Kamis, 20 November 2025

Tahun Ini Wabah Campak Meluas dari Kanada Sampai Indonesia, Pakar Jelaskan 3 Penyebab Utama

Lonjakan kasus campak kembali menjadi sinyal bahaya bagi kesehatan publik, termsuk di Indonesia .

Richard Susilo
CAMPAK - Ilustrasi campak. Lonjakan kasus campak kembali menjadi sinyal bahaya bagi kesehatan publik, termsuk di Indonesia . 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

Ringkasan Berita:
  • Lonjakan kasus campak kembali menjadi sinyal bahaya bagi kesehatan publik.
  • Campak adalah salah satu penyakit paling mudah menular di dunia.
  • Dalam satu tahun terakhir, wabah campak meningkat tajam dan menunjukkan pola yang sama yakni rendahnya cakupan imunisasi dasar anak.

 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lonjakan kasus campak kembali menjadi sinyal bahaya bagi kesehatan publik, baik di Indonesia maupun di sejumlah negara lain. 

Dalam satu tahun terakhir, wabah campak meningkat tajam dan menunjukkan pola yang sama yakni rendahnya cakupan imunisasi dasar anak.

Baca juga: Waspada! Campak Bisa Serang Telinga Anak dan Sebabkan Gangguan Pendengaran Permanen

Menurut Ahli Epidemiologi dan Global Health Security, Dicky Budiman, campak adalah salah satu penyakit paling mudah menular di dunia. 

Penularannya terjadi melalui udara, percikan napas, hingga kontak dekat antar manusia. 

“Jadi penyakit cacar atau campak sangat mudah menular dan virus menyebar umumnya lewat percikan nafas dan udara, droplets. Dan dengan air note yang tinggi maka satu kasus indeks di komunitas dengan cakupan imunisasi rendah itu bisa memicu puluhan sampai ratusan kasus,” ujarnya pada Tribunnews, Rabu (19/11/2025). 

 

Lonjakan Campak Terjadi Global, Indonesia Salah Satunya

Lonjakan kasus campak bukan hanya terjadi di Indonesia. Beberapa wilayah di Amerika Serikat dan Kanada juga melaporkan tren yang sama sepanjang 2025. 

Menurut Dicky, ada pola yang identik antara tiga negara ini: ruang-ruang populasi dengan cakupan vaksin rendah.

Baca juga: Kasus Campak di DKI Jakarta Naik, Dinkes Ingatkan Pencegahan Dimulai dari Rumah

Di Kanada, sejumlah provinsi seperti Ontario dan Alberta kehilangan status measles-free setelah terjadi penularan luas. 

Begitu pula di Amerika Serikat, di mana ratusan hingga ribuan kasus muncul dalam beberapa kluster.

Situasi global ini diperkuat oleh laporan Pan American Health Organization (PAHO) yang mengonfirmasi terjadinya lonjakan besar di kawasan Amerika.

Indonesia sendiri melaporkan ribuan suspek campak dan ratusan kasus terkonfirmasi sepanjang 2025. 

Kasus berat dan kematian paling banyak terjadi pada anak yang belum mendapat imunisasi lengkap.


Tiga Penyebab Utama Lonjakan Kasus Campak di 2025

Berdasarkan penjelasan Dicky Budiman, ada tiga faktor kunci yang menyebabkan peningkatan kasus campak:

1. Tingginya Vaksin Hesitansi (Keraguan terhadap Vaksin)

Vaksin hesitansi meningkat tajam pascapandemi. Hoaks dan narasi konspiratif seputar keamanan vaksin memengaruhi sebagian masyarakat. 

Banyak orang tua ragu, takut, atau menunda imunisasi rutin, padahal perlindungan dua dosis vaksin MMR sangat krusial.

“Di tiga negara ini Indonesia, Amerika dan Kanada ada titik-titik populasi dengan cakupan vaksin rendah karena sepertama vaksin hesitansi. Jadi penolakan vaksin yang meningkat,” jelas Dicky.


2. Gangguan Layanan Imunisasi Selama dan Setelah Pandemi


Pandemi COVID-19 menimbulkan efek domino. Layanan imunisasi sempat terhenti atau melambat. Di banyak daerah, ketertinggalan membawa dampak panjang hingga kini.


3. Kluster Komunitas yang Menutup Diri


Ada kelompok masyarakat yang membatasi interaksi, menerima informasi keliru, atau menolak layanan kesehatan. 

Ketika virus masuk ke dalam kluster yang tidak memiliki kekebalan, wabah dapat meledak dengan cepat, bahkan hanya dari satu kasus impor.


*Kunci Pencegahan: Dua Dosis Vaksin MMR*

Untuk menghentikan penyebaran campak, Dicky menegaskan perlunya cakupan vaksinasi minimal 92 persen dan idealnya 95 persen. 

Jika tercapai, komunitas mendapatkan perlindungan kolektif atau herd immunity.

“Vaksin MMR yang diberikan ini bisa mencegah infeksi dan bila cukup banyak orang yang vaksin seperti tadi saya pesampaikan setidaknya 92 persen misalnya atau di ideal 95 persen ini akan memutus rantai penularannya karena terjadi herd immunity,” katanya.

Anak yang belum mendapat dua dosis MMR berada pada risiko tinggi mengalami komplikasi berat, seperti:

Pneumonia
Encephalitis (radang otak)
Kematian

Data menunjukkan angka komplikasi dan kematian jauh lebih tinggi pada anak yang tidak divaksin.


Mengapa Orang Tua Masih Ragu Vaksin?

Beberapa penyebab umum yang mendorong vaksin hesitansi meliputi:

1. Narasi keliru tentang keamanan vaksin

2. Ketidakpercayaan terhadap institusi kesehatan

3. Sentimen ideologis kelompok tertentu
Akses layanan terbatas, terutama di wilayah terpencil.

Trauma atau ketidakpercayaan yang tersisa pascapandemi COVID-19.

Ketika berita bohong beredar tanpa koreksi cepat, keraguan semakin meluas. Akibatnya, anak-anak menjadi korban terbesar.


Konsekuensi Serius Jika Wabah Tidak Ditangani Cepat


Campak bukan sekadar penyakit masa kecil yang dianggap biasa.

Lonjakan kasus menunjukkan kemunduran capaian imunisasi global. Bila tidak ditangani cepat, wabah dapat meluas lintas kota, provinsi, bahkan negara.

Ketertinggalan imunisasi akan terus memperbesar kerentanan, menciptakan kantong-kantong populasi yang rawan dipicu oleh kasus impor.


Rekomendasi Penanggulangan

Menurut Dicky, langkah yang perlu segera dilakukan pemerintah dan masyarakat adalah:

1. Meningkatkan Cakupan Imunisasi MMR Dua Dosis
Fokus pada wilayah kantong rawan dan komunitas dengan cakupan rendah melalui kampanye imunisasi massal.

2. Komunikasi Risiko yang Tepat, Jelas, dan Humanis
Menggunakan bahasa lokal dan sederhana untuk menjelaskan keamanan, efektivitas, serta risiko nyata campak pada anak yang tidak divaksin. Keterlibatan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tenaga kesehatan sangat penting.

3. Memperkuat Surveillance dan Respon Cepat
Termasuk tracing kasus, isolasi, serta pemberian vaksin pasca paparan (post-exposure prophylaxis).

4. Menyediakan Layanan Imunisasi yang Mudah Diakses dan Gratis
Terutama untuk keluarga dengan hambatan jarak atau ekonomi.

“Dan jangan dibiarkan ketika misinformasi konspirasi hoaks beredar itu harus segera counter dengan bukti lokal, angka-angka kematian dan data lokal ini sering paling meyakinkan bagi masyarakat,” tegasnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved