Selasa, 11 November 2025

Krisis Tekstil di Pakistan Berisiko Picu Penutupan Massal Tempat Usaha dan Lapangan Kerja

Pakistan adalah salah satu produsen kapas terbesar di dunia, dan industri tekstilnya merupakan tulang punggung perekonomian nasional.

Editor: Wahyu Aji
Tangkap layar X
Bendera Pakistan - Pakistan adalah salah satu produsen kapas terbesar di dunia, dan industri tekstilnya merupakan tulang punggung perekonomian nasional. Bagaimana kondisinya kini? 
Ringkasan Berita:
  • Industri tekstil Pakistan turun drastis, berdampak pada ekspor turun tajam hingga 11,7 persen pada September 2025.
  • Faktor utama krisis meliputi biaya energi yang tinggi, kebijakan subsidi tidak efisien, lemahnya infrastruktur logistik, hingga kalah bersaing dengan negara tetangga seperti Bangladesh dan Vietnam.
  • Dampaknya meluas ke ekonomi nasional, dengan defisit perdagangan yang melebar, penurunan investasi asing, dan ancaman kehilangan ratusan ribu lapangan kerja.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekspor tekstil, yang dulu disebut sebagai tulang punggung ekonomi Pakistan, kini berada di ambang keruntuhan.

Data dan peringatan terbaru menunjukkan bahwa sektor yang pernah menjadi kebanggaan nasional itu tengah mengalami penurunan yang semakin dalam.

Dikutip dari Madlives Insight, Senin (10/11/2025), kinerja ekspor tekstil Pakistan menurun tajam dalam beberapa bulan terakhir.

Industri yang selama ini menopang 60 persen ekspor nasional tersebut kini goyah akibat kombinasi antara tata kelola yang buruk, subsidi tidak efisien, dan tekanan eksternal yang terus meningkat.

Sinyal krisis semakin terlihat setelah Gul Ahmed Textile Mills, salah satu eksportir terbesar Pakistan, mengumumkan penghentian segmen ekspor pakaian jadinya.

Dalam keterangan kepada Bursa Efek Pakistan, perusahaan menyebut “kerugian operasional yang terus-menerus di tengah meningkatnya biaya, perubahan kebijakan, dan persaingan regional” sebagai alasan utama.

Perusahaan itu juga menyoroti sejumlah faktor yang memperburuk keadaan: kenaikan tarif energi, nilai tukar yang lebih kuat, pajak omzet di muka, dan lonjakan harga bahan baku.

Kombinasi tersebut membuat biaya produksi melampaui batas wajar dan menekan profitabilitas industri.

Menurut Dewan Tekstil Pakistan (PTC), ekspor tekstil negara itu turun 3,83 persen pada kuartal pertama tahun fiskal 2026 menjadi USD 7,61 miliar, dari USD 7,91 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Penurunan makin tajam pada September, dengan ekspor anjlok 11,71 persen menjadi USD 2,51 miliar—kontraksi kelima dalam enam bulan terakhir.

Penurunan Investasi

Sementara itu, impor naik 13,49 persen menjadi USD 16,97 miliar, memperlebar defisit perdagangan.

Situasi ini menggambarkan ketidakseimbangan ekonomi yang serius: pendapatan ekspor turun, biaya impor naik, dan kesenjangan perdagangan makin melebar.

Para pelaku industri menuding biaya energi yang tinggi, infrastruktur yang buruk, serta krisis air sebagai faktor utama yang menekan daya saing Pakistan.

Tarif listrik di negara itu kini bahkan lebih tinggi dibanding Amerika Serikat dan Eropa, membuat produsen tidak mampu bersaing dengan Bangladesh, India, dan Vietnam.

Ketua PTC, Fawad Anwar, memperingatkan risiko penutupan massal unit ekspor dan penurunan tajam investasi asing jika langkah perbaikan mendesak tidak segera diambil.

“Ini bukan hanya soal hilangnya lapangan kerja, tapi juga soal tergerusnya pendapatan devisa di saat Pakistan tidak mampu menanggung guncangan semacam itu,” ujarnya.

Krisis ini juga memperlihatkan kegagalan kebijakan jangka panjang. Alih-alih berinvestasi pada efisiensi dan inovasi, pemerintah selama bertahun-tahun memilih solusi sementara: subsidi energi, potongan pajak, dan dana talangan. Strategi itu mungkin memperbaiki angka ekspor dalam jangka pendek, tetapi gagal membangun daya saing berkelanjutan.

Harga Produk Pakistan di Pasar Global

Selain itu, laporan Federasi Kamar Dagang dan Industri Pakistan (FPCCI) menyoroti persoalan logistik sebagai luka yang makin dalam. Sistem logistik yang mahal dan tidak efisien menghabiskan 15,6 persen PDB—dua kali lipat dari negara-negara maju. Sebelum satu kontainer tekstil meninggalkan pelabuhan, biaya tinggi sudah menggerus keuntungan eksportir.

Dalam Indeks Kinerja Logistik Bank Dunia, Pakistan harus bersaing dengan India, Vietnam, dan Bangladesh yang justru semakin efisien.

Di Karachi dan Qasim, dua pelabuhan utama Pakistan, kapasitas operasi hanya sepertiga dari desain awal.

Krisis energi, ketidakpastian kebijakan, dan lemahnya strategi ekspor juga terjadi.

Keruntuhan industri tekstil Pakistan terjadi di Faisalabad hingga Karachi.

Kawasan industri kini dipenuhi pabrik yang tutup dan gudang yang kosong.

Untuk diketahui, Pakistan adalah salah satu produsen kapas terbesar di dunia, dan industri tekstilnya merupakan tulang punggung perekonomian nasional.

Menyumbang lebih dari 50 persen total ekspor negara, sektor ini mencakup pakaian rajut, garmen katun, sprei, dan benang.

Namun, industri vital ini menghadapi tantangan serius – mulai dari harga kapas yang berfluktuasi dan biaya energi yang tinggi hingga kebijakan pajak baru.

Pada tahun 2025, ekspor tekstil turun dari $20 miliar menjadi $17 miliar, sebagian besar disebabkan oleh harga kapas yang lebih rendah dan biaya produksi yang meningkat. Masalah-masalah ini mengancam daya saing Pakistan di pasar tekstil global.

Industri tekstil di Pakistan mempekerjakan sekitar 30 juta orang, banyak di antaranya adalah perempuan yang bekerja di sektor informal bergaji rendah.

Diskriminasi gender, kondisi kerja yang tidak aman, dan kurangnya perlindungan sosial tersebar luas.

Insiden seperti kebakaran pabrik di Karachi tahun 2012, yang menewaskan lebih dari 250 pekerja, telah menarik perhatian internasional terhadap pelanggaran hak-hak buruh – dan memperkuat tuntutan akan akuntabilitas yang lebih besar.

Serikat pekerja menekankan bahwa pembeli global harus menegakkan standar pengadaan yang etis untuk memastikan upah yang adil, keselamatan kerja, dan kepatuhan terhadap hak-hak buruh.

SUMBER

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved