerugian negara adalah rendahnya profesionalisme penyelenggara pemilu dalam menjalankan tugasnya.

"Memang repot di lapangan ketika pilkada diurus oleh individu yang kurang kredibel dan malah mencari proyek lain, sehingga tidak bisa kredibel dalam menjalankan tugas," tuturnya.

Akibatnya apa?

"Terjadi ketidakpastian hukum, kurangnya mitigasi risiko, tidak siap menghadapi isu dan krisis, serta buruknya komunikasi publik," pungkas Neni.

Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan