Krisis Tekstil di Pakistan Berisiko Picu Penutupan Massal Tempat Usaha dan Lapangan Kerja
Pakistan adalah salah satu produsen kapas terbesar di dunia, dan industri tekstilnya merupakan tulang punggung perekonomian nasional.
Ringkasan Berita:
- Industri tekstil Pakistan turun drastis, berdampak pada ekspor turun tajam hingga 11,7 persen pada September 2025.
- Faktor utama krisis meliputi biaya energi yang tinggi, kebijakan subsidi tidak efisien, lemahnya infrastruktur logistik, hingga kalah bersaing dengan negara tetangga seperti Bangladesh dan Vietnam.
- Dampaknya meluas ke ekonomi nasional, dengan defisit perdagangan yang melebar, penurunan investasi asing, dan ancaman kehilangan ratusan ribu lapangan kerja.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekspor tekstil, yang dulu disebut sebagai tulang punggung ekonomi Pakistan, kini berada di ambang keruntuhan.
Data dan peringatan terbaru menunjukkan bahwa sektor yang pernah menjadi kebanggaan nasional itu tengah mengalami penurunan yang semakin dalam.
Dikutip dari Madlives Insight, Senin (10/11/2025), kinerja ekspor tekstil Pakistan menurun tajam dalam beberapa bulan terakhir.
Industri yang selama ini menopang 60 persen ekspor nasional tersebut kini goyah akibat kombinasi antara tata kelola yang buruk, subsidi tidak efisien, dan tekanan eksternal yang terus meningkat.
Sinyal krisis semakin terlihat setelah Gul Ahmed Textile Mills, salah satu eksportir terbesar Pakistan, mengumumkan penghentian segmen ekspor pakaian jadinya.
Dalam keterangan kepada Bursa Efek Pakistan, perusahaan menyebut “kerugian operasional yang terus-menerus di tengah meningkatnya biaya, perubahan kebijakan, dan persaingan regional” sebagai alasan utama.
Perusahaan itu juga menyoroti sejumlah faktor yang memperburuk keadaan: kenaikan tarif energi, nilai tukar yang lebih kuat, pajak omzet di muka, dan lonjakan harga bahan baku.
Kombinasi tersebut membuat biaya produksi melampaui batas wajar dan menekan profitabilitas industri.
Menurut Dewan Tekstil Pakistan (PTC), ekspor tekstil negara itu turun 3,83 persen pada kuartal pertama tahun fiskal 2026 menjadi USD 7,61 miliar, dari USD 7,91 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Penurunan makin tajam pada September, dengan ekspor anjlok 11,71 persen menjadi USD 2,51 miliar—kontraksi kelima dalam enam bulan terakhir.
Penurunan Investasi
Sementara itu, impor naik 13,49 persen menjadi USD 16,97 miliar, memperlebar defisit perdagangan.
Situasi ini menggambarkan ketidakseimbangan ekonomi yang serius: pendapatan ekspor turun, biaya impor naik, dan kesenjangan perdagangan makin melebar.
Para pelaku industri menuding biaya energi yang tinggi, infrastruktur yang buruk, serta krisis air sebagai faktor utama yang menekan daya saing Pakistan.
Tarif listrik di negara itu kini bahkan lebih tinggi dibanding Amerika Serikat dan Eropa, membuat produsen tidak mampu bersaing dengan Bangladesh, India, dan Vietnam.
Ketua PTC, Fawad Anwar, memperingatkan risiko penutupan massal unit ekspor dan penurunan tajam investasi asing jika langkah perbaikan mendesak tidak segera diambil.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
| Puluhan Penari Pendet Pasepan Meriahkan Pembukaan Nusa Penida Festival 2025 |
|
|---|
| Sulaman Tapis Perempuan Desa Lampung Dorong Ekonomi Kreatif Berbasis Tradisi |
|
|---|
| Hadiri Produk Lokal Fest 7, Teuku Riefky Sebut Kreativitas Bisa Jadi Tulang Punggung Ekonomi |
|
|---|
| Langit Amerika Kacau! Shutdown Lumpuhkan Bandara, Ribuan Penerbangan Dibatalkan |
|
|---|
| Indonesia Targetkan 70 Persen Kapasitas Baru Energi Terbarukan, Sinyal Kuat Peluang Ekonomi Hijau |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.