Program Makan Bergizi Gratis
Serangga Jadi Alternatif Sumber Protein Hewani di Program MGB? Ini Kata Dokter Gizi
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyebut, serangga bisa menjadi alternatif pemenuhan sumber protein hewani di beberapa daerah.
Penulis:
Rina Ayu Panca Rini
Editor:
Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyebut, serangga bisa menjadi alternatif pemenuhan sumber protein hewani di beberapa daerah.
Ia menyakini, serangga memiliki gizi yang tinggi dan biasanya dikonsumsi warga lokal seperti ulat sagu.
Karena itu, ulat sagu bisa dimasukkan dalam komposisi menu makan bergizi gratis (MBG), khusus untuk daerah tersebut.
Lalu bisakah serangga jadi sumber protein hewani?
Dokter spesialis gizi dr. Johanes Casay Chandrawinata, MND, Sp.GK menjelaskan, menelaah dari beberapa budaya baik di luar negeri dan dalam negeri, serangga bisa menjadi alternatif pangan tinggi protein dan tinggi lemak.
Ada sekitar 2 miliar orang di dunia yang mengkonsumsi serangga setiap hari, dimana ada 2.000 spesies serangga yang dapat dimakan.
Ia menjelaskan terkait kandungan kandungan gizi serangga berbeda-beda tergantung jenis.
“Contohnya jangkrik per 100 gram mentah mengandung 460 kalori, 18.5 gram lemak, 69 gram protein. Belalang per 100 gram mentah mengandung 560 kalori, 38 gram lemak dan 48 gram protein,” ujar dia saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (25/1/2025).
Sementara untuk daging sapi ujar Dokter Johanes, daging sapi per 100 gram mentah mengandung 250 kalori, 15 gram lemak dan 26 gram protein.
Telur rebus per 100 gram mengandung 155 kalori, 11 gram lemak dan 13 gram protein.
Sehingga dari segi gizi, konsumsi serangga dapat dijadikan alternatif sumber protein hewani.
Namun demikian, ia mengatakan, pemerintah perlu mempertimbangkan lebih matang rencana tersebut lantaran, menyantap serangga di masyarakat Indonesia bukan menjadi kebiasaan atau sangat jarang dimasyarakat.
Baca juga: Kepala BGN Sebut Serangga Kaya Protein Bisa Jadi Menu Makan Bergizi Gratis
“Kebanyakan orang tidak menganggap serangga sebagai makanan, dan hal ini sangat menentukan apakah kebijakan makan serangga dapat diterapkan atau tidak. Kebijakan makan serangga akan berhasil di daerah tertentu yang sudah terbiasa mengkonsumsi serangga,” jelas dokter yang biasa disapa dokter Jo ini.
Selain itu, kasus alergi yang sering terjadi pada anak-anak juga patut diperhatikan, terutama bila alergi terhadap udang maka besar kemungkinan akan alergi juga terhadap serangga.
Saat anak sudah memiliki bakat alergi maka semua panganan yang memicu alergi harus sama sekali dihindari.
Sebelumnya mengutip Tribunnews.com, Dadan menyatakan peluang memasukan menu lokal seperti serangga berkaitan erat dengan komposisi protein di berbagai daerah yang amat bergantung pada potensi sumber daya lokal dan kesukaan masyarakat setempat.
Ia meminta contoh tersebut tidak diartikan lain.
"Nah, isi protein di berbagai daerah itu sangat tergantung potensi sumber daya lokal dan kesukaan lokal. Jangan diartikan lain ya," katanya.
Misalnya saja pada daerah yang memiliki banyak sumber daya lokal seperti telur maupun ikan, maka protein itu boleh menjadi menu dari MBG.
Sama halnya dengan warga lokal yang terbiasa makan jagung atau singkong untuk mencukupi kebutuhan karbohidrat tubuh, maka menu dalam MBG dapat menyertakan jenis makanan itu.
Hal ini katanya, menunjukkan bagaimana keragaman pangan dapat diakomodir dalam program MBG.
Program Makan Bergizi Gratis
DPR 'Pelototi' Anggaran Rp 335 Triliun Untuk MBG di 2026: Bakal Dievaluasi Bila Ada Temuan |
---|
Hampir Separuh Anggaran Pendidikan untuk MBG, Ketua MPR Beri Pesan untuk BGN |
---|
Merespons Pidato Presiden, Implementasi Makan Bergizi Gratis di Daerah 3T Bakal Dipercepat |
---|
Anggaran MBG Tahun 2026 Tembus Rp335 Triliun: Lebih Tinggi dari Sektor Kesehatan, Pangan, dan Hukum |
---|
BGN: Anggaran MBG 2026 Naik Jadi Rp335 Triliun, Ribuan Dapur Aktif Tanpa APBN—Untuk Apa Saja? |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.