Rabu, 19 November 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Hamas Ogah Pasukan Stabilisasi Internasional Ada di Gaza, Minta Tentukan Nasib Sendiri

Juru bicara Hamas, Hazem Qassem mengatakan pihaknya menolak adanya Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) berada di Gaza.

Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Nuryanti
khaberni/tangkap layar
TOLAK PASUKAN INTERNASIONAL - Personel Brigade Al Qassam, sayap militer gerakan Hamas, dikerahkan ke alun-alun Kota Gaza yang dikenal dengan nama Palestine Square, di Gaza Tengah, dalam proses pembebasan empat sandera perempuan Israel berstatus tentara, Sabtu (25/1/2025). Juru bicara Hamas, Hazem Qassem secara tegas menolak pembentukan Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) di Jalur Gaza dan meminta menentukan nasib sendiri. 

Resolusi ini mencakup dukungan Dewan Keamanan untuk pembentukan administrasi transisional dan penempatan pasukan keamanan internasional sementara di wilayah Gaza yang hancur.

Meskipun demikian, para pemimpin Israel justru menggunakan kesempatan tersebut untuk menegaskan bahwa kedaulatan Palestina tidak akan diizinkan berdiri.

Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, mendesak Netanyahu untuk segera merumuskan "tanggapan yang tepat dan tegas yang akan memperjelas kepada seluruh dunia – tidak akan ada negara Palestina yang akan pernah muncul di tanah air kami".

Menanggapi desakan tersebut pada hari Minggu, Netanyahu membalas bahwa dirinya "tidak memerlukan afirmasi, tweet, atau kuliah dari siapa pun", namun secara implisit menggarisbawahi posisinya yang menentang negara Palestina.

Penolakan senada juga datang dari Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar.

Saar turut menyatakan bahwa Israel "tidak akan setuju dengan pendirian negara Palestina di jantung Tanah Israel".

Bahkan, Menteri Keamanan Nasional garis keras, Itamar Ben Gvir, melangkah lebih jauh dengan menyebut identitas Palestina sebagai sebuah "temuan fiksi" atau "buatan".

Resolusi Dewan Keamanan ini secara efektif akan mengantar masuknya fase kedua dari kesepakatan yang didukung AS yang dicapai bulan lalu.

Kesepakatan tersebut, yang muncul setelah dua tahun konflik yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel, telah menghasilkan gencatan senjata sementara.

Baca juga: Mengerikan! Perang Israel-Hamas Tak Hanya Hancurkan Kota, tapi Ubah Air Gaza Jadi Racun

Fase pertama perjanjian itu telah mencakup pembebasan 20 sandera Israel terakhir yang masih hidup dan hampir seluruh dari 28 jenazah sandera yang tewas yang ditahan oleh militan Palestina.

Sebagai imbalannya, Israel telah membebaskan hampir 2.000 tahanan Palestina dan mengembalikan 330 jenazah.

Sikap para pemimpin Israel ini menyoroti ketegangan politik yang mendalam di Jerusalem, yang secara terang-terangan menentang prinsip penyelesaian dua negara yang sering didukung oleh komunitas internasional sebagai jalan menuju perdamaian abadi di Timur Tengah.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved