Ledakan di Jakarta Utara
Kasus ABH Pelaku Ledakan SMAN 72 Dinilai Bisa Lebih Berbahaya dari Terorisme karena Sulit Dideteksi
Mantan Kapolri Jenderal (Purn) Da’i Bachtiar menilai kasus ABH pelaku peledakan SMAN 72 bisa lebih berbahaya dibanding ancaman terorisme konvensional
Ringkasan Berita:
- Mantan Kapolri Jenderal (Purn) Da’i Bachtiar memiliki pandangan berbeda terkait kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta, pada Jumat (7/11/2025).
- Da’i Bachtiar menilai, adanya pelaku anak dibawah umur dalam kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta ini bisa jadi ancaman berbahaya dibanding kasus terorisme konvensional.
- Aksi terorisme akan lebih mudah dibongkar melalui organisasi atau jaringan yang diikuti pelaku, berbeda dengan aksi pengeboman oleh anak dibawah umur yang motif dan tujuannya sulit dideteksi.
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Kapolri Jenderal (Purn.) Da’i Bachtiar ikut menanggapi kasus ledakan yang terjadi di di SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Jumat (7/11/2025) kemarin.
Kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta langsung menjadi sorotan publik karena pelakunya adalah seorang siswa berusia di bawah 18 tahun atau masih tergolong anak di bawah umur.
Da’i Bachtiar menilai adanya pelaku anak di bawah umur dalam kasus ini bisa menjadi ancaman yang lebih berbahaya dibandingkan dengan kasus ancaman terorisme konvensional.
Pasalnya, menurut Da’i Bachtiar, dalam ancaman terorisme, pelaku bisa diidentifikasi melalui organisasi dan jaringan yang diikutinya.
Melalui organisasi dan jaringan itu, juga bisa diketahui tujuan ancaman terorisme.
Namun, hal itu berbeda dengan kasus ledakan di SMAN 72 yang pelakunya masih di bawah umur dan cenderung lebih sulit dimengerti sikapnya.
Aksi seperti itu juga bisa dilakukannya di berbagai tempat dan kapan saja, tanpa bisa diprediksi sehingga sulit untuk dideteksi.
"Kalau teroris jelas organisasinya kita bisa membongkar, bisa tahu. Kalau yang ngebom anak-anak kita sendiri, yang tidak punya motivasi apa-apa."
"Akan bisa dilakukan berbagai tempat dan kapan bisa terjadi, itu yang paling bahaya," kata Da'i Bachtiar, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (12/11/2025), dilansir Kompas.com.
Untuk itu Da’i Bachtiar mengingatkan kasus ledakan di SMAN 72 harus menjadi pelajaran penting bagi semua pihak.
Penanganannya juga tak cukup dengan diserahkan kepada aparat penegak hukum atau pemerintah saja.
Baca juga: Suasana Terkini SMAN 72 Jakarta Pasca-Ledakan, Gerbang Ditutup dan Dijaga Aparat TNI
Perlu juga keterlibatan lingkungan sekitar dan keluarga untuk menanganinya.
"Itu menjadi tantangan bukan hanya aparat negara, bukan hanya pemerintah yang menyelesaikan, tapi kita semua terpanggil untuk menyelesaikan karena bahaya itu ada lingkungan keluarga kita sendiri," kata Da'i Bachtiar.
Lebih lanjut, Da'i Bachtiar menuturkan Indonesia memang memiliki pengalaman panjang menghadapi aksi teror, mulai dari bom di tempat ibadah, kantor pemerintahan, hingga tragedi bom Bali.
Namun, ancaman dalam rumah tangga sendiri, kata dia, merupakan bentuk bahaya baru yang lebih sulit diantisipasi.
"Kalau seperti ini (terorisme) jelas kita bisa atasi. Kalau anak-anak kita yang melakukan, itu jadi bahaya."
"Maaf kalau saya berbeda pendapat dengan yang lain, 'Oh aman sudah situasi enggak apa-apa, anak-anak saja'. Bukan ya, ini lebih bahaya," katanya.
Baca juga: ABH Pelaku Ledakan di SMAN 72 Jakarta Tinggal Bersama Ayahnya, Ibunya Kerja di Luar Negeri
Aksi Pelaku Ledakan SMAN 72 Bukan Terorisme
Densus 88 Antiteror Polri mengungkapkan bahwa anak berkonflik dengan hukum (ABH) pelaku ledakan SMAN 72 Kelapa Gading Jakarta Utara terpapar aksi kekerasan dan terorisme.
Hal itu disampaikan PPID Densus 88 Anti Teror Polri AKBP Mayndra Eka Wardhana saat konferensi pers penanganan kasus ledakan di Polda Metro Jaya, Selasa (11/11/2025).
Namun, AKBP Mayndra menegaskan bahwa ABH tidak melakukan aksi terorisme, tetapi hanya terinspirasi.
"Tidak ditemukan adanya aktivitas terorisme yang dilakukan oleh ABH, ini murni tindakan yang dilakukan adalah tindakan kriminal umum," kata AKBP Mayndra Eka, Selasa (11/11/2025).
AKBP Mayndra menerangkan seseorang sangat mungkin terpapar aliran kekerasan dari berkembangnya komunikasi transnasional di dunia maya.
Baca juga: 6 Fakta Ledakan SMAN 72 Jakarta, Total 96 Korban, Ditemukan 7 Bom Rakitan hingga Pelaku Pakai Remote
Atas berkembangnya aksi terorisme di dunia, ABH kemudian meniru tindakan pengeboman. Termasuk senjata mainan yang digunakan ABH.
"Jadi kalau rekan-rekan lihat di dalam senjata airsoft gun (yang dibawa pelaku) di permukaannya ditulis berbagai macam nama tokoh teroris maupun ideologi yang berkembang, hampir di beberapa benua, yaitu di eropa maupun di Amerika," tuturnya.
Densus 88 memandang ABH melakukan copycat atau peniruan atas aksi kekerasan dan terorisme.
"Aksi tersebut sebagai inspirasi yang bersangkutan melakukan tindakan," tukas AKBP Mayndra.
Dalam peristiwa ledakan di lingkungan SMAN 72 Jakarta pada Jumat (7/11/2025) siang, ABH membawa tujuh bom yang empat di antaranya meledak hingga menyebabkan puluhan orang luka-luka lalu dilarikan ke rumah sakit.
Baca juga: ABH Pelaku Ledakan Bom di SMAN 72 Jalani Operasi Dekompresi Tulang Kepala
6 Figur yang Menginspirasi Pelaku
AKBP Mayndra Eka mengungkap ABH yang meledakkan bom di SMAN 72 Jakarta terinspirasi figur ekstremis dunia.
Terduga pelaku diketahui mengagumi sejumlah tokoh pelaku penembakan massal dan tindakan kekerasan bermotif ideologi di berbagai negara.
"Ada beberapa yang menjadi inspirasi terkait figur kita sebutkan ada kurang lebih 6 yang tercatat," ujarnya.
Baca juga: Soal Penyidikan Kasus Ledakan di SMAN 72, Polisi: Pemulihan ABH Pelaku Ledakan Jadi Prioritas Utama
Figur-figur ekstremisme itu adalah sebagai berikut.
1. Eric Harris dan Dylan Klebold, pelaku penembakan di Columbine High School, Colorado, Amerika Serikat, pada 1999.
2. Dylann Roof, pelaku penembakan di Gereja Charleston, South Carolina, tahun 2015, yang diketahui berpaham supremasi kulit putih.
3. Andre Bissonnette, pelaku penembakan massal di Masjid Quebec pada 2017
4. Vladislav Roslyakov, pelaku penembakan di Politeknik Kerch, Krimea, Rusia, 2018.
5. Brenton Tarrant, pelaku penembakan di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, pada 2019, yang berpaham eco-fasis, rasis, dan etno-nasionalis.
6. Natalie Lynn Rupnow, pelaku penembakan di Abundant Life Christian School, Wisconsin, Amerika Serikat, pada 2024.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Reynas Abdila)(Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.