Catatan ISDS Soal Kerja Sama Keamanan Baru RI-Australia, Ingatkan Sejarah Hingga Soal China & Rusia
ISDS memberikan sejumlah catatan terkait rencana kerja sama baru antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia di bidang keamanan.
Ringkasan Berita:
- Rencana kerja sama keamanan baru Indonesia–Australia akan diteken Januari 2026, berlandaskan tiga perjanjian sebelumnya: Kesepakatan Keating–Soeharto (1995), Traktat Lombok (2006), dan Defence Cooperation Agreement (2024).
- ISDS menilai kerja sama harus lebih dari sekadar dokumen, melainkan dibangun atas dasar kepercayaan.
- Australia dinilai masih bergantung pada kekuatan besar, seperti AS dan aliansi Indo-Pasifik yang kadang berseberangan dengan kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) memberikan sejumlah catatan terkait rencana kerja sama baru antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia di bidang keamanan.
ISDS (Indonesia Strategic and Defence Studies) adalah sebuah kelompok kajian independen yang terdiri dari para ahli dan jurnalis yang fokus pada isu-isu strategis dan pertahanan di Indonesia
Rencana kerja sama Indonesia dan Australia itu sebelumnya diumumkan dalam pernyataan bersama yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese di atas kapal HMAS Canberra, Garden Island Naval Base, Australia pada Rabu 12 November 2025 kemarin.
Disebutkan juga, traktat kerja sama tersebut akan ditandatangani secara resmi oleh kedua pihak pada Januari 2026 saat Albanese mengunjungi Indonesia atas undangan Prabowo.
Setidaknya ada tiga kesepakatan yang menjadi landasan kerja sama baru tersebut.
Ketiganya antara lain kesepakatan PM Paul Keating dan Presiden Kedua RI Soeharto yang diteken sekira 30 tahun lalu, perjanjian keamanan Traktat Lombok yang diteken pada 2006, dan Defence Cooperation Agreement (Kesepaktan Kerja Sama Pertahanan) yang diteken Prabowo sebagai Menteri Pertahanan dan Menteri Pertahanan Australia Richard Marles pada 2024 lalu.
Co Founder ISDS Edna Caroline mencatat sebagai dua negara maritim yang bertetangga, Indonesia dan Australia memiliki kedekatan geografis serta tantangan keamanan yang sama.
Namun, kata dia, sejarah menunjukkan bahwa kerja sama antara kedua negara tersebut membutuhkan lebih dari sekadar perjanjian diplomatik.
Menurutnya, kerja sama itu memerlukan kepercayaan, konsistensi, dan saling pengertian.
Edna memandang perjanjian itu tidak hanya berada dalam konteks kesamaan kepentingan, melainkan juga perbedaan strategis.
Dia melihat budaya strategis Australia selama ini dibentuk oleh ketergantungannya pada kekuatan besar dan persepsi jarak dari Asia.
Sejak Perang Dunia II, kata dia, kebijakan pertahanannya telah berevolusi dari strategi forward defense di era Perang Dingin, menjadi defense of Australia pada akhir 1980-an, dan kini bergeser menuju konsep security with Asia.
Pergeseran itu menurutnya merupakan langkah positif karena menekankan kemitraan, bukan penghadangan.
Namun agar kerja sama itu bermakna, kata Edna kolaborasi harus diwujudkan melalui inisiatif nyata, bukan hanya hitam di atas putih.
Seperti yang tercermin dari pengalaman Kesepakatan Keating–Soeharto tahun 1995, lanjut dia, efektivitas setiap hubungan bilateral bergantung pada kepercayaan politik dan nilai strategis yang sejalan.
| PPITurki.store Diluncurkan, Hadirkan Sistem Transaksi Aman untuk Mahasiswa Indonesia di Turki |
|
|---|
| Cerita Rasnal dan Abdul Muis, 2 Guru SMA di Luwu Utara Dapat Rehabilitasi dari Prabowo |
|
|---|
| Stop Gimmick Bobby Nasution, Presiden Prabowo Mohon Tutup TPL |
|
|---|
| Hasil Drawing Australia Open 2025: Jojo Unggulan ke-1, Fajar/Fikri Lawan Wakil Malaysia |
|
|---|
| Mengenal Apa Itu Animal Diplomacy, Gestur Prabowo yang Beri Hadiah Hewan Peliharaan PM Australia |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.