Virus Nipah Bisa Masuk Indonesia? Ahli Ungkap Risiko dan Cara Pencegahannya
Munculnya wabah virus Nipah (NiV) di Kerala, India, memunculkan kekhawatiran bahwa penyakit ini juga berpotensi masuk ke Indonesia.
Penulis:
Aisyah Nursyamsi
Editor:
Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Munculnya wabah virus Nipah (NiV) di Kerala, India, memunculkan kekhawatiran bahwa penyakit ini juga berpotensi masuk ke Indonesia.
Meski risiko pandemi global saat ini rendah, para ahli menilai kewaspadaan tetap penting, terutama karena faktor ekologi di Indonesia mendukung spillover virus dari hewan ke manusia.
Baca juga: Virus Nipah Muncul Lagi di India, Ada Tiga Kasus Virus Nipah di Kerala
Virus Nipah adalah virus zoonotik yang sangat berbahaya dan dapat menular dari hewan ke manusia serta antar manusia.
Kepala Pusat Studi Global Health Security dan ONE Health Griffith University – YARSI University, Dr Dicky Budiman PhD, mengingatkan bahwa Indonesia memiliki kerentanan tinggi.
“Indonesia memiliki ekosistem yang cocok untuk spillover NiV, populasi kelelawar buah banyak, interaksi manusia–hewan tinggi, konsumsi buah atau nira segar tanpa pengolahan panas, hingga peternakan babi dekat habitat kelelawar,” jelas Dicky pada keterangannya, Senin (18/8/2025).
Faktor Risiko di Indonesia

Kelelawar buah (Pteropus spp.) tersebar luas di berbagai wilayah, mulai dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua.
Interaksi manusia dengan satwa ini juga intens, baik lewat konsumsi nira segar, wisata gua, maupun perdagangan satwa liar.
Kondisi ini diperburuk dengan adanya peternakan babi yang berdekatan dengan habitat kelelawar, sehingga membuka peluang terjadinya inang perantara.
Bila Nipah masuk, rantai penularan bisa terbentuk dengan cepat.
“Risiko saat ini rendah untuk pandemi global, tetapi tinggi untuk menyebabkan wabah lokal besar di daerah dengan kontak erat manusia–hewan reservoir, sistem kesehatan lemah, dan keterlambatan deteksi,” tegas Dr Dicky.
Gejala yang Perlu Diwaspadai
Masyarakat perlu mengenali tanda-tanda awal penyakit ini, di antaranya demam, batuk, gangguan pernapasan berat, hingga ensefalitis akut seperti kejang dan penurunan kesadaran.
Kematian mendadak dengan gejala pernapasan dan neurologis di wilayah berisiko juga harus segera ditindaklanjuti.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.