Minggu, 7 September 2025

Skor Indeks Persepsi Korupsi Turun, ICW Salahkan Pemerintah dan DPR

Kurnia Ramadhana juga menyebut menurunnya skor indeks persepsi korupsi (IPK) di Indonesia bukanlah hal yang mengejutkan.

Tribunnews/Rahmat W Nugraha
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana di acara diskusi Total Politik: Korupsi Melorot, Kinerja Pemberantasan Korupsi Disorot, Jakarta Selatan, Minggu (12/2/2023). Kurnia Ramadhana menyebut Pemerintah dan DPR menghancurkan KPK karena menurunnya skor indeks persepsi korupsi (IPK) di Indonesia. 

"Itu menandakan apa? Delapan tahun Pak Jokowi memimpin Republik Indonesia, sama sekali tidak ada kebijakan yang mendukung pemberantasan korupsi," kata Kurnia.

Kemudian Kurnia juga menyebut mengapa Presiden Jokowi mendorong dua Undang-Undang mendukung pemberantasan korupsi di akhir masa jabatannya.

"Pak Jokowi mengatakan mendorong dua Undang-Undang yang sebenarnya paket penting untuk pemberantasan korupsi. Ada perampasan aset ada pembatasan transaksi uang tunai," kata Kurnia.

Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Anjlok, Presiden Jokowi Langsung Ingatkan Ini pada Jajarannya

"Maka pertanyaan lebih lanjutnya adalah kenapa baru delapan tahun memimpin republik ini baru membicarakan Undangan-Undang itu. Sementara draft ini sudah ada 2012," tutupnya.

Sebelumnya, Transparency International Indonesia (TII) mengungkapkan IPK Indonesia tahun 2022 berada di angka 34 atau turun empat poin dari tahun sebelumnya. Dengan angka tersebut Ranking Indonesia juga turun 14 tingkat, dari 96 menjadi 110.

Indonesia berada pada peringkat 110 dari 180 negara yang dilibatkan.

IPK Indonesia tahun 2022 dinilai mengalami penurunan terburuk sepanjang sejarah reformasi.

Skor IPK Indonesia di bandingkaan negara Asia Tenggara lainnya tertinggal jauh dari Singapura yang mendapatkan skor 83 poin, Malaysia dengan 47 poin, Timor Leste dengan 42 poin, Vietnam dengan 42 poin, dan Thailand dengan 36 poin.

Di Asia Tenggara Indonesia hanya unggul dari FIlipina dengan skor IPK 34 poin, Laos dengan 31 poin, Kamboja 24 poin, dan Myanmar 23 poin.

"Negara-negara dengan demokrasi yang berjalan baik itu rata-rata korupsi indeksnya ada di angka 70. Sebaliknya, negara-negara dengan otokrasi, istilahnya otoriter, itu rata-rata tingkat korupsinya jauh lebih rendah," kata Deputi Sekretaris Jenderal TII Wawan Suyatmiko.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan