Senin, 17 November 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Dalih Awasi Gencatan Senjata, AS Siapkan Pangkalan Militer Senilai Rp8 Triliun di Dekat Gaza

AS bangun pangkalan militer Rp8 triliun dekat Gaza dalih awasi gencatan senjata. Namun di lapangan, serangan Israel berlanjut dan bantuan tersendat.

Editor: Nuryanti
khaberni/tangkap layar
AS BANGUN PANGKALAN MILITER - AS bangun pangkalan militer senilai Rp8 triliun di dekat Gaza dengan alasan memantau gencatan senjata. Namun faktanya, serangan Israel terus berlanjut hampir setiap hari, menewaskan ratusan warga Palestina, sementara bantuan kemanusiaan yang dijanjikan tak kunjung lancar masuk ke wilayah yang porak poranda akibat perang. 
Ringkasan Berita:
  • Amerika Serikat dikabarkan membangun pangkalan militer senilai Rp8 triliun di dekat perbatasan Gaza untuk memantau pelaksanaan gencatan senjata dan distribusi bantuan.
  • Langkah ini dinilai sebagai bentuk keterlibatan langsung Washington dalam stabilisasi kawasan pascaperang, meski menuai kritik atas potensi peningkatan ketegangan.
  • Di lapangan, gencatan senjata tetap rapuh. Israel tercatat melanggar perjanjian ratusan kali dan bantuan kemanusiaan masih tersendat.

TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat (AS) diam-diam membangun pangkalan militer besar bernilai 500 juta dolar AS atau Rp8 triliun di wilayah Israel yang berdekatan dengan perbatasan Gaza.

Kabar ini pertama kali diberitakan oleh harian Israel Yediot Ahronoth, yang mengutip sumber pejabat Israel tanpa menyebut nama.

Dalam laporannya, media Israel menyebut proyek ini sebagai bagian dari upaya Washington untuk memantau dan menegakkan perjanjian gencatan senjata di daerah kantong Palestina tersebut.

“Pangkalan ini akan menjadi pusat komando bagi pasukan internasional yang bertugas memantau pelaksanaan gencatan senjata di Gaza,” ungkap sumber tersebut.

Rencana tersebut menandai eskalasi signifikan keterlibatan AS di kawasan Timur Tengah, terutama setelah dua tahun perang antara Israel dan kelompok Hamas yang menelan puluhan ribu korban jiwa.

AS Bakal Awasi Gencatan Senjata

Belum ada tanggapan resmi baik dari pemerintah AS maupun Israel mengenai laporan pembangunan pangkalan ini.

Namun Anadolu melaporkan bahwa proyek ini bukan hanya bertujuan memantau gencatan senjata, tetapi juga memperkuat pengawasan atas distribusi bantuan kemanusiaan dan memastikan stabilitas pasca perang di Gaza.

Sekitar 200 personel militer AS saat ini sudah berada di Pusat Koordinasi Sipil-Militer (CMCC) di Kiryat Gat, Israel selatan, untuk menjalankan fungsi serupa.

Pangkalan baru ini disebut akan memiliki skala dan fungsi yang jauh lebih besar  termasuk kendali atas distribusi bantuan internasional ke Gaza.

Baca juga: Tentara Israel Bongkar Kekejaman IDF di Gaza: Warga Menjemur Pakaian Ditembak

Hal itu dikonfirmasi langsung oleh pejabat Israel, yang mengklaim bahwa pusat koordinasi ini nantinya akan mengambil alih kendali penuh distribusi bantuan internasional, menggantikan mekanisme pengawasan oleh otoritas militer Israel (COGAT).

Meski begitu, lokasi pasti pangkalan baru tersebut belum diumumkan. Survei dan analisis keamanan disebut masih berlangsung untuk menentukan area yang paling strategis dan aman.

“Pembangunan pangkalan Amerika di tanah Israel menunjukkan komitmen Washington untuk terlibat langsung dalam proses stabilisasi kawasan,” kata seorang pejabat Israel kepada Yedioth Ahronoth.

Gencatan Senjata Masih Rapuh

Satu bulan setelah deklarasi gencatan senjata di Jalur Gaza diberlakukan, kondisi di lapangan masih jauh dari damai.

Serangan Israel terus berlanjut hampir setiap hari, menewaskan ratusan warga Palestina dan membuat bantuan kemanusiaan sulit masuk ke wilayah yang sudah hancur akibat perang berkepanjangan.

Meskipun gencatan senjata diumumkan pada 10 Oktober 2025, kekerasan di Gaza belum benar-benar berhenti.

Laporan Kantor Media Pemerintah Gaza mencatat bahwa Israel telah melanggar gencatan senjata sedikitnya 282 kali antara 10 Oktober hingga 10 November.

Pelanggaran tersebut meliputi serangan udara, tembakan artileri, dan penembakan langsung terhadap warga sipil.

Adapun rinciannya, Israel menembaki warga sebanyak 88 kali, menyerbu daerah pemukiman di luar “garis kuning” sebanyak 12 kali, mengebom wilayah Gaza 124 kali, dan menghancurkan properti warga 52 kali.

Selain itu, 23 warga Palestina dilaporkan ditahan selama periode tersebut.

Sementara analisis Al Jazeera menyebutkan bahwa Israel telah melakukan serangan di Gaza selama 25 dari 31 hari terakhir, hanya enam hari di mana tidak ada laporan korban jiwa atau luka-luka.

Israel berdalih bahwa serangan itu merupakan “balasan” atas kematian dua tentaranya di Rafah.

Presiden Donald Trump bahkan membenarkan langkah tersebut dengan mengatakan, “Israel membalas, dan mereka harus membalas.”

Namun imbas pelanggaran tersebut, sejak 10 Oktober, sedikitnya 242 warga Palestina tewas dan 622 luka-luka akibat serangan terbaru Israel.

Dua hari paling mematikan terjadi pada 19 dan 29 Oktober, ketika total 154 orang tewas hanya dalam dua hari.

Bantuan Kemanusiaan Tersendat

Lebih lanjut, akses penyaluran bantuan di Gaza juga masih belum sesuai kesepakatan gencatan senjata.

Laporan Program Pangan Dunia (WFP) menunjukkan hanya setengah dari kebutuhan pangan yang berhasil masuk ke Gaza.

Sedangkan koalisi lembaga bantuan Palestina menyebutkan bahwa jumlah bantuan yang masuk hanya seperempat dari kesepakatan gencatan senjata.

Data UN2720 Humanitarian Dashboard mencatat bahwa dari 10 Oktober hingga 9 November, hanya 3.451 truk yang mencapai Gaza. Angka ini sangat jauh dari kebutuhan sebenarnya, yaitu sekitar 600 truk per hari.

Laporan serupa juga diungkap Kantor Media Pemerintah Gaza, hingga 6 November, hanya 4.453 truk yang berhasil masuk.

Padahal seharusnya ada 15.600 truk selama periode tersebut. Proses pemeriksaan ketat dari pihak Israel disebut menjadi penyebab utama keterlambatan.

(Tribunnews.com / Namira)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved