Sistem Rujukan BPJS Kesehatan Berjenjang Dihapus, Pakar: Beban Berat Kini Ada di Puskesmas
Banyak puskesmas dan klinik masih mengandalkan tenaga kontrak, beban administrasi tinggi, dan minim peralatan diagnostik. Puskesmas jadi kunci rujukan
Ringkasan Berita:
- Banyak negara dengan sistem mirip Indonesia, seperti Thailand, Filipina, dan Brasil, telah menerapkan pola rujukan berbasis kompetensi dengan hasil yang lebih cepat dan efisien.
- Pada kasus seperti stroke, stemi, sepsis, trauma mayor, atau keganasan tertentu, setiap menit sangat menentukan.
- Puskesmas jadi kunci metode BPJS Kesehatan tanpa jenjang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menginginkan ke depan pelayanan rujukan pasien peserta BPJS Kesehatan tidak akan lagi melewati tahapan berjenjang. Nantinya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bakal menetapkan adanya mekanisme baru yakni rujukan pasien berbasis kompetensi rumah sakit agar pelayanan kesehatan tidak terhambat bagi pasien.
Baca juga: 20 Negara Pelajari Keberhasilan JKN, BPJS Kesehatan Ungkap Kunci Transformasi Digital
Menkes lantas menjelaskan prosedur pelayanan rujukan kompetensi tersebut. Kata dia, setiap pasien tetap harus melaksanakan pemeriksaan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dalam hal ini Puskesmas atau Klinik.
"Tetap harus ke faskes, tapi faskes yang pertama akan menentukan, dia itu level layanannya itu tingkat apa," kata Budi Gunadi.
Menurut Epidemiolog dan Pakar Kebijakan Kesehatan, Dr. Dicky Budiman, perubahan sistem ini memang dirancang untuk memangkas waktu tunggu pasien dan meningkatkan efektivitas penanganan.
“Kebijakan ini merupakan langkah yang tepat namun bukan solusi otomatis,” kata Dr. Dicky, Minggu(16/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa banyak negara dengan sistem mirip Indonesia, seperti Thailand, Filipina, dan Brasil, telah menerapkan pola rujukan berbasis kompetensi dengan hasil yang lebih cepat dan efisien.
Di Indonesia, model lama kerap membuat pasien kasus kritis harus melewati beberapa tingkatan rumah sakit sebelum mendapat layanan definitif.
Pada kasus seperti stroke, stemi, sepsis, trauma mayor, atau keganasan tertentu, setiap menit sangat menentukan.
Sistem baru diharapkan dapat mengirim pasien langsung ke rumah sakit yang benar-benar memiliki kemampuan menangani kasus tersebut.
Selain mempercepat intervensi, sistem baru juga menekan pemborosan biaya BPJS karena klaim tidak lagi berulang di setiap fasilitas.
“Dengan model kompetensi ini, maka klaim dikeluarkan sekali untuk kasus yang tepat. Ini kan sejalan dengan logika value based care,” ujarnya.
Meski arah kebijakan dinilai modern dan logis, kesiapan di lapangan masih menjadi pertanyaan besar.
FKTP yang menjadi gerbang penilaian awal dianggap sebagai titik paling rawan.
Baca juga: Ini Alur Rujukan BPJS Kesehatan Tanpa Jenjang yang Diinginkan Menkes, Bisa Langsung ke RS Tipe B
Dr. Dicky mengingatkan bahwa kemampuan triasel klinis di FKTP belum merata.
Banyak puskesmas dan klinik masih mengandalkan tenaga kontrak, beban administrasi tinggi, dan minim peralatan diagnostik.
“Padahal keberhasilan rujukan berbasis kompetensi bergantung pada kualitas inisial assessment di FKTP,” tegasnya.
Di banyak daerah, keterbatasan EKG otomatis, USG, laboratorium, hingga jaringan internet membuat FKTP kesulitan menilai kompleksitas kondisi pasien secara akurat. Jika penilaian awal tidak tepat, risiko salah rujuk tidak bisa dihindari.
Sementara rumah sakit tipe A dianggap paling siap secara kompetensi, model baru justru berpotensi membuat fasilitas ini penuh jika rujukan tidak dikendalikan.
ICU penuh, antrean kasur bertambah, hingga layanan elektif terhambat. Rumah sakit tipe C atau B pun berpotensi kehilangan pendapatan dari kasus borderline yang selama ini menopang operasional mereka.
Tanpa insentif pengembangan kompetensi, ketimpangan kualitas antarrumah sakit semakin melebar.
Agar sistem baru tidak menciptakan masalah baru, tiga syarat harus dipenuhi yakni standarisasi kompetensi rumah sakit yang transparan, sistem informasi rujukan yang real time dan akurat serta FKTP yang benar-benar berfungsi sebagai gatekeeper klinis.
Tanpa hal tersebut, potensi tumpang tindih pasien, rebutan rujukan, hingga bottle neck di rumah sakit besar tidak bisa dihindari. Dr. Dicky menutup dengan penegasan bahwa pembaruan sistem ini harus disertai strategi mitigasi menyeluruh.
Baca juga: Anggota DPR Sebut Pemutihan BPJS Kesehatan Akan Perluas Akses Layanan Masyarakat Rentan
Sebab jika berjalan baik, sistem rujukan berbasis kompetensi bisa membuat layanan lebih cepat, hemat biaya, dan meningkatkan keselamatan pasien secara signifikan.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/Kondisi-Puskesmas-Pontang-Kabupaten-Serang-Banten.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.