Pengikut Rizieq Shihab Tewas
Komnas HAM Ungkap Poin Penting Saat Mobil 6 Laskar FPI Tunggu Mobil Polisi yang Menguntit
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap fakta baru terkait kasus tewasnya 6 laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap fakta baru terkait kasus tewasnya 6 laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek.
Komisioner Komnas HAM sekaligus Ketua Tim Penyelidikan tewasnya 6 laskar FPI, M Choirul Anam mengungkap satu peristiwa penting dari seluruh rangkaian kejadian berdasarkan keterangan para saksi.
Peristiwa tersebut ketika mobil yang ditumpangi 6 laskar FPI menunggu mobil petugas kepolisian.
Anam mengatakan peristiwa tersebut menjadi penting karena menurutnya jika enam Laskar FPI tidak menunggu mobil petugas polisi tersebut maka peristiwa tewasnya enam Laskar FPI tidak akan terjadi.
Hal tersebut disampaikan Anam di kantor Komnas HAM RI pada Jumat (8/1/2021) saat konferensi pers Laporan Hasil Akhir Penyelidikan Komnas HAM terkait tewasnya 6 Laskar FPI oleh Kepolisian di Tol Jakarta Cikampek.
Baca juga: Komnas HAM Simpulkan Ada Pelanggaran HAM di Balik Penembakan Laskar FPI, Ini Kata Polri
"Jadi kalau tidak ada proses menunggu peristiwa KM 50 tidak akan terjadi. Karena ditunggu, makanya peristiwa gesekan, macam-macam, tembak menembak, sampai ke KM 50 sampai KM ke atas itu tidak akan terjadi kalau tidak ditunggu. Itu menurut kami satu standing yang juga penting," kata Anam.
Anam mengatakan peristiwa tersebut juga berkaitan dengan bagian voice note yang didapatkan pihaknya terkait kejadian tersebut dan hasil uji psikologi forensik terhadap hal tersebut.
Menurut ahli psikologi forensik yang didatangkan pihaknya untuk menjelaskan bagian voice note tersebut berpendapat jika enam Laskar FPI dalam kondisi siap bertarung.
Baca juga: Komnas HAM: Terjadi Baku Tembak dan Saling Seruduk Mobil Laskar FPI dengan Mobil Polisi
"Kami merasa perlu untuk memerlukan untuk memanggil ahli psikologi forensik yang mengatakan bahwa ini baselinenya adalah fighting. Makanya poin tadi menjadi concern dari diskusi kami soal psikologi forensik. Jadi kalau tidak ada yang menunggu tadi tidak akan ada peristiwa KM 50," kata Anam.
Anam melanjutkan, petugas Kepolisian yang terlibat dalam insiden tersebut juga terbukti hanya melakukan penguntitan saja.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Ada Pelanggaran HAM dalam Tewasnya 4 Laskar FPI dan Berikan 4 Rekomendasi
"Kalau ini mungkin ada aktifitas yang lain, niat yang lain, kenapa tidak di titik Sentul, di Tol Jembatan Layang dan sebagainya," kata Anam.
Hal tersebut, lanjut dia, juga mengklarifikasi beberapa hal di antaranya apakah kejadian tersebut ternasuk pelanggaran HAM berat atau bukan.
Peristiwa menunggu tersebut, kata Anam, bukan lahir dari skenario perintah dari tindakan itu.
"Bahwa ada pembuntutan, iya. Tapi pembuntutan itu sebenarnya bisa selesai kalau ya ditinggal saja. Namanya dibuntutin ya ditinggal saja, tidak perlu dibuntuti. Tidak perlu ada semacam heroisme dan lain sebagainya. Kalau itu tidak ada ya tidak akan ada peristiwa KM 50, KM 51. Mungkin juga tidak ada orang yang meninggal dalam jumlah banyak dan memprihatinkan kita semua sebagai bangsa. Itu yang juga penting," kata Anam.