Kematian Akibat DBD Banyak Terjadi pada Anak-anak dan Remaja Usia 5 Hingga 14 Tahun
Selain anak-anak, orang dewasa yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid memiliki risiko keparahan yang lebih tinggi jika kena DBD harus hati hati
Penulis:
Rina Ayu Panca Rini
Editor:
willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Semua orang berisiko terinfeksi Demam Berdarah Dengue (DBD). DBD merupakan penyakit karena gigitan nyamuk Aedes Aegypti pembawa virus dengue yang bisa menyerang siapa saja tanpa memandang usia dan tempat tinggal.
Baca juga: Wabah Chikungunya vs DBD: Jangan Sampai Salah Diagnosis!
Anak-anak, dewasa sehat hingga lansia memiliki risiko yang sama saat terinfeksi virus dengue. Merujuk data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, anak-anak merupakan kelompok usia yang paling berisiko jika terkena DBD.
Spesialis Anak Konsultan dr. Bernie Endyarni Medise mengatakan, anak-anak merupakan kelompok paling rentan terkena DBD. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan dalam tujuh tahun terakhir, kematian akibat dengue paling banyak terjadi pada anak-anak dan remaja usia 5–14 tahun.
“Ini menunjukkan bahwa anak-anak masih sangat rentan dan perlu dilindungi dengan serius,” jelasnya dalam sesi talk show bersama Cegah DBD bertajuk “Peran Ibu Sebagai Penjaga Keluarga” di Smesco, Jakarta, akhir pekan lalu.
Ia mengingatkan pentingnya orang tua mengenali tanda dan gejala DBD agar tidak terlambat datang ke fasilitas kesehatan. Ada gejala khas dengue, termasuk siklus demam seperti pelana kuda, serta tanda bahaya yang harus diwaspadai.
“Dengue memiliki tiga fase utama, yaitu fase demam tinggi, fase kritis (demam turun), dan fase penyembuhan (demam naik lagi),” tutur dia.
Gejala yang muncul biasanya meliputi demam tinggi, nyeri kepala, mual, muntah, nyeri otot dan sendi, hingga ruam di kulit (petekie). Bahkan jika tidak ditangani dengan baik maka pasien bisa mengarah pada Dengue Shock Syndrome (DSS) yang berisiko tinggi menyebabkan kegagalan organ karena pendarahan hebat dan penurunan tekanan darah secara drastis.
Anak yang pernah terkena dengue tetap bisa terinfeksi kembali dan yang perlu digaris bawahi, infeksi kedua justru berisiko menimbulkan gejala yang lebih berat dibanding infeksi pertama. Inilah yang membuat pencegahan menjadi semakin penting. Sampai saat ini masih belum ada pengobatan yang spesifik untuk menyembuhkan dengue.
Baca juga: DBD Acap Disalahartikan Infeksi Virus Ringan Padahal Bisa Berujung Fatal, Deteksi Dini Jadi Krusial
“Pencegahan menjadi kunci, salah satunya melalui vaksinasi. Vaksinasi dengue sendiri telah direkomendasikan penggunaannya bagi anak dan orang dewasa, oleh asosiasi medis, termasuk Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI),” ujar Dr Bernie.
Selain anak-anak, orang dewasa yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid memiliki risiko keparahan yang lebih tinggi jika terkena DBD. Misalnya, hipertensi, obesitas, penyakit ginjal, diabetes dan penyakit paru-paru.
Perempuan memiliki peran besar dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, baik sebagai individu, istri, maupun ibu. Melalui peran tersebut, perempuan menjadi garda terdepan dalam upaya perlindungan keluarga, termasuk terhadap berbagai ancaman penyakit, salah satunya DBD.
“Perempuan menjadi jembatan informasi dan penggerak aksi di lingkup rumah tangga maupun komunitas,” tutur Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr Sukamto.
Baca juga: Waspada Dengue Shock Syndrome saat Anak DBD, Berikut Saran Mencegahnya dari Dokter
Karena itu kata dia penting bagi setiap keluarga untuk memahami bahwa pencegahan harus dilakukan secara menyeluruh, diantaranya adalah:
1. Menjaga lingkungan dengan 3M Plus
Menguras: membersihkan dan menguras tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi, toren air, bak penampung air dan lainnya. Bersihkan semua dinding karena jentik dan telur nyamuk dapat bertahan di tempat kering hingga 6 bulan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.