Pemilu 2024
Soal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka atau Tertutup, Bamsoet Setuju Indonesia Ikuti Jerman
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo atau akrab disapa Bamsoet, berbicara soal sistem proporsional pada Pemilu di 2024.
Penulis:
Naufal Lanten
Editor:
Adi Suhendi
Ia mengatakan, sejak Pemilu 2019, aturan tersebut tidak begitu bisa direalisasikan lagi.
Hal itu dikarenakan Pemilu legislatif dan Pilpres digelar dalam waktu bersamaan.
"Alasannya karena Pemilu kita serentak kan. Kalau serentak maka untuk apa presidensial threshold," kata Pangi, saat dihubungi, Minggu (19/2/2023).
"Sementara pada Pemilu yang sekarang, presidensial threshold yang dipakai adalah Pemilu 5 tahun lalu. Kalau begitu tentu sudah robek tiketnya," sambung Pangi.
Baca juga: Perludem: Presidential Threshold Nol Persen Dorong Kaderisasi dan Rekrutmen Politik yang Demokratis
Kemudian, Pangi mengatakan, aturan PT 20 persen juga tidak terlalu penting untuk diterapkan, karena tidak ada di dalam Undang-Undang Dasar 1945.
"Itu (aturan PT 20 persen) hanya dijadikan bagian untuk pengkondisian saja. Pengkondisian dalam konteks ini adalah presiden yang terpilih itu sesuai dengan selera dari oligarki," katanya.
Dengan diterapkannya PT 20, ia menjelaskan, orang-orang terbaik yang memiliki kompetensi tidak bisa menjadi calon presiden (capres) hanya karena tidak dapat diusung oleh partai politik.
Baca juga: Masinton Pasaribu: Idealnya Penuhi Syarat Presidential Threshold Dulu, Baru Munculkan Capres
"Sehingga memang suara aspirasi demokrasi kita agak terganggu ya. Karena di dalam demokrasi itu semangatnya adalah bagaimana menyerap aspirasi dari bawah, sehingga muncul calon-calon presiden terbaik," jelas Direktur Eksekutif Voxpol Center Reasearch and Consulting itu.
Pangi juga mengatakan, jika presiden ditentukan oleh partai politik semata, maka varian menu (kandidat) yang disajikan ke publik sangat terbatas.
"Dengan konteks itu belum tentu sesuai dengan selera masyarakat kelas bawah," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi mengungkapkan bahwa partainya mendukung sistem presidential threshold nol persen.
Menurut Viva Yoga hal itu agar kader-kader terbaik partai politik bisa mendaftarkan diri sebagai calon presiden.
"Karena presidential threshold 20 persen itulah sehingga menyebabkan tidak seluruh kader partai terbaik mampu untuk bertarung dan dicalonkan. Di Prancis pemilu 2022 ada 12 pasangan calon. Korea Selatan ada 14, Brazil tahun 2018 ada 18 pasangan calon. Jadi sangat banyak," kata Viva Yoga dalam diskusi Trust Indonesia: Buru-buru Berburu Tiket Capres dan Cawapres, Jakarta Pusat, diktip Rabu (15/2/2023).
Baca juga: Tak Kunjung Dideklarasikan Koalisi Perubahan, Anies Baswedan Didesak Gugat Presidential Threshold
Viva Yoga melanjutkan pasangan calon presiden banyak itu akan memberikan banyak alternatif bagi masyarakat untuk memilih.
"Maka dari itu presidential threshold harus nol persen. Kemudian kalau presidential threshold nol persen akan banyak tunas-tunas muda dari kader partai politik yang lolos di parliamentary punya kesempatan untuk mencalonkan meskipun tidak seluruhnya tergantung kepada popularitas, elektabilitas dan isi tas," jelasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.