Selasa, 12 Agustus 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Algoritma TikTok Bikin Gerah AS, Tagar StandwithPalestine Tembus 3 Miliar, Apa Artinya?

Menurut data dari pusat pembuat TikTok, #StandwithPalestine mencapai hampir 3 miliar tayangan

Gabby Jones/Bloomberg
Aplikasi TikTok dinilai rentan disusupi propaganda dan kepentingan politik apapun. 

Menurut dia sistem algoritma TikTok 'yang merekomendasikan tayangan', akan mendorong konten serupa kepada pengguna.

Sistem algoritma ini pula yang bisa mengakibatkan munculnya ekstremisme di kalangan pengikut fanatik.

"Model ini dapat menciptakan gelembung informasi yang akan memberikan narasi tertentu kepada pengguna dan memengaruhi pandangan dunia mereka," kata dia.

Propaganda Politik Merajalela di Tiktok

Menurut Jalli TikTok berbeda dari pendahulunya, seperti Facebook, Twitter, dan Google, yang lebih serius untuk memerangi penyalahgunaan platform mereka oleh para propaganda.

TikTok, katanya, cenderung tidak memiliki kebijakan yang ketat.

“TikTok telah dikritik keras oleh para peneliti dan media karena mengizinkan pandangan ekstremisme muncul di platformnya, mereka mendesak pemilik TikTok untuk membuat kebijakan yang lebih baik,” jelas Jalli.

Namun sekarang, TikTok telah membuat panduan komunitas terbarunya untuk menghindari penyalahgunaan platform oleh para individu.

Meski begitu, propaganda politik masih merajalela di platform tersebut.

Para pengguna, bahkan seringkali memotong ucapan tokoh terkenal untuk kepentingan politik. Padahal tokoh tersebut tidak memiliki niat untuk membahas politik sama sekali. Akibatnya, salah paham atau disinformasi seringkali terjadi.

"Fitur 'live' di TikTok telah disalahgunakan untuk menyebarkan narasi politik di beberapa negara, termasuk AS dan Rusia. Berbeda dari konten audio-visual yang diunggah, fitur live menghadirkan tantangan tersendiri karena sifat streaming real-time yang sinkron, yang membuat pemantauan AI kurang efektif dibandingkan manusia dalam moderasi konten," kata dia.

Menurut Jalli, TikTok masih mengandalkan sebagian besar pengawasannya pada sistem internal.

Sementara teknologi Artificial Intelligence (AI) belum secara optimal digunakan dalam mengawasi konten yang diproduksi oleh pengguna aplikasi milik ByteDance tersebut.

Mengutip tulisan di Radius, menurut Jalli, cara terbaik untuk meminimalisir propaganda di sosial media adalah dengan mengembangkan sistem pelaporan melalui keterlibatan komunitas untuk membantu mengidentifikasi konten yang melanggar aturan.

“Melihat bukti nyata penyalahgunaan sosial media atas nama politik, masyarakat tidak boleh mengabaikan TikTok sebagai ruang terjadinya perang informasi politik,” imbau Jalli.

Jalli memprediksi bahwa tren serupa sangat mungkin terjadi di Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya.

Strategi propaganda digital yang sama untuk kampanye disinformasi yang telah terjadi di platform media sosial lainnya termasuk penggunaan terkoordinasi dari pasukan siber, mulai dari influencer berbayar, cybertroopers, bot akan terjadi.

(oln/axios/radius/thejakartapost/*)

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan