Senin, 29 September 2025

Pemilu 2024

Tolak Perpanjang Masa Sengketa Hasil Pilpres, MK Sebut Bisa Ganggu Pengambilan Sumpah Capres

Mahkamah Konstitusi menolak, pemohon meminta waktu penyelesaian sengketa hasil Pilpres menjadi 30 hari dari sebelumnya yang hanya selama 14 hari kerja

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Aji
Biro Pers Setpres/Biro Pers Setpres
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK, Jakarta, Senin (20 Maret 2023).(Biro Pers Setpres/Lukas/HO/Tribunnews) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan untuk perkara nomor 31/PUU-XXI/2023 terkait uji materiil UU Nomor 24 Tahun 2023 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 24 Tahun 2023 tentang Mahkamah Konstitusi dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam gugatan ini, pemohon meminta waktu penyelesaian sengketa hasil pemilu menjadi 30 hari dari sebelumnya yang hanya selama 14 hari kerja.

MK mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman, dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (25/5/2023).

MK mengubah frasa '3x24 jam sejak' menjadi '3 hari setelah' perihal waktu pengajuan permohonan sengketa hasil Pilpres dalam Pasal 74 ayat (3) UU 24/2023 tentang Mahkamah Konstitusi. Sehingga ketentuan pasal dimaksud selengkapnya menjadi 'Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 hari setelah KPU mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum secara nasional'.

"Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya," kata Anwar Usman.

Pada pertimbangan hukumnya, Mahkamah menilai benar dalil pemohon bahwa penyelesaian sengketa Pilpres punya rentang waktu terbatas.

Menurut Hakim Konstitusi Saldi Isra, batas waktu tersebut tak terlepas dari desain sistem Pilpres yang membuka kemungkinan adanya pemilihan putaran kedua.

"Batas waktu demikian tidak mungkin dilepaskan dari desain sistem Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaktubkan dalam norma Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 yang membuka kemungkinan adanya pemilihan putaran kedua," kata Saldi.

Menurut Mahkamah, jika ada putaran kedua Pilpres maka memperpanjang waktu penyelesaian sengketa menjadi lebih lama akan berpotensi mengganggu jadwal ketatanegaraan. Misalnya saja soal batas waktu pengambilan sumpah atau janji Presiden dan Wakil Presiden.

"Selain itu memperpanjang jangka waktu dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara tidak sejalan dengan prinsip peradilan cepat," kata Saldi.

Berkenaan dengan itu MK menyatakan bahwa dalil pemohon soal Mahkamah tak punya waktu memadai dalam memutus perkara adalah dalil yang tak beralasan menurut hukum.

Dalam permohonannya, pemohon mendalilkan inkonstitusionalitas bersyarat norma Pasal 74 ayat (3) dan Pasal 78 huruf a UU MK serta Pasal 475 ayat (1) dan Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017.

Baca juga: KPU Siap Memitigasi Sengketa Pemilu Saat Proses Pendaftaran Caleg

Pemohon mendalilkan bahwa jangka waktu penyelesaian perkara perselisihan tentang hasil pemilu yakni 14 hari kerja untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta 30 hari kerja untuk Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD belum memenuhi tujuan utama memutus perkara perselisihan hasil pemilu sebagaimana diamanatkan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan